Sunday, August 07, 2016

Pembedaan Monarki dan Republik





Dalam buku “Il Principe”, Niccolo Machiavelli mengatakan bahwa bentuk negara hanya ada dua, yaitu republik dan monarki. Ia mengartikan negara sebagai bentuk genus sedangkan monarki dan republik sebagai bentuk species.

Sama seperti Machiavelli, Georg Jellinek, dalam bukunya, “Allgemeine Staatslehre” juga membedakan bentuk negara menjadi monarki dan republik dan bentuk ini dianggap sebagai bentuk species dari negara. Pembedaan dalam kedua bentuk itu didasarkan atas perbedaan terjadinya pembentukan kemauan negara itu hanya ada dua kemungkinan, yaitu:
1.      Apabila cara terjadinya pembentukan kemauan negara itu semata-mata secara psikologis atau secara alamiah, yang terjadi dalam jiwa atau badan seseorang dan tampak sebagai kemauan seseorang atau individu, maka bentuk negaranya adalah monarki.
2.      Apabila cara terjadinya pembentukan negara secara yuridis, yaitu dibuatm atas kemauan orang banyak sehingga terlihat seperti kemauan dewan, maka bentuk negaranya adalah republik.

Sementara itu, Leon Duguit sebagai seorang realis tidak setuju dengan penggunaan staatswill sebagai ukuran untuk menentukan bentuk negara. Dalam bukunya “Traite de Droit Constitutionel”, ia mengutarakan bahwa untuk menentukan sebuah negara berbentuk monarki atau republik ialah dengan menggunakan cara penunjukan/pengangkatan kepala negaranya. Bila kepala negara diangkat berdasarkan garis keturunan, maka negara tersebut adalah monarki sedangkan bila diangkat tidak atas dasar keturunan maka bentuknya ialah republik.

Sebenarnya Duguit mengatakan kedua bentuk di atas sebagai bentuk pemerintahan, hal ini tidak lazim karena tidak sesuai dengan Hukum Tata Negara. Lazimnya, istilah bentuk pemerintahan digunakan untuk menentukan lebih lanjut perbedaan dari bentuk negara, yaitu mengenai perbedaan sistem Hukum Tata Negaranya. Duguit sendiri membagi bentuk negara menjadi dua, yaitu negara serikat dan negara kesatuan.

Menurut Kranenburg, ukuran yang digunakan oleh Duguit ini lebih realistis, akan tetapi dalam bentuk-bentuk tertentu masih ada kelainan atau ketidakcocokan. Misalnya, pada Kerajaan Polandia ternyata raja diangkat berdasarkan pemilihan dan bukan semata-mata atas dasar keturunan.


Prof. Otto Koellreuter setuju dengan pendapat Duguit tentang pembagian bentuk negara dalam bentuk monarki dan republik. Di samping itu, sebagai seorang fasis Jerman, ia menambahkan bentuk yang ketiga yang ia namakan autoritaren fuhrerstaat”. Dewasa ini, monarki adalah suatu negara yang diperintah oleh suatu dinasti sehingga kepala negaranya diangkat secara turun-temurun. Oleh karena itu, ia beranggapan bahwa dasar dari monarki adalah ketidaksamaan. Hal ini disebabkan oleh tidak setiap orang dapat menjadi kepala negara.

Sebaliknya, republik didasarkan atas azas kesamaan karena kepala negaranya diangkat berdasarkan kemauan orang banyak dan setiap orang memiliki hak yang sama untuk menjadi kepala negara.

Untuk bentuk negara yang ketiga, autoritaren fuhrerstaat, kepala negara tidak lagi diangkat atas dasar dinasti melainkan atas dasar pikiran yang dapat berkuasa yang ia sebut sebagai der gedanken der staatsautoritat. Sama halnya dengan bentuk monarki, bentuk ini juga didasarkan atas azas ketidaksamaan. Akan tetapi, berbeda dengan monarki yang berpangkal pada keturunan, bentuk autoritaren fuhrerstaat berpangkal pada pikiran yang dapat menguasai negara. Koellreuter tidak menjelaskan lebih lanjut mengapa seorang yang mempunyai pikiran yang dapat berkuasa atau der gedanken der staatsautoritat dapat diangkat menjadi kepala negara. Ia hanya mengatakan bahwa bentuk-bentuk politik dari pimpinan tertinggi negara nasional sosialis dalam banyak hal seharusnya berlainan dengan bentukbentuk dalam negara liberal.

0 comments: