Peluang bagi calon independen maju dalam
Pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) merupakan kesempatan dan peluang
untuk bisa melangkah menjadi pimpinan di daerah di luar jalur politik yang
selama ini menjadi syarat mutlak calon-calon pimpinan kepala daerah harus
mempunyai kenderaan politik dalam melaksanakan persaingan. Calon independen dianggap
sebagai rival partai politik. Soal kalah atau menang calon independen dalam Pemilukada
dalam suatu kota/kabupaten bukan hal yang penting, karena yang paling urgen dalam
konteks konsolidasi dan penguatan nilai-nilai demoraksi di tingkat lokal adalah
keberadaan calon dari jalur independen di masa depan yang diharapkan bisa
memperbaiki sistem rekrutmen parpol yang hanya berdasarkan kekuatan uang bukan
pemberdayaan konstituen atau kekuatan figur calon.
Disamping
memang calon dari jalur independen biasanya paling sedikit interest kepentingan
pribadi atau kelompok dibandingkan dengan calon dari jalur partai politik
(parpol) yang harus mengakomodasi kepentingan banyak partai politik (parpol)
pengusung. Sehingga calon independen akan lebih fokus dalam melaksanakan
tugas-tugasnya tanpa harus dibebani berbagai kepentingan pragmatis partai
politik (parpol) pengusung yang sudah pasti akan menganggu tugas pokoknya
sebagai kepala daerah bila telah terpilih nantinya.
Pertanyaan
akhir adalah, apakah memang masyarakat sudah menganggap bahwa pilihan terhadap
pasangan dari jalur independen adalah yang terbaik figurnya dibandingkan dengan
pasangan dari jalur parpol dari segi kualitas, kapabilitas, integritas dan
program yang ditawarkan? Atau sebaliknya ketika calon independen memenangi
pemilihan umum kepala daerah, ternyata hegemoni partai politik berpengaruh
besar terhadap komitmen mereka untuk tetap berada di jalur independen atau
sebalikya.
Dalam suasana demokrasi
persaingan dan perbedaan pendapat dalam masyarakat merupakan hal yang wajar –
wajar saja. Jika adanya tekanan-tekanan partai politik tehadap calon independen
untuk mengoyang kekuasaan dan calon independen terpengaruh terhadap tekanan-tekanan
tersebut bahkan berpihak terhadap partai politik untuk mempertahankan kekuasaan,
apalagi berkaitan masa jabatan yang tidak mungkin bisa dipertahankan dan dengan
berbagai pertimbangan baik pertimbangan politik, hukum dan pertimbangan
lainnya.
Dengan
berbagai pertimbangan yang dijustifikasi, pasangan independen telah melakukan
kemunafikan politik. Mereka mengkhianati mandat pemilihnya dengan menjadi anggota
partai politik, yang akan digunakan dalam pemilihan umum kepala daerah
berikutnya. Pengkhianatan ini menyakitkan para pemilihnya. Kepercayaan warga
negara terhadap pemimpinnya berada dalam titik nadir. Perkembangan partisipasi
politik aktif yang kemudian terjadi adalah apatisme dan pesimisme untuk ikut
serta secara aktif memajukan kehidupa demokrasi. Ini menjadi pembukitan dan
anti klimaks bahwa dominasi partai politik sampai kapanpun tidak akan
tergoyahkan.
0 comments:
Post a Comment