Wednesday, March 23, 2016

Teori Pemilu



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu
            Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang dilakukan diantaranya :
            Penelitian dilakukan oleh Syafrika Henri (2009) yang berjudul Partisipasi Politik Pemilih Pemula pada Pemilihan Umum Legislatif 2009. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui partisipasi politik pemilih pemula di Kelurahan Penyengat Kecamatan Tanjung Pinang Kota dalam pelaksanaan Pemilu pada 2009 Penelitian ini memaparkan pemilih pemula merupakan subjek dan objek dalam kegiatan politik, termasuk didalam kegiatan pemilihan umum.
            Hasil menunjukkan pemilih pemula masih kurang aktif berpartisipasi pada pemilu Tahun 2009 hal ini dikarenakan para pemilih pemula tidak aktif dalam mencermati situasi yang dapat menambah pengetahuan mereka sendiri terhadap pemilu sehingga mereka tidak kecewa. Belum antusiasnya pemilih pemula dalam menyambut pemilu tahun 2009, masih kurnagnya kepercayaan terhadapa pemerintah dan bakal calon legislatif sehingga mengakibatkan kurangnya keinginan untuk ikut berpartisipasi dalam pemilu pada tahun 2009.[1] Hal ini sama halnya dengan permasalahan yang diangkat oleh peneliti bahwa keikutsertaan pemilih pemula dalam pemilu legislatif sangat minim.
            Aji Anugraha dengan judul partisipasi pemilih pemula pada tingkat sekolah menengah atas (SMA) pada pemilukada kota tanjung pinang tahun 2012. Hasil penilitian adalah Pemilih pemula yang merupakan bagian dalam proses pemilihan kepala daerah atau pemilihan umum juga mempunyai peran yang penting dalam pergerakan sistem politik.[2] Karena mereka adalah calon penerus yang bakal menggantikan posisi pemerintahan yang sedang berjalan saat ini. Namun pada kenyataannya, parapemilih pemula ini masih rentan akan mempengaruhi pihak luar yang mempunyai keinginan untuk mendapatkan suara mereka, untuk itu perlu adanya sosialisasi yang baik dan tepat dilakukan oleh pihak penyelenggara agar menyentuh hati para pemilih pemula untuk ikut berpartisipasi pada pemilu atau pemilukada.

2.2. Landasan Teoritis.
2.2.1  Teori Pemilu
            Pemilu menurut Joseph Scumpeter[3] adalah salah satu utama dari sebuah demokrasi merupakan suatu konsepsi salah satu konsepsi modern yang menempatkan penyenggaraan pemilih umum yag bebas dan berkala sebagai kriteria utama bagi sebuah sistem politik agar dapat disebutkan sebagai sebuah demokrasi. Pemilu merupakan suatu pecerminan dari sitem demokrasi, dengan dilakukannya pemilu dianggap dapat menyuarakan suara rakyat yang sesungguhnya. Di negara-negara yang demokratis, pemilihan umum merupakan alat untuk memberikan kesempatan kepada rakyat untuk ikut serta mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah dan sistem politik yang berlaku, oleh sebab pemberian suara pada saat pemilihan umum merupakan bentuk partisipasi politik rakyat.[4]
            Pemilu merupakan cara yang paling kuat bagi rakyat untuk partisipasi dalam demokrasi pewakilan modern. Joko Prihatmoko mengutip dalam Journal of Democracy[5], bahwa pemilu disebut “bermakna” apabila memenuhi krikeria, yaiutu keterbukaan, ketepatan, keektifan. Sebagai salah satu sarana demokrasis. Pemilihan umum merupakan salah satu bentuk pendidikan politik yang terbuka dan bersifat massal, sehingga diharapkan dapat berfungsi dalam proses pendewasaan dan pencerdasan pemahaman politik masyarakat. Melalui pemilu akan terwujud suatu inflastruktur dan mekanisme demokrasi serta membangkitkan kesadaran masyarakat mengenai demokrasi. Masyarakat di harapkan pula dapat memahami bahwa fungsi pemilu itu adalah sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat, keabsahan pemerintah, dan pergantian pemerintah secara teratur.[6]
            Pemilu juga merupakan ajang perebutan kekuasaan yang sah dalam demokrasi. Melalui pemilu rakyat mendapatkan kedaulatan yang sepenuhnya. Suara terbesar dari rakyatlah yang akan menentukan pihak mana yang boleh memegang kekuasaan. Namun justru disanalah dilema demokrasi. Ia menjunjung tinggi suara terbanyak, namun meminggirkan pihak minoritas. Pemilu merupakan wahana kompetisi yang mengharuskan adanya pemenang di atas pihak yang kalah.
            Namun pada dasarnya, ada tiga tujuan dari pemilu.[7] Pertama, sebagai mekanisme untuk menyelesi para pemimpin pemerintahan dan alternatif kebijakan umum. Dalam demokrasi, kedaulatan rakyat sangat dijunjung tinggi sehingga dikenal spirit dari, oleh dan untuk rakyat. Dalam sistem demokrasi perwakilan rakyat memiliki kedaulatan penuh aka tetapi pelaksanaan dilakukan oleh wakil-wakilnya melalui lembaga perwakilan atau parlemen. Wakil rakyat tidak bisa sembarang orang. Seseorang yang memilik otoritas ekonomi atau kultural sangat kuat pun tidak layak menjadi wakul rakyat tanpa moralitas, integritas dan akuntabilitas yang memadai. Karena itu diselenggarakan pemilihan umum sebagai mekanisme penyeleksi dan pendelegasian kedaulatan kepada orang atau partai.
            Kedua, pemilu juga merupakan mekanisme memindahkan konflik kepentingan dari masyarakat kepada badan-badan perwakilan rakyat melalui wakil-wakil yang terpilih atau partai yang memenangkan kursi sehingga intergrasi atau kesatuan masyarakat tetap terjamin. Manfaat pemilu ini berkaitan dengan asumsi bahwa masyarakat memiliki kepentingan yang berbeda-beda dan bahkan saling bertentangan, dan pertentangan itu semestinya diselesaikan melalui proses musyawarah.

Ketiga, pemilu merupaka sarana memobilisasi, menggerakan atau menggalang dukungan rakyat terhadapat proses politik. Hal yang terakhir ini semakin urgen, karena belakangan masyarakat mengalami semacam alienasi dari proses mengambilan kebijakan. Atau, ada jarak yang lebar antara proses pengambilan kebijakan dan kepentingan elit dengan aspirasi ditingakt akat rumput yang setiap saat bisa mendorong ketidakpercayaan terhadap partai politik dan pemerintah. 


[1] Syafrika henri, et.al (2009)
[2] Aji Anugraha (2013) Partisipasi politik pemilih pemula tingkat SMA pada pemilukada tanjung pinang 2012. FISIP. Universitas Maritin Raja Ali Haji Tanjung Pinang. Skripsi
[3]  Joseph Scumpeter, Capitalusm, Socialsm, and Democracy, New Nork: Jarper., 1947
[4] Sudijono, Sastroatmodjo, Perilaku Politik, Semarang: IKIP, Semarang Press, 1995, hal  7
[5] Elkit, J dan Sevenson, Journal Of Democracy, Page 8 dalam prihatmoto, Joko J. Mendemokratiskan Pemilu, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008.
[6] Syamsuddin Haris. Mengugat Pemilihan Umum Orde Baru, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1988, hal; 152
[7] Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Grasindo, Jakarta, 1992 hal 181-182

0 comments: