a. Pemberdayaan
Politik Masyarakat Nagari
Memberdayakan
politik masyarakat melalui pembangunan yang menempatkan masyarakat sebagai
pusat perhatian dan sasaran sekaligus pelaku utama pembangunan, Pembangunan
nagari tidak menempatkan rakyat nagari sebagai obyek, melainkan menempatkan
rakyat nagari pada posisi yang tepat sebagai subyek dalam proses pembangunan
Desa/Nagari (Soemodiningrat,1996:162).
Pemberdayaan politik masyarakat harus dilakukan melalui 3 tahapan:
a.)Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang, b). Memperkuat potensi, daya, sumberdaya, atau energi yang terdapat
pada politik rakyat dan dimiliki masyarakat (empowering) dengan menyediakan input serta
pembukaan akses kepada berbagai peluang yang akan membuat masyarakat menjadi
makin berdaya memanfaatkan peluang, c). Melindungi masyarakat dalam proses
pemberdayaan harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah.
Pemberdayaan
politik masyarakat bertujuan untuk melayani masyarakat (a
spirit of public service)
dan menjadi mitra kerjasama dengan masyarakt (coproduction)
mengutamakaan
keberhasilan pembangunan
Desa/nagari.(Usman,2003:20). Juga untuk menuju political maturity dalam
pembangunan nagari berkaitan dengan sumberdaya dan institutional performance sebagai
usaha untuk mempertinggi akses masyarakat nagari yang berpaut dengan kebijakan
masyarakat terhadap prioritas program pembangunan dan mekanisme pengelolaannya.
Pemberdayaan politik masyarakat merupakan proses pembaruan nagari yang
dimaksudkan untuk mengembalikan masyarakat kedalam pusaran utama proses
kehidupan berbangsa dan bernegara, dan menumbuhkan partisipasi politik
masyarakat, dalam pencapaian hasil-hasil pembangunan nagari.
b. Partisipasi
Politik Masyarakat Dalam Pembangunan Nagari Konsep Partisipasi dan Tiga Tradisi
Partisipasi
Partisipasi
-sebagaimana civil society dan demokrasi- merupakan istilah yang cukup tua.
Namun sebagai konsep dan praktek operasional baru dibicarakan sejak tahun
1970-an ketika beberapa lembaga internasional mempromosikan praktek partisipasi
dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Sejak itu konsep partisipasi
telah berkembang dan memiliki pengertian yang beragam meskipun dalam beberapa
hal konvergen. Gaventa dan Valderama (1999), mencatat ada tiga tradisi konsep
partisipasi terutama bila dikaitkan dengan praksis pembangunan masyarakat yang
demokratis yaitu: partisipasi politik, partisipasi sosial, dan partisipasi
warga. Perkembangan konsep partisipasi dengan merujuk pada pembahasan Gaventa
mengenai tiga tradisi partisipasi.
c. Partisipasi
Politik: Representasi dalam Demokrasi Perwakilan
Dalam
kerangka demokrasi, partisipasi dipandang sebagai inti dari demokrasi. Karena
itu pada awalnya konsep partisipasi dikaitkan dengan prosesproses politik yang
demokratis. Ada dua pendekatan terhadap demokrasi: pendekatan normatif dan
pendekatan empirik (Unesco;1995, Afan Gaffar;1999) Pendekatan normatif,
menekankan pada ide dasar dari demokrasi yaitu kedaulatan ada di tangan rakyat
dan oleh karenanya pemerintahan diselenggarakan dari, oleh, dan untuk rakyat
(Amandemen UUD 19945) Sedangkan pendekatan empirik menekankan pada perwujudan
demokrasi dalam kehidupan politik. Secara empirik kita sulit menerapkan
kedaulatan rakyat secara utuh. Selain beragam danseringkali saling
bertentangan, rakyat juga sulit dihimpun untuk penyelenggaraan pemerintahan
sehari-hari. Untuk itu perlu ada lembaga perwakilan/lembaga pemerintahan, yang
anggota-anggotanya dipilih dari partai politik atau perseorangan sebagai
agregasi dari berbagai kepentingan rakyat. Secara empirik demokrasi merupakan
rangkaian prosedur yang mengatur rakyat untuk memilih, mendudukan, dan meminta
pertanggungjawaban orang yang mewakili partai/kelompok kepentingan tertentu di
lembaga perwakilan dan atau lembaga pemerintahan. Orang-orang terpilih inilah
yang kemudian membuat dan menjalankan keputusan publik. Dalam proses politik
yang demokratis ‘partisipasi politik’ melibatkan interaksi perseorangan atau
organisasi, biasanya partai politik, dengan negara. Karena itu partisipasi
politik seringkali dihubungkan dengan demokrasi politik, perwakilan, dan
partisipasi tak langsung. Partisipasi politik diungkapkan dalam tindakan
seorang individu atau kelompok terorganisir untuk melakukan pemungutan suara,
kampanye, protes, untuk mempengaruhi wakilwakil pemerintah. Dengan demikian
partisipasi politik lebih berorientasi pada ‘mempengaruhi’ dan ‘mendudukan
wakil-wakil rakyat’ dalam lembaga pemerintahan ketimbang ‘partisipasi aktif’
dan ‘langsung’ dalam proses-proses kepemerintahan itu sendiri.
0 comments:
Post a Comment