Wednesday, August 03, 2016

Pemberdayaan Politik Masyarakat Nagari

a.      Pemberdayaan Politik Masyarakat Nagari
Memberdayakan politik masyarakat melalui pembangunan yang menempatkan masyarakat sebagai pusat perhatian dan sasaran sekaligus pelaku utama pembangunan, Pembangunan nagari tidak menempatkan rakyat nagari sebagai obyek, melainkan menempatkan rakyat nagari pada posisi yang tepat sebagai subyek dalam proses pembangunan Desa/Nagari (Soemodiningrat,1996:162). Pemberdayaan politik masyarakat harus dilakukan melalui 3 tahapan: a.)Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang, b). Memperkuat potensi, daya, sumberdaya, atau energi yang terdapat pada politik rakyat dan dimiliki masyarakat (empowering) dengan menyediakan input serta pembukaan akses kepada berbagai peluang yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya memanfaatkan peluang, c). Melindungi masyarakat dalam proses pemberdayaan harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah.
Pemberdayaan politik masyarakat bertujuan untuk melayani masyarakat (a
spirit of public service) dan menjadi mitra kerjasama dengan masyarakt (coproduction)
mengutamakaan keberhasilan pembangunan
Desa/nagari.(Usman,2003:20). Juga untuk menuju political maturity dalam pembangunan nagari berkaitan dengan sumberdaya dan institutional performance sebagai usaha untuk mempertinggi akses masyarakat nagari yang berpaut dengan kebijakan masyarakat terhadap prioritas program pembangunan dan mekanisme pengelolaannya. Pemberdayaan politik masyarakat merupakan proses pembaruan nagari yang dimaksudkan untuk mengembalikan masyarakat kedalam pusaran utama proses kehidupan berbangsa dan bernegara, dan menumbuhkan partisipasi politik masyarakat, dalam pencapaian hasil-hasil pembangunan nagari.

b.      Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pembangunan Nagari Konsep Partisipasi dan Tiga Tradisi Partisipasi

Partisipasi -sebagaimana civil society dan demokrasi- merupakan istilah yang cukup tua. Namun sebagai konsep dan praktek operasional baru dibicarakan sejak tahun 1970-an ketika beberapa lembaga internasional mempromosikan praktek partisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Sejak itu konsep partisipasi telah berkembang dan memiliki pengertian yang beragam meskipun dalam beberapa hal konvergen. Gaventa dan Valderama (1999), mencatat ada tiga tradisi konsep partisipasi terutama bila dikaitkan dengan praksis pembangunan masyarakat yang demokratis yaitu: partisipasi politik, partisipasi sosial, dan partisipasi warga. Perkembangan konsep partisipasi dengan merujuk pada pembahasan Gaventa mengenai tiga tradisi partisipasi.

c.       Partisipasi Politik: Representasi dalam Demokrasi Perwakilan

            Dalam kerangka demokrasi, partisipasi dipandang sebagai inti dari demokrasi. Karena itu pada awalnya konsep partisipasi dikaitkan dengan prosesproses politik yang demokratis. Ada dua pendekatan terhadap demokrasi: pendekatan normatif dan pendekatan empirik (Unesco;1995, Afan Gaffar;1999) Pendekatan normatif, menekankan pada ide dasar dari demokrasi yaitu kedaulatan ada di tangan rakyat dan oleh karenanya pemerintahan diselenggarakan dari, oleh, dan untuk rakyat (Amandemen UUD 19945) Sedangkan pendekatan empirik menekankan pada perwujudan demokrasi dalam kehidupan politik. Secara empirik kita sulit menerapkan kedaulatan rakyat secara utuh. Selain beragam danseringkali saling bertentangan, rakyat juga sulit dihimpun untuk penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari. Untuk itu perlu ada lembaga perwakilan/lembaga pemerintahan, yang anggota-anggotanya dipilih dari partai politik atau perseorangan sebagai agregasi dari berbagai kepentingan rakyat. Secara empirik demokrasi merupakan rangkaian prosedur yang mengatur rakyat untuk memilih, mendudukan, dan meminta pertanggungjawaban orang yang mewakili partai/kelompok kepentingan tertentu di lembaga perwakilan dan atau lembaga pemerintahan. Orang-orang terpilih inilah yang kemudian membuat dan menjalankan keputusan publik. Dalam proses politik yang demokratis ‘partisipasi politik’ melibatkan interaksi perseorangan atau organisasi, biasanya partai politik, dengan negara. Karena itu partisipasi politik seringkali dihubungkan dengan demokrasi politik, perwakilan, dan partisipasi tak langsung. Partisipasi politik diungkapkan dalam tindakan seorang individu atau kelompok terorganisir untuk melakukan pemungutan suara, kampanye, protes, untuk mempengaruhi wakilwakil pemerintah. Dengan demikian partisipasi politik lebih berorientasi pada ‘mempengaruhi’ dan ‘mendudukan wakil-wakil rakyat’ dalam lembaga pemerintahan ketimbang ‘partisipasi aktif’ dan ‘langsung’ dalam proses-proses kepemerintahan itu sendiri.

0 comments: