Sunday, August 14, 2016

Konsep Korupsi


Korupsi sudah lama berkembang yang berada dimanapun ternyata tidak datang begitu saja, dan keberadaannya sudah mengalami proses pembelajaran yang cukup lama artinya bahwa korupsi sering kali terjadi secara sistematis dan sering kali dilakukan dengan rekayasa yang sempurna dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang terus berkembang.
Dalam program anti korupsi global yang ditranspalantasi menunjukkan pengaruh yang kuat untuk membasmi korupsi dengan adanya upaya yang bisa dikatakan mengekspresikan perlawanan balik dari mereka yang merasa terganggu atas kepentingannya. Beberapa komisi seperti Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan, Komisi Kepolisian sering kali menemui hambatan-hambatan dalam menjalankan fungsi pengawasannya. Meskipun kinerja kelembagaan anti korupsi tersebut belum menunjukkan kinerja yang maksimal, akan tetapi jika tidak adanya kemauan politik yang kuat dalam melakukan perubahan untuk menuj kemakmuran masyarakat luas. Di dalam suatu negara yang diwarnai korupsi politik dan birokrasi, memang sulit untuk mengharapkan pada lembaga tersebut yang tingkat birokrasinya teramat tinggi serta tidak adanya kemauan politik untuk membasmi korupsi, sumber utamnya terletak pada adanya pembiayaan politik dan birokrasi di tingkat atas.
Dengan kata lain, praktek korupsi secara konsisten sudah terjadi sejak dahulu sebelum diterapkan. Dalam konsep korupsi dan munculnya aktor-aktor dari masyarakat yang secara konsisten mendorong dan menuntut agar kasus-kasus tersebut dapat diselesaikan.
Mengutip dari buku yang berjudul “Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”, yang ditulis oleh Darwan Prints S.H, dalam buku tersebut dijelaskan mengenai konsep-konsep korupsi yaitu :
1.      Secara melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi.
2.      Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, atau orang lain, atau korporasi yang menyalahgunakan wewenang, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
3.      Memberi hadiah atau janji kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya.
4.      Percobaan, memberikan bantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan pidana korupsi.
5.      Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
6.      Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (Darwan Prints, 2002:76).



Faktor-Faktor Penyebab Korupsi
Darwan Prints, S.H memberikan pendapatnya dalam buku Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memberikan penjelasan mengenai faktor-faktor penyebab korupsi diantaranya :
1.      Tanggung jawab profesi, moral, dan sosial yang rendah.
2.      Sanksi yang lemah penerapan hukum yang tidak konsisten dari institusi penegak hukum, intitusi pemeriksa yang tidak bersih/independen.
3.      Randahnya disiplin/kepatuhan terhadap peraturan.
4.      Kehidupan yang konsumtif, boros dan serakah (untuk memperkaya diri).
5.      Lemahnya pengawasan berjenjang (internal) dalam pelaksanaan tugas/pekerjaan.
6.      Kurangnya keteladanan dari atasan/pimpinan.
7.      Wewenang yang besar tidak dikuti evaluasi program kerja.
8.      Lemahnya pengawan eksternal.
9.      Belum efektifnya pengawasan masyarakat lembaga legislatif.
10.  Peraturan tidak jelas.
11.  Budaya memberi upeti/tips.
12.  Pengaruh lingkungan sosial.
13.  Penghasilan yang rendah dibandingkan dengan kehidupan hidup yang layak.
14.  Sikap permisif/serba membolehkan dalam masyarakat, dan sungkan untuk saling mengingatkan.
15.  Rendahnya kepedulian terhadap kehidupan masyarakat.
16.  Lemahnya penghayatan dan pengamalan agama (Prints, 2002: 80).

Dikutip dari buku KPK in Action yang ditulis oleh Diana Napitupulu yang menjelaskan mengenai penyebab korupsi antara lain :
1.      Rangkap Jabatan.
2.      Memandang publik sebagai pelayan.
3.      Birokrasi yang besar.
4.      Besarnya kekuasaan yang dipegang.
5.      Otonomi Daerah.
6.      Tidak sempurnanya sistem peradilan.
7.      Sistem pengadaan barang dan jasa yang belum sempurna.
8.      Keserakahan dan kesempatan (Napitupulu, 2010: 27-38).

Korupsi dalam Hukum Internasional
Tindak pidana korupsi merupakan ancaman terhadap prinsip-prinsip demokrasi, yang menjunjung tinggi transparansi, akuntanbilitas, dan integritas, serta keamanan dan stabilitas politik maupun ekonomi suatu negera. Tindak pidana korupsi dapat merusak nilai-nilai demokrasi, etika, dan keadilan serta mengacaukan pembangunan berkelanjutan, penegakan hukum, dikarenakan korupsi berhubungan dengan bentuk-bentuk kejahatan lain, khususnya kejahatan yang terorganisir dan kejahatan ekonomi, termasuk pencucian uang dengan adanya kasus-kasus korupsi yang melibatkan jumlah aset yang besar yang dapat merugikan sumber daya negara, dan dapat mengancam stabilitas politik dan pembangunan nasional negara tersebut.
Oleh karena korupsi merupakan tindak pidana yang bersifat sistematik dan merugikan pembangunan berkelanjutan yang tidak dapat dikatakan permasalahan suatu bangsa saja akan tetapi sudah menjadi permasalahan internasional sehingga memerlukan langkah-langkah pencegahan dan pemberantasan yang bersifat menyeluruh, sistematis, dan berkesinambungan baik pada tingkat nasional maupun tingkat internasional. Dalam melaksanakan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang efisien dan efektif diperlukan dukungan manajemen tata pemerintahan yang baik dan kerjasama internasional, dalam mengembalikan aset-aset yang berasal dari tindak pidana korupsi (http://www.kpk.go.id/modules/edito/doc/kumpulan_uu.pdf, diakses pada 12 Agustus 2016).



0 comments: