Pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu
memiliki tantangan yang sangat besar. Tantangan itu terkait dengan peta
persoalan yang akan muncul, seperti politik uang,kompetisi antar-partai
politik, dan bahkan antar-caleg dalam satu partai politik. Kompetisi yang
begitu kuat akan berpotensi memunculkan banyak penyimpangan yang harus diantisipasi
oleh Bawaslu. Persoalan itu akan semakin rumit, mengingat besarnya wilayah
kompetisi yakni diseluruh wilayah baik tingkat pusat maupun daerah dengan
kondisi geografis yang beragam. Mengingat kondisi itu, Andi Wuryanto menyebutkan
bahwa Bawaslu tidak akan “kuwowo” (sanggup) melakukan pengawasan secara
maksimal.
Berdasarkan latar belakang tersebut, Bawaslu mesti membuat
strategi efektif agar pengawasan bisa dilakukan secara maksimal.Pertama, mesti
disusun peta permasala-han terhadap wilayah dan tahapan yang rawan terjadinya
pelanggaran.Berdasarkan kriteria yang telah disusun dalam bahasan sebelumnya,
bisa menekankan pada dua tahapan penting yakni penetapan Daftar Pemilih Tetap
(DPT) dan tahapan pemungutan-penghitungan suara.Mulai pemilihan hingga
penetapan hasil pemilu.Kedua tahapan ini dianggap penting, karena terkait
langsung dengan hak pemilih untuk bisa menggunakan suaranya.
Tahap pendaftaran pemilih dalam Pemilu 2009 mendapat
sorotan dan perhatian publik. Penetapan DPT sebagai salah satu isu krusial yang
sering diperdebatkan baik dalam proses hingga saat penetapan hasil pemilu.
Begitu juga dengan tahap pemungutan dan penghitungan suara.Tahap ini paling
menentukan yakni sebagai inti dari semua tahapan pemilu.Selain itu, tahap
pemungutan dan penghitungan suara rawan terjadinya penyimpangan.
Menjawab persoalan dan tantangan tersebut, memang
tidak bisa hanya dilakukan melalui mekanisme yang selama ini
berlangsung.Bawaslu mesti membuat inovasi dan terobosan sehingga bisa menutup
kelemahan-kelemahan yang ada.Bawaslu tidak bisa menjalankan tugasnya sendiri,
tetapi juga harus melibatkan publik dan mendorong partisipasi publik yang lebih
efektif.
Strategi pelibatan dan partisipasi mesti didesain
sedemikian rupa sehingga tepat sasaran. Pelibatan bisa dilakukan terhadap
pemilih secara umum maupun kelompok masyarakat yang terorganisir, seperti
lembaga swadaya masyarakat (LSM), kelompok pemantau, organisasi masyarakat,
universitas, sekolah dan kelompok masyarakat yangmemiliki kesadaran politik
untuk turut-serta mengawal proses pemilu.
Berdasarkan dua sasaran masyarakat tersebut,
prinsipnya Bawaslu harus menyiapkan mekanisme yang memudahkan bagi
pemilih.Sebab, evaluasi sebelumnya, mekanisme partisipasi dalam pengawasan
sangat rumit.Pemilih tidak hanya datang langsung ke Bawaslu, tetapi juga
menyiapkan bukti-bukti yang harusnya menjadi tugas dan wewenang dari Bawaslu.
Prinsipnya, partisipasi dalam pengawasan harus
dilakukan dengan memudahkan pemilih. Jadi, orang yang akan turut berpartisipasi
tidak mengalami kesulitan yang berarti untuk melakukan pengawasan.
Ditengah-tengah rendahnya tingkat partisipasi,hal yang diperlukan adalah
mendorong masyarakat untuk ikut terlibat. Bahkan, patut untuk diapresiasi jika
masyarakat mau terlibat dan datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS), karena
pengalaman Pemilukada Jakarta 2012 tingkat partisipasi hanya 65%, Jawa Barat (63%)
dan terakhir Medan hanya 60%. Maka akan sangat sulit mendorong pemilih
berpartisipasi, jika mekanisme cukup rumit dan membebani. Karena itu, proses
partisipasi yang akan didesain mestinya harus memudahkan pemilih untuk turut
mengawasi, memantau dan melaporkan tahapan.
Prinsip lainnya yang harus diberlakukan adalah
kecepatan dan bukan akurasi.Kecepatan berarti partisipasi didesain untuk
mendorong percepatan identifikasi, pelapora terhadap suatu dugaan pelanggaran.
Begitu peserta pemilu melakukan pelanggaran, maka dengan segera dapat
diidentifikasi dan dipublikasikan dugaan pelanggaran itu, tanpa harus menuntut
untuk melakukan proses selanjutnya. Paling penting adalah bagaimana suatu
dugaan pelanggaran dapat diidentifikasi dengan segera dan terpublikasikan
dengan baik.
0 comments:
Post a Comment