Sejak adanya
keterbukaan politik pada tahun 1998, sebagai hasil dari tuntutan reformasi.
Maka ruang keterbukaan politik ini berupaya dimanfaatkan kalangan masyarakat
sipil secara maksimal. Selama lebih dari sepuluh tahun ini, reformasi di bidang
militer dan pertahanan dapat dikatakan lebih maju secara normatif. Reformasi di
bidang pertahanan dan militer telah menghasilkan dua Undang-undang yaitu UU No.
3/2002 dan UU No. 34/2004. Undang-undang ini, walaupun belum sempurna, tetapi
patut dikemukakan disini bahwa keterlibatan masyarakat sipil dalam pembahasan
RUU TNI sejak 2003 cukup menonjol.27 Kotak dibawah ini dapat menjelaskan peran
organisasi masyarakat sipil (OMS) secara umum dalam proses reformasi sektor
keamanan, sehingga kita dapat menempatkan OMS sesuai dengan peran dan fungsinya
dalam tatanan demokrasi khususnya di Indonesia.
OMS yang banyak
terlibat dalam menangani reformasi pertahanan (dan Keamanan) dikategorikan
sebagai OMS Reformasi Sektor Keamanan (RSK) oleh seorang akademisi dari UI.28
OMS tersebut antara lain, Propatria Institute, Pacivis UI, Ridep Institute,
Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi) dan
LOGOS.OMS tersebut dimasukkan dalam kategori sebagi kelompok pemikir (think
tank) yang melakukan kegiatan akademik berupa penelitian, lokakarya, seminar
dan berbagai pelatihan berkaitan dengan isu RSK melalui pendekatan interkoneksi
yang holistik atau menyeluruh.30 Artinya konsep dibahas akan saling terkait,
artinya satu masalah tidak bisa ditangani secara terpisah. UU No. 34 tahun 2004
adalah bukti dari pergulatan pemikiran tersebut yang berproses dalam lembaga
politik seperti DPR dan Departmen Pertahanan. OMS tipe kedua adalah yang
berbasis isu seperti Imparsial, Kontras, YLBHI, dll. Sebagian besar adalah OMS
yang bergerak di bidang hak asasi manusia (HAM), yang mana kerjanya cenderung
ingin mempromosikan nilai-nilai HAM dalam reformasi sektor keamanan.
Sejak tahun 2003,
Dephan telah menyusun RUU Pertahanan Keamanan Negara (Hankamneg) yang kemudian
disebut RUU Keamanan Nasional (Kamnas). Propatria adalah OMS yang paling intens
terlibat dalam membahas RUU ini, bahkan telah menghasilkan buku bunga rampai
hasil berbagai diskusi pada tahun 2006. Dilain pihak organisasi masyarakat
sipil yang fokus pada isu HAM seperti Imparsial, KontraS, Elsam, HRWG dan
YLBHI, menganggap beberapa pasal dalam RUU ini dapat mencederai hak asasi
manusia terutama dalam pasal 56 soal peran TNI dalam menangani aksi terorisme
dan juga menyoroti soal peran TNI yang terlalu besar, padahal semestinya RUU
ini mengatur peran, fungsi dan kedudukan para aktor keamanan yang ada secara
proporsional.
Pada awal 2007,
pembahasan RUU Kamnas mandek di Dephan setelah Polri menolak untuk melanjutkan
pembicaraan dengan Dephan berkaitan dengan isu penempatan Polri dibawah suatu
lembaga negara atau dalam arti Polri harus tunduk pada otoritas politik
sebagaimana posisi TNI yang akan berada dalam Dephan.32 Sebenarnya pemerintah
dapat mengabaikan keberatan Polri, karena pemerintah seharusnya dapat bersikap
tegas dalam mendorong RUU Kamnas. Tapi nampaknya kebutuhan politis Presiden
SBY untuk mendapat dukungan Polri lebih kuat dari pada meneruskan RUU ini.33
Hingga kini RUU ini masih ditangani oleh Menkopolhukam sebagai sektor penjuru
dalam pembahasan RUU pasca polemik antara Dephan dan Polri.
Aktivitas OMS dalam lima tahun terakhir
terkait dengan reformasi bidang pertahanan cukup beragam. Seperti Propatria dan
Pacivis UI lebih banyak terlibat dalam menyusun kebijakan dan sejumlah RUU yang
berkaitan dengan pertahanan dan keamanan dan kadang-kadang bekerja sama dengan
Dephan. Sedangkan Lesperssi dan Ridep Institute lebih banyak menyoroti isu-isu
kebijakan pertahanan seperti komando teritorial dan bisnis TNI. Selama ini Dephan
mengikutsertakan Propatria dan Pacivis UI dalam pembahasan RUU kamnas untuk
memberikan input berkaitan substansi RUU itu.
mengikutsertakan Propatria dan Pacivis UI dalam
pembahasan RUU kamnas untuk memberikan input berkaitan substansi RUU itu.34
Sedangkan Imparsial menyoroti sejumlah RUU yang
dibahas Dephan yaitu RUU rahasia negara dan komponen cadangan (Komcad).
Imparsial secara tegas menolak RUU Komponen Cadangan engan alasan bahwa
peningkatan profesionalisme TNI dalam bentuk revisi strategi, ukuran dan sistem
pertahanan masih belum selesai dan juga RUU ini berpotensi untuk disalahgunakan
terutama komponen cadangan dapat digunakan untuk operasi militer selain
perang—separatisme—yang dapat menghadapkan antara komcad dengan rakyat.35
Menurut Imparsial, RUU ini semestinya tidak jadi prioritas pembahasan saat ini
dan apabila tetap disahkan, maka harus mengadopsi prinsip penolakan ikut serta
berdasarkan alasan moral dan agama (bahasa Inggris disebut conscientious
objector).
Sementara IDSPS pernah menerbitkan kajian kritis
tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara. Kajian ini memberikan rekomendasi
kebijakan alternatif terkait dengan kebijakan pertahanan. Selain itu IDSPS
(Institute for Defense, Security and Peace Studies) juga melakukan advokasi RUU
Rahasia Negara, walaupun RUU ini bukanlah isu pertahanan secara langsung, tapi
Dephan merupakan pihak penjuru dalam pembahasan RUU ini.
Melihat reformasi pertahanan selama ini, paling
tidak ada sejumlah isu dan permasalahan menonjol berkaitan dengan reformasi
pertahanan dan militer yaitu RUU Kamnas, komando teritorial, bisnis militer,
anggaran pertahanan, kendali otoritas sipil terhadap TNI,36 serta kebijakan
pertahanan (postur pertahanan dan Buku Putih). Dengan beragamnya isu atau
masalahnya dan dihadapkan dengan terbatasnya komunitas keamanan di masyarakat
sipil, agaknya diperlukan stamina yang tinggi dari pihak OMS untuk membahas itu
semua secara konsisten dan berkelanjutan.37 Sementara itu, OMS RSK yang
sebagian besar berbasis di Ibukota sebaiknya membangun jaringan dengan OMS-OMS
(LSM) di daerah untuk menyebarluaskan wacana dan dukungan dari masyarakat di
daerah berkaitan dengan isu sektor keamanan.
0 comments:
Post a Comment