BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Penelitian Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan dalam
penelitian ini akan dicantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu oleh
beberapa peneliti yang dilakukan diantaranya :
Penelitian dilakukan oleh Syafrika
Henri (2009) yang berjudul Partisipasi Politik Pemilih Pemula pada Pemilihan
Umum Legislatif 2009. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui partisipasi
politik pemilih pemula di Kelurahan Penyengat Kecamatan Tanjung Pinang Kota
dalam pelaksanaan Pemilu pada 2009 Penelitian ini memaparkan pemilih pemula
merupakan subjek dan objek dalam kegiatan politik, termasuk didalam kegiatan
pemilihan umum.
Hasil menunjukkan pemilih pemula
masih kurang aktif berpartisipasi pada pemilu Tahun 2009 hal ini dikarenakan
para pemilih pemula tidak aktif dalam mencermati situasi yang dapat menambah
pengetahuan mereka sendiri terhadap pemilu sehingga mereka tidak kecewa. Belum
antusiasnya pemilih pemula dalam menyambut pemilu tahun 2009, masih kurnagnya
kepercayaan terhadapa pemerintah dan bakal calon legislatif sehingga
mengakibatkan kurangnya keinginan untuk ikut berpartisipasi dalam pemilu pada
tahun 2009.[1]
Hal ini sama halnya dengan permasalahan yang diangkat oleh peneliti bahwa
keikutsertaan pemilih pemula dalam pemilu legislatif sangat minim.
Aji Anugraha dengan judul
partisipasi pemilih pemula pada tingkat sekolah menengah atas (SMA) pada
pemilukada kota tanjung pinang tahun 2012. Hasil penilitian adalah Pemilih
pemula yang merupakan bagian dalam proses pemilihan kepala daerah atau
pemilihan umum juga mempunyai peran yang penting dalam pergerakan sistem
politik.[2]
Karena mereka adalah calon penerus yang bakal menggantikan posisi pemerintahan
yang sedang berjalan saat ini. Namun pada kenyataannya, parapemilih pemula ini
masih rentan akan mempengaruhi pihak luar yang mempunyai keinginan untuk
mendapatkan suara mereka, untuk itu perlu adanya sosialisasi yang baik dan
tepat dilakukan oleh pihak penyelenggara agar menyentuh hati para pemilih pemula
untuk ikut berpartisipasi pada pemilu atau pemilukada.
2.2. Landasan Teoritis.
2.2.1 Teori Pemilu
Pemilu
menurut Joseph Scumpeter[3]
adalah salah satu utama dari sebuah demokrasi merupakan suatu konsepsi salah
satu konsepsi modern yang menempatkan penyenggaraan pemilih umum yag bebas dan
berkala sebagai kriteria utama bagi sebuah sistem politik agar dapat disebutkan
sebagai sebuah demokrasi. Pemilu merupakan suatu pecerminan dari sitem
demokrasi, dengan dilakukannya pemilu dianggap dapat menyuarakan suara rakyat
yang sesungguhnya. Di negara-negara yang demokratis, pemilihan umum merupakan
alat untuk memberikan kesempatan kepada rakyat untuk ikut serta mempengaruhi
kebijaksanaan pemerintah dan sistem politik yang berlaku, oleh sebab pemberian
suara pada saat pemilihan umum merupakan bentuk partisipasi politik rakyat.[4]
Pemilu merupakan cara yang paling
kuat bagi rakyat untuk partisipasi dalam demokrasi pewakilan modern. Joko
Prihatmoko mengutip dalam Journal of
Democracy[5],
bahwa pemilu disebut “bermakna” apabila memenuhi krikeria, yaiutu
keterbukaan, ketepatan, keektifan. Sebagai salah satu sarana demokrasis.
Pemilihan umum merupakan salah satu bentuk pendidikan politik yang terbuka dan
bersifat massal, sehingga diharapkan dapat berfungsi dalam proses pendewasaan
dan pencerdasan pemahaman politik masyarakat. Melalui pemilu akan terwujud
suatu inflastruktur dan mekanisme demokrasi serta membangkitkan kesadaran
masyarakat mengenai demokrasi. Masyarakat di harapkan pula dapat memahami bahwa
fungsi pemilu itu adalah sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat, keabsahan
pemerintah, dan pergantian pemerintah secara teratur.[6]
Pemilu juga merupakan ajang perebutan
kekuasaan yang sah dalam demokrasi. Melalui pemilu rakyat mendapatkan
kedaulatan yang sepenuhnya. Suara terbesar dari rakyatlah yang akan menentukan
pihak mana yang boleh memegang kekuasaan. Namun justru disanalah dilema
demokrasi. Ia menjunjung tinggi suara terbanyak, namun meminggirkan pihak minoritas.
Pemilu merupakan wahana kompetisi yang mengharuskan adanya pemenang di atas pihak
yang kalah.
Namun pada dasarnya, ada tiga tujuan
dari pemilu.[7]
Pertama, sebagai mekanisme untuk
menyelesi para pemimpin pemerintahan dan alternatif kebijakan umum. Dalam
demokrasi, kedaulatan rakyat sangat dijunjung tinggi sehingga dikenal spirit
dari, oleh dan untuk rakyat. Dalam sistem demokrasi perwakilan rakyat memiliki
kedaulatan penuh aka tetapi pelaksanaan dilakukan oleh wakil-wakilnya melalui
lembaga perwakilan atau parlemen. Wakil rakyat tidak bisa sembarang orang.
Seseorang yang memilik otoritas ekonomi atau kultural sangat kuat pun tidak
layak menjadi wakul rakyat tanpa moralitas, integritas dan akuntabilitas yang
memadai. Karena itu diselenggarakan pemilihan umum sebagai mekanisme penyeleksi
dan pendelegasian kedaulatan kepada orang atau partai.
Kedua, pemilu
juga merupakan mekanisme memindahkan konflik kepentingan dari masyarakat kepada
badan-badan perwakilan rakyat melalui wakil-wakil yang terpilih atau partai
yang memenangkan kursi sehingga intergrasi atau kesatuan masyarakat tetap
terjamin. Manfaat pemilu ini berkaitan dengan asumsi bahwa masyarakat memiliki
kepentingan yang berbeda-beda dan bahkan saling bertentangan, dan pertentangan
itu semestinya diselesaikan melalui proses musyawarah.Ketiga, pemilu merupaka sarana memobilisasi, menggerakan atau menggalang dukungan rakyat terhadapat proses politik. Hal yang terakhir ini semakin urgen, karena belakangan masyarakat mengalami semacam alienasi dari proses mengambilan kebijakan. Atau, ada jarak yang lebar antara proses pengambilan kebijakan dan kepentingan elit dengan aspirasi ditingakt akat rumput yang setiap saat bisa mendorong ketidakpercayaan terhadap partai politik dan pemerintah.
[1] Syafrika henri, et.al (2009)
[2] Aji Anugraha (2013) Partisipasi politik pemilih pemula tingkat
SMA pada pemilukada tanjung pinang 2012. FISIP. Universitas Maritin Raja
Ali Haji Tanjung Pinang. Skripsi
[3]
Joseph Scumpeter, Capitalusm,
Socialsm, and Democracy, New Nork: Jarper., 1947
[4] Sudijono, Sastroatmodjo, Perilaku Politik, Semarang: IKIP,
Semarang Press, 1995, hal 7
[5] Elkit, J dan Sevenson, Journal Of Democracy, Page 8 dalam
prihatmoto, Joko J. Mendemokratiskan Pemilu, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008.
[6] Syamsuddin Haris. Mengugat Pemilihan Umum Orde Baru, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 1988, hal; 152
[7] Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Grasindo,
Jakarta, 1992 hal 181-182
0 comments:
Post a Comment