Saturday, August 20, 2016

Pergeseran Pola Interaksi dan Pendekatan dalam Politik Internasiona

Munculnya Isu Ekonomi
Sekurang-kurangnya ada dua peristiwa besar di dunia yang mendorong munculnya isu ekonomi dalam perpolitikan global. Dua peristiwa tersebut adalah berakhirnya Perang Dunia Kedua dan Perang Dingin.
Sebenarnya, dimensi ekonomi telah muncul dalam politik internasional sejak terjadinya Revolusi Industri di Benua Eropa dan Amerika tahun 1830an dan 1850an. Selama revolusi berjalan, interaksi ekonomi antar negara Eropa bukan bersifat kerja sama tetapi lebih mengarah pada persaingan untuk memenuhi kebutuhan akan bahan baku bagi industri-industri militer mereka. Revolusi Industri menyebabkan terjadinya perlombaan senjata di Daratan Eropa yang mengakibatkan pecahnya Perang Dunia Pertama dan berlanjut hingga Perang Dunia Kedua. Selama dua kali perang besar tersebut, masalah ekonomi jauh tertinggal di belakang. Masalah politik kekuasaan dan kekuatan militer lebih mendominasi percaturan politik internasional saat itu.
Berakhirnya Perang Dunia Kedua membawa perubahan dalam pola interaksi antar negara dalam hubungan internasional. Pemupukan kekuatan militer selama perang berlangsung baik disadari maupun tidak telah menyerap alokasi sumber-sumber ekonomi yang sangat besar. Berakhirnya Perang Dunia Kedua ditandai dengan kehancuran ekonomi yang cukup parah bagi negara-negara yang terlibat perang. Keinginan untuk bangkit dan membangun kembali keutuhan wilayah ternyata tidak bisa terselesaikan hanya dengan pendekatan politik.
Daratan Eropa yang merupakan pusat politik internasional lumpuh total akibat perang ini. Kekalahan fasisme telah memporak-porandakan ekonomin Jerman dan Jepang. Begitu pula halnya dengan pihak Barat yang menjadi pemenang perang, kecuali Amerika Serikat, harus merasakan masalah kehancuran ekonomi politik yang sama. Inggris harus kehilangan dominasinya dalam politik internasional dan harus mengakui kemunculan Amerika Serikat sebagai super power baru dalam politik internasional.
Disinilah titik awal semakin mengglobalnya permasalahan ekonomi dalam politik internasional. Selama periode Perang Dunia Kedua, dalam pertemuan di New Jersey tahun 1943 dibentuk suatu sistem yang merancang pelaksanaan liberalisasi perdagangan antar negara, yang dikenal dengan Bretton Woods System. Sistem ini dilengkapi dengan alat tukar internasional yang disebut dengan Special Drawing Rights (SDR). Akan tetapi krisis ekonomi 1970an menyebabkan sistem ini tidak populer dan hampir seluruh negara di dunia terutama Amerika Serikat dan negara-negara Eropa Barat kembali menjadi proteksionis.
Di Eropa sendiri, upaya pemulihan ekonomi pasca perang membangkitkan semangat persatuan untuk menjalin kerjasama ekonomi. Ide kerja sama ekonomi yang digagas oleh Presiden Perancis de Gaulle dan Menteri Luar Negeri Perancis Robert Schuman diwujudkan dalam pembentukan Komunitas Besi dan Baja Eropa (European Coal and Steel Community / ECSC) dalam Traktat Paris tahun 1951. Dalam komunitas ini, Perancis berhasil menyatukan negaranya bersama dengan Jerman Barat, Italia, Belanda, Belgia dan Luxemburg dalam Pasar Bebas Besi dan Baja.
Upaya pembangunan ekonomi seusai Perang Dunia Kedua kembali tenggelam ketika Uni Soviet berhasil membangun kembali negaranya yang hancur dalam Perang Dunia Kedua. Kebangkitan Uni Soviet dengan ideologi komunisnya berhasil menyaingi kekuatan Amerika Serikat yang pada saat itu menjadi negara adi kuasa tunggal dengan ideologi liberal kapitalisnya. Kekhawatiran Amerika Serikat akan menyebarnya pengaruh Komunisme Soviet ke Eropa Barat mengharuskan Amerika Serikat merangkul negara-negara tersebut untuk bersama-sama membendung menyebarnya pengaruh komunisme. Melalui containtment policy pada masa Presiden Harry S. Truman, Amerika Serikat berusaha menghadapi penyebaran komunisme di Eropa melalui dua cara, yaitu pembendungan di bidang ekonomi melalui Marshall Aid (1946) yang bertujuan membantu pemulihan ekonomi negara-negara Eropa Barat; dan pembendungan di bidang politik keamanan dengan membentuk pakta pertahanan North Atlantic Treaty Organization (NATO) tahun 1947 yang bertujuan menangkal komunis dengan kekuatan militer.
Pertentangan dan perebutan wilayah pengaruh Amerika Serikat dan Uni Soviet ini menimbulkan Perang Dingin dalam politik internasional. Selama Perang Dingin berlangsung, dunia selalu diwarnai pertentangan ideologi antar dua kutub, yaitu Barat (liberalisme) dan Timur (komunisme). Persaingan memperluas wilayah pengaruh ideologi ke seluruh penjuru dunia yang disertai dengan peningkatan kekuatan militer dengan menggunakan senjata nukllir oleh kedua blok berakhir dengan dengan runtuhnya komunisme Soviet sebagai aktor utama blok Timur tahun 1992.
Berakhirnya Perang Dingin memperlihatkan kenyataan bahwa konflik idoelogi tidak lagi relevan dalam politik internasional. Isu sentral yang munculkemudian adalah persoalan-persoalan ekonomi yang muncul seiring dengan meningkatnya interdependensi global antar negara dan regionalisme ekonomi. Hampir di setiap belahan bumi terdapat blok ekonomi yang menyebutkan identitas regionalnya seperti European Economic Community (EEC), Latin America Free Trade Area (LAFTA), North Amerika Free Trade Area (NAFTA), Asean Free Trade Area (AFTA), Asia Pasific Economic Cooperation (APEC), dan lain-lain. Di samping itu dibentuk pula organisasi atau lembaga internasional baik yang bersifat resmi maupun tidak resmi untuk mengatur jalannya sistem perekonomian global tersebut, yaitu: World Trade Organization (WTO), International Monetary Fund (IMF), International Bank for Reconstruction and Development (IBRD), Organization Petroleum Exporting Countries (OPEC), Organization for Economic and Development (OECD), dan lain-lain.
Menurut John Mersheimer, pola pergeseran konflik dan kerjasama politik yang didorong faktor ideologi selama Perang Dingin ke arah kerja sama dan konflik ekonomi pasca Perang Dingin bukanlah suatu yang sederhana. Keberhasilan kerjasama ekonomi dari sistem internasional yang kapitalis dan mengutamakan pemerintahan yang demokratis di negara-negara Barat yang telah diraih pasca Perang Dingin tidak lepas dari adanya common threat (ancaman bersama), yaitu ancaman komunisme selama 45 tahun dalam era Perang Dingin. Lenyapnya faktor ancaman bersama akan memperlihatkan kelemahan perkembangan dan kerja sama ekonomi yang ada, termasuk penanganan keterkaitan independensi ekonomi yang menjadi gejala utama di hampir setiap kawasan dunia (Djafar, 1996: 36).
Salah satu indikasi yang dapat dijadikan tolok ukur bahwa telah terjadi pergeseran dari paradigma ideologi politik sebelum dan dalam periode Perang Dingin ke paradigma ekonomi adalah pertumbuhan-pertumbuhan blok-blok regional. Sampai dengan Perang Dingin, blok-blok yang bermunculan lebih bersifat kerja sama militer dan didasarkan pada ideologi, seperti NATO (1948), Pakta Warsawa (1955), Pakta Baghdad (1967), ANZUS (1951), dan sebagainya. Sedagkan pasca Perang Dingin, muncul blok-blok ekonomi dan perdagangan seperti APEC (1989), NAFTA (1992), Uni Eropa (1992), dan AFTA (1992, efektif berlaku 2010).
Pergeseran dari pendekatan ideologi ke pendekatan ekonomi membawa implikasi lebih lanjut. Meningkatnya interaksi ekonomi antarbangsa dalam bentuk perdagangan internasional memunculkan aktor-aktor non-negara seperti perusahaan multi nasional (Multi National Corporations/MNCs). Keberadaan aktor-aktor non-negara ini secara perlahan telah menggantikan peran utama negara sebagai aktor dominan dalam politik dan hubungan internasional sehingga terjadi perubahan dari state power era menjadi non-state era.


0 comments: