Dalam
fase formulasi kebijakan publik, realitas politik yang melingkupi proses
pembuatan kebijakan publik tidak boleh dilepaskan dari fokus kajiannya. Sebab
bila kita melepaskan kenyataan politik dari proses pembuatan kebijakan publik,
maka jelas kebijakan publik yang dihasilkan itu akan miskin aspek lapangannya.
Sebuah produk kebijakan publik yang miskin aspek lapangannya itu jelas akan
menemui banyak persoalan pada tahap penerapan berikutnya. Dan yang tidak boleh
dilupakan adalah penerapannya dilapangan dimana kebijakan publik itu hidup
tidaklah pernah steril dari unsur politik.
Fadillah
(2001) menyatakan formulasi kebijakan publik adalah langkah yang paling awal
dalam proses kebijakan publik secara keseluruhan, oleh karena apa yang terjadi pada
tahap ini akan sangat menentukan berhasil tidaknya kebijakan publik yang dibuat
itu pada masa yang akan datang. Oleh sebab itu perlu adanya kehati-hatian lebih
dari para pembuat kebijakan ketika akan melakukan formulasi kebijakan publik
ini. Yang harus diingat pula adalah bahwa formulasi kebijakan publik yang baik
adalah formulasi kebijakan publik yang berorientasi pada implementasi dan
evaluasi. Sebab seringkali para pengambil kebijakan beranggapan bahwa formulasi
kebijakan yang baik itu adalah sebuah uraian konseptual yang sarat dengan
pesan-pesan ideal dan normatif, namun tidak membumi. Padahal sesungguhnya
formulasi kebijakan publik yang baik itu adalah sebuah uraian atas kematangan
pembacaan realitas sekaligus alternatif solusi yang fisibel terhadap realitas
tersebut. Kendati pada akhirnya uraian yang dihasilkan itu tidaksepenuhnya
presisi dengan nilai ideal normatif, itu bukanlah masalah asalkan uraian atas
kebijakan itu presisi dengan realitas masalah kebijakan yang ada dilapangan.
Solichin
menyebutkan, bahwa seorang pakar dari Afrika, Chief J.O. Udoji (1981) merumuskan
secara terperinci pembuatan kebijakan negara dalam hal ini adalah formulasi
kebijakan sebagai :
“The whole
process of articulating and defining problems, formulating possible solutions
into political demands, chenelling those demands into the political system,
seeking sanctions or legitimation of the preferred course of action, legitimation
and implementation, monitoring and review (feedback)”
(Keseluruhan proses yang menyangkut
pengartikulasian dan pendefinisian masalah, perumusan kemungkinan-kemungkinan
pemecahan masalah dalam bentuk tuntutantuntutan politik, penyaluran
tuntutan-tuntutan tersebut kedalam sistem politik, pengupayaan pemberian
sanksi-sanksi atau legitimasi dari arah tindakan yang dipilih, pengesahan dan
pelaksanaan/implementasi monitoring dan peninjauan kembali (umpan balik).
Menurut pendapatnya, siapa yang berpartisipasi dan apa peranannya dalam proses
tersebut untuk sebagian besar akan tergantung pada struktur politik pengambilan
keputusan itu sendiri. (Wahab, 2004:17).
Untuk lebih jauh memahami bagaimana formulasi
kebijakan publik itu, maka fadillah (2001) menyatakan ada empat hal yang
dijadikan pendekatan-pendekatan dalamformulasi kebijakan publik dimana sudah
dikenal secara umum oleh khalayak kebijakan publik yaitu :
a. Pendekatan Kekuasaan dalam pembuatan Kebijakan Publik
b. Pendekatan Rasionalitas dan Pembuatan Kebijakan publik
c. Pendekatan
Pilihan Publik dalam Pembuatan Kebijakan Publik
d. Pendekatan
Pemrosesan Personalitas, Kognisi dan Informasi dalam Formulasi Kebijakan
Publik.
Oleh
sebab itu dalam proses formulasi kebijakan publik ini Fadillah (2001) mengutip
pendapat dari Yezhezkhel Dror yang membagi tahap-tahap proses-proses kebijakan
publik dalam 18 langkah yang merupakan uraian dari tiga tahap besar dalam
proses pembuatan kebijakan publik yaitu :
1.
Tahap
Meta Pembuatan kebijakan Publik (Metapolicy-making
stage):
a.
Pemrosesan
nilai;
b.
Pemrosesan
realitas;
c.
Pemrosesan
masalah;
d.
Survei,
pemrosesan dan pengembangan sumber daya;
e.
Desain,
evaluasi, dan redesain sistem pembuatan kebijakan publik;
f.
Pengalokasian
masalah, nilai, dan sumber daya;
g.
Penentuan
strategi pembuatan kebijakan.
2.
Tahap
Pembuatan Kebijakan Publik (Policy making)
a.
Sub
alokasi sumber daya;
b.
Penetapan
tujuan operasional, dengan beberapa prioritas;
c.
Penetapan
nilai-nilai yang signifikan, dengan beberapa prioritas;
d.
Penyiapan
alternatif-alternatif kebijakan secara umum;
e.
Penyiapan
prediksi yang realistis atas berbagai alternatif tersebut diatas, berikut
keuntungan dan kerugiannya;
f.
Membandingkan
masing-masing alternatif yang ada itu sekaligus menentukan alternatif mana yang
terbaik;
g.
Melakukan
ex-ante evaluation atas alternatif terbaik yang telah dipilih tersebut diatas.
3.
Tahap
Pasca Pembuatan Kebijakan Publik (Post policy-making stage)
a.
Memotivasi
kebijakan yang akan diambil;
b.
Mengambil
dan memutuskan kebijakan publik;
c.
Mengevaluasi
proses pembuatan kebijakan publik yang telah dilakukan;
d.
Komunikasi
dan umpan balik atas seluruh fase yang telah dilakukan.
Analisis
kebijakan dilakukan untuk menciptakan, secara kritis menilai, dan mengkomunikasikan
pengetahuan yang relevan dengan kebijakan dalam satu atau lebih tahap proses
pembuatan kebijakan. Tahap tahap tersebut mencerminkan aktivitas yang terus
berlangsung yang terjadi sepanjang waktu. Setiap tahap berhubungan dengan tahap
yang berikutnya, dan tahap terakhir (penilaian kebijakan) dikaitkan dengan
tahappertama (penyusunan agenda), atau tahap ditengah, dalam lingkaran aktivitas
yang tidak linear. Aplikasi prosedur dapat membuahkan pengetahuan yang relevan
dengan kebijakan yang secara langsung mempengaruhi asumsi, keputusan, dan aksi
dalam satu tahap yang kemudian secara tidak langsung mempengaruhi kinerja
tahap-tahap berikutnya.
0 comments:
Post a Comment