Tuesday, August 23, 2016

PEMERINTAHAN SERAMBI MEKAH YANG DIPENUHI KONFLIK


Aceh atau yang kini disebut Nanggroe Aceh Darussalam merupakan sebuah Daerah Istimewa yang terletak di ujung Pulau Sumatra. Tepatnya terletak di barat laut Sumatra dengan kawasan seluas 57,365.57 km per segi. Aceh dikelilingi oleh Selat Melaka di sebelah utara, Provinsi Sumatera Utara di timur dan Samudera Hindia di selatan dan barat. Ibukota Aceh adalah Banda Aceh yang dulunya dikenali sebagai ‘Kutaradja’. Aceh sendiri sering mendapat julukan sebagai Serambi Mekkah.Sejak jaman pemerintahan Soekarno, Aceh sudah mengalami konflik. Pemberontakan yang dipimpin Daud Beureueh (gubernur Aceh saat itu) menginginkan agar Aceh lepas dari Indonesia. Konflik ini berakhir hingga tahun 1962. Meski demikian keadaan ekonomi masyarakat di Aceh tidak ada perbaikan. Empat belas tahun kemudian, Teungku Hasan Muhammad di Tiro mendeklarasikan kemerdekaan Aceh tepatnya pada tanggal 4 Desember 1976. Disinyalir, karena banyaknya sumber daya alam yang dimiliki Aceh, maka terjadilah pemberontakan oleh GAM. Inilah awal dari konflik berkepanjangan antara pemerintah RI dan GAM.
Perjuangan Hasan di Tiro dan kawan-kawannya di dalam GAM hanya berlangsung tiga tahun. Setelah itu, Aceh dikuasi oleh Militer. Dalam perjalanan pemerintahannya, Aceh selalu mengalami konflik antara pemerintah RI dan GAM. Ini terjadi pada saat pemerintahan Soeharto. Tahun 1989, Aceh ditetapkan sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) dan akhirnya berlangsung selama 10 tahun. Operasi oleh TNI ini banyak memakan korban. Banyaknya kasus pelanggaran HAM selama DOM banyak yang tidak tertangani hingga sekarang. Setelah Soeharto lengser, issue lepasnya Aceh dari Negara Kesatuan Republik Indonesia kembali berdengung. Referendum mulai digemakan Pasca reformasi, di Aceh banyak sekali muncul gerakan-gerakan masyarakat melalui lembaga-lembaga untuk memperjuangkan keinginan agar lepas dari Indonesia. Situasi semakin tidak terkendali, banyak sekali bentrokan dan kontak sejata. Ini terjadi sekitar tahun 2002. Pada tanggal 9 Desember 2002 pihak GAM dan Indonesia menandatangani perjanjian perdamaian di Jenewa. Konflik sedikit mereda, namun tetap saja terjadi konflik Namun, proses perundingan tersebut akhirnya gagal karena ada pihak yang tidak melaksanakan perjanjian sesuai dengan kesepakatan. Oleh karena itu, para juru runding GAM ditangkap. Darurat militer kemudian dimulai pada tanggal 19 Mei 2003. Ribuan personil TNI/Polri dikirim kembali ke Aceh, untuk menumpas GAM. Satu tahun Darurat Militer, ribuan orang meninggal baik dari pihak TNI maupun GAM. Tanggal 19 Mei 2004 dilakukan Darurat Sipil. Keadaan tidak berubah, masih saja terjadi konflik dan kontak senjata, ribuan orang kembali menjadi korban bahkan di kalangan sipil.

            Bencana gempa dan tsunami kemudian melanda Aceh. Ratusan ribu orang menjadi korban. Status darurat sipil akhirnya tenggelam karena orang tak lagi memikirkan konflik tetapi pembangunan pasca bencana. Di saat sedang membangun, tanggal 19 Mei 2005 Aceh berubah status, yakni menjadi tertib sipil. Presiden SBY terus mencari cara agar perjanjian perdamaian untuk Aceh dapat dilaksanakan. Maka pada Agustus 2005 diadakanlah perundingan antara RI dan GAM di Helsinski, Finlandia dengan difasilitasi oleh Crisis Management Initiative (CMI). Sejak saat itu, kontak senjata sudah sangat kecil terjadi. Pelucutan senjata dan penarikan tentara sudah dilaksanakan sebagai implementasi dari MoU.2 Setelah 30 tahun konflik akhirnya Aceh mendapatkan udara kedamaian. Disaat-saat demikian, justru Gubernur Aceh waktu itu, Abdullah Puteh harus dijebloskan ke dalam penjara karena menjadi tersangka kasus korupsi. Meski demikian, masih banyak tugas yang harus dijalankan masyarakat Aceh yakni, melaksanakan politik damai dalam pemerintahan. Salah satu usahanya adalah dengan melaksanakan Pilkada yang diselenggarakan pada tanggal 11 Desember 2006. Pilkada yang diselenggarakan juga berbeda dibandingkan dengan pilkada di daerah lain karena Aceh menggunakan Otonomi Khusus.


0 comments: