Dalam penyusunan
sejumlah kebijakan Dephan telah berupaya melakukan sesuai dengan UU No. 34
pasal 16. Memang penyusunan ini dianggap masih pada tahap awal dalam perwujudan
supremasi sipil dalam mengikuti prinsip-prinsip negara demokratis.
Karakteristik utama dari prinsip demokratis adalah adanya suatu tata organisasi
yang terbuka dan bertanggungjawab serta menghormati hak asasi manusia. Artinya
sebagai otoritas politik Dephan, sudah mulai terbuka dalam penyusunan kebijakan
dan RUU. Dalam penyusunan Strategic Defense Review (SDR) tahun 2003. Perumusan
SDR tersebut cukup baik, namun sebagai produk kebijakan ternyata ada sejumlah
kekurangan di lihat dari berbagai aspek terutama dalam melihat persepsi
ancaman. Dalam Buku Putih Dephan membagi dua kategori ancaman yaitu ancaman
militer dan non-militer.
Yang dimaksud oleh
ancaman militer dalam Buku Putih Pertahanan 2008 adalah sebagai berikut agresi,
pelanggaran wilayah, pemberotakan bersenjata, sabotase, spionase, aksi teror bersenjata,
ancaman keamanan laut dan udara, serta konflik komunal.4 Melihat beragamnya
ancaman militer itu pada beberapa tipe ancaman bisa dapat diterima. Tapi
ancaman berbentuk konflik komunal agaknya menjadi pertanyaan kenapa hal ini
bisa menjadi ancaman militer. Sehingga sebagian substansi dokumen strategis
tersebut ataupun Buku Putih Pertahanan 2008 masih melihat ancaman dari dalam
negeri. Sementara di bagian lain Buku Putih ternyata TNI AD masih mempertahankan
strategi pertahanan berbasis darat yaitu dengan penggelaran komando kewilayahan
(d/h koter) selain meningkatkan kemampuan pasukan pusat (Kopassus dan Kostrad).
Hal ini berarti baik
penyusunan SDR ataupun Buku Putih pertahanan masih diwarnai oleh dominasi TNI
AD dan menggunakan gelar kekuatan dengan berlandaskan komando kewilayahan.
Namun jika fungsi kowil memang ditujukan untuk fungsi pertahanan, atau dalam
artian memiliki perangkat tempur maka bisa dipertahankan. Sedangkan kowil di
tingkat kabupaten dan kecamatan sebenarnya merupakan bentuk penggelaran dalam
situasi darurat militer/perang sebagai wujud pemerintahan militer di daerah.
Artinya bentuk gelar
kekuatan yang melihat persepsi ancaman dari luar tidak terlalu tergambarkan
secara gamblang di dokumen-dokumen tersebut. Karena, sejak awal dalam Buku
Putih 2008 menyatakan ancaman yang berbentuk agresi atau invansi dari negara lain
sangat kecil kemungkinannya. Artinya sebagian besar dari dokumen itu masih
melihat ancaman dari dalam negeri seperti konflik komunal, separatisme,
terorisme serta ancaman non-tradisionaal lainnya seperti pencurian ikan di laut
serta penyelundupan kayu.
Padahal sebagai pengambil kebijakan di
bidang pertahanan, seharusnya Dephan patut membangun kekuatan pertahanan yang
berdaya pukul tinggi. Memang dalam Buku Putih Pertahanan disebutkan bahwa
kepentingan strategis Indonesia dapat dicapai dengan membangun dan membina
daya tangkal. Sehingga untuk menuju ke sana tentu seharusnya perlu ada
perencanaan yang bertahap, tetapi kendalanya selalu keterbatasan dana.
0 comments:
Post a Comment