Salah satu hal yang penting dalam pengelolaan
manajeman pertahanan adalah bagaimana pengelolaan sumber daya pertahanan
dilakukan dan dipersiapkan. Yang bisa dikategorikan sebagai sumber daya disini
adalah anggaran pertahanan, Sumber Daya manusia dan sumber daya buatan/alam dan
lainnya. Sedangkan istilah yang digunakan Dephan untuk sumber daya pertahanan
dibagi menjadi tiga klasifikasi yaitu pertama, komponen utama; kedua, komponen
cadangan dan ketiga komponen pendukung. Dalam hal ini bagian ini akan menyoroti
dari sisi komponen utama yakni pasukan TNI dan juga soal sumber daya manusia di
Dephan itu sendiri.
Kalau melihat pembinaan komponen utama yang terdiri
dari TNI AD, TNI AL dan TNI AU yang berjumlah 413.729 (AD 317.273, AL 62.556,
AU 33.900).8 Agaknya Dephan mengalami kesulitan dana untuk mewujudkan suatu
tentara yang memiliki kemampuan esensi minimal (minimum essential forces).
Tentara yang profesional yang memenuhi kemampuan esensi minimal di sini bisa diartikan
tentara yang memiliki kemampuan dasar untuk menghadapi ancaman-ancaman spesifik
dengan dilengkapi standar alutsista tertentu dan telah menjalani latihan
militer secara sistematis.9 Persoalannya disini adalah kekuatan alutsista
tentara kita jauh dibawah standar sebagai pasukan profesional.
Dalam Buku Putih 2008, secara jelas bahwa beberapa
peralatan dan transportasi militer diperlukan untuk memenuhi standar kemampuan
esensi minimal tersebut. Sebagai contoh, TNI AL membutuhkan paling tidak 274
kapal berbagai jenis untuk mengawal wilayah laut Indonesia.10 Rencana itu
sangat ambisius, sehingga pengadaan kapal perang tambahan memiliki konsekuensi
berupa naiknya anggaran pembelanjaan alutsista, serta bagaimana penyiapan
sumber daya manusia yang mengawakinya. Tentunya perlu ada suatu perencanaan
jangka panjang yang matang untuk mewujudkan ini, terutama mempersiapkan sumber
daya manusia.
Penambahan alutsista akan terbentur dengan masalah
anggaran, kecuali ada langkah-langkah terobosan yang dapat membuat keseimbangan
penerimaan personel TNI dan juga dari sisi penataan gelar kekuatan TNI. Artinya
pembinaan dan perekrutan personel untuk TNI AL bisa saja menjadi prioritas dari
Dephan untuk membangun angkatan bersenjata yang profesional. Melihat kenyataan
yang ada terutama struktur personel di Dephan dan Mabes TNI, dimana AD masih
sangat dominan dalam bentuk kebijakan maupun orientasinya.11 Sehingga untuk
mewujudkan kekuatan AL yang berdaya pukul efektif masih berupa harapan belaka.
Tetapi hal ini tidak berarti tidak dapat dijalankan. Kesungguhan dari Dephan
untuk mewujudkan ini, tergantung dari sikap pimpinan di Dephan itu sendiri.
Sementara gelar kekuatan TNI, dilihat dari sisi
postur tidak ada perubahan yang banyak dibandingkan sepuluh tahun lalu. Bahkan
dari sisi gelar kekuatan dalam bentuk komando kewilayahan TNI AD, jumlah Kodam
bertambah sejak pasca Orde Baru yaitu dari 10 Kodam menjadi 12 Kodam. Hal ini
menunjukkan bahwa paradigma strategi pertahanan belum berubah padahal disatu
sisi, buku Putih 2008 menyatakan adanya ketimpangan kekuatan militer antara
Jawa dan di laur Jawa, serta mengakui doktrin AD kita sudah jauh tertinggal.
Dalam bagian yang sama dari dokumen itu juga menyatakan Kowil bisa saja
dikembangkan.
0 comments:
Post a Comment