Korupsi
sudah lama berkembang yang berada dimanapun ternyata tidak datang begitu saja,
dan keberadaannya sudah mengalami proses pembelajaran yang cukup lama artinya
bahwa korupsi sering kali terjadi secara sistematis dan sering kali dilakukan
dengan rekayasa yang sempurna dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang
terus berkembang.
Dalam
program anti korupsi global yang ditranspalantasi menunjukkan pengaruh yang
kuat untuk membasmi korupsi dengan adanya upaya yang bisa dikatakan mengekspresikan
perlawanan balik dari mereka yang merasa terganggu atas kepentingannya.
Beberapa komisi seperti Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan, Komisi Kepolisian
sering kali menemui hambatan-hambatan dalam menjalankan fungsi pengawasannya.
Meskipun kinerja kelembagaan anti korupsi tersebut belum menunjukkan kinerja
yang maksimal, akan tetapi jika tidak adanya kemauan politik yang kuat dalam
melakukan perubahan untuk menuj kemakmuran masyarakat luas. Di dalam suatu
negara yang diwarnai korupsi politik dan birokrasi, memang sulit untuk
mengharapkan pada lembaga tersebut yang tingkat birokrasinya teramat tinggi
serta tidak adanya kemauan politik untuk membasmi korupsi, sumber utamnya
terletak pada adanya pembiayaan politik dan birokrasi di tingkat atas.
Dengan
kata lain, praktek korupsi secara konsisten sudah terjadi sejak dahulu sebelum
diterapkan. Dalam konsep korupsi dan munculnya aktor-aktor dari masyarakat yang
secara konsisten mendorong dan menuntut agar kasus-kasus tersebut dapat
diselesaikan.
Mengutip
dari buku yang berjudul “Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”, yang ditulis
oleh Darwan Prints S.H, dalam buku tersebut dijelaskan mengenai konsep-konsep
korupsi yaitu :
1. Secara
melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi.
2. Dengan
tujuan menguntungkan diri sendiri, atau orang lain, atau korporasi yang
menyalahgunakan wewenang, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara.
3. Memberi
hadiah atau janji kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya.
4. Percobaan,
memberikan bantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan pidana korupsi.
5. Memberi
atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara dengan maksud supaya
berbuat atau tidak berbuat dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya.
6. Memberi
atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (Darwan Prints, 2002:76).
Faktor-Faktor Penyebab Korupsi
Darwan
Prints, S.H memberikan pendapatnya dalam buku Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi memberikan penjelasan mengenai faktor-faktor penyebab korupsi
diantaranya :
1. Tanggung
jawab profesi, moral, dan sosial yang rendah.
2. Sanksi
yang lemah penerapan hukum yang tidak konsisten dari institusi penegak hukum,
intitusi pemeriksa yang tidak bersih/independen.
3. Randahnya
disiplin/kepatuhan terhadap peraturan.
4. Kehidupan
yang konsumtif, boros dan serakah (untuk memperkaya diri).
5. Lemahnya
pengawasan berjenjang (internal) dalam pelaksanaan tugas/pekerjaan.
6. Kurangnya
keteladanan dari atasan/pimpinan.
7. Wewenang
yang besar tidak dikuti evaluasi program kerja.
8. Lemahnya
pengawan eksternal.
9. Belum
efektifnya pengawasan masyarakat lembaga legislatif.
10. Peraturan
tidak jelas.
11. Budaya
memberi upeti/tips.
12. Pengaruh
lingkungan sosial.
13. Penghasilan
yang rendah dibandingkan dengan kehidupan hidup yang layak.
14. Sikap
permisif/serba membolehkan dalam masyarakat, dan sungkan untuk saling
mengingatkan.
15. Rendahnya
kepedulian terhadap kehidupan masyarakat.
16. Lemahnya
penghayatan dan pengamalan agama (Prints, 2002: 80).
Dikutip
dari buku KPK in Action yang ditulis oleh Diana Napitupulu yang menjelaskan
mengenai penyebab korupsi antara lain :
1. Rangkap
Jabatan.
2. Memandang
publik sebagai pelayan.
3. Birokrasi
yang besar.
4. Besarnya
kekuasaan yang dipegang.
5. Otonomi
Daerah.
6. Tidak
sempurnanya sistem peradilan.
7. Sistem
pengadaan barang dan jasa yang belum sempurna.
8. Keserakahan
dan kesempatan (Napitupulu, 2010: 27-38).
Korupsi dalam Hukum Internasional
Tindak
pidana korupsi merupakan ancaman terhadap prinsip-prinsip demokrasi, yang
menjunjung tinggi transparansi, akuntanbilitas, dan integritas, serta keamanan
dan stabilitas politik maupun ekonomi suatu negera. Tindak pidana korupsi dapat
merusak nilai-nilai demokrasi, etika, dan keadilan serta mengacaukan
pembangunan berkelanjutan, penegakan hukum, dikarenakan korupsi berhubungan
dengan bentuk-bentuk kejahatan lain, khususnya kejahatan yang terorganisir dan
kejahatan ekonomi, termasuk pencucian uang dengan adanya kasus-kasus korupsi
yang melibatkan jumlah aset yang besar yang dapat merugikan sumber daya negara,
dan dapat mengancam stabilitas politik dan pembangunan nasional negara
tersebut.
Oleh
karena korupsi merupakan tindak pidana yang bersifat sistematik dan merugikan
pembangunan berkelanjutan yang tidak dapat dikatakan permasalahan suatu bangsa
saja akan tetapi sudah menjadi permasalahan internasional sehingga memerlukan
langkah-langkah pencegahan dan pemberantasan yang bersifat menyeluruh,
sistematis, dan berkesinambungan baik pada tingkat nasional maupun tingkat
internasional. Dalam melaksanakan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
korupsi yang efisien dan efektif diperlukan dukungan manajemen tata pemerintahan
yang baik dan kerjasama internasional, dalam mengembalikan aset-aset yang
berasal dari tindak pidana korupsi (http://www.kpk.go.id/modules/edito/doc/kumpulan_uu.pdf,
diakses pada 12 Agustus 2016).
0 comments:
Post a Comment