Secara
historis, teori Dependensi lahir atas ketidakmampuan teori Modernisasi
membangkitkan ekonomi negara-negara terbelakang, terutama negara di bagian
Amerika Latin. Secara teoritik, teori Modernisasi melihat bahwa kemiskinan dan
keterbelakangan yang terjadi di negara Dunia Ketiga terjadi karena faktor
internal di negara tersebut. Karena faktor internal itulah kemudian negara
Dunia Ketiga tidak mampu mencapai kemajuan dan tetap berada dalam
keterbelakangan.
Paradigma
inilah yang kemudian dibantah oleh teori Dependensi. Teori ini berpendapat
bahwa kemiskinan dan keterbelakangan yang terjadi di negara-negara Dunia Ketiga
bukan disebabkan oleh faktor internal di negara tersebut, namun lebih banyak
ditentukan oleh faktor eksternal dari luar negara Dunia Ketiga itu. Faktor luar
yang paling menentukan keterbelakangan negara Dunia Ketiga adalah adanya campur
tangan dan dominasi negara maju pada laju pembangunan di negara Dunia Ketiga.
Dengan campur tangan tersebut, maka pembangunan di negara Dunia Ketiga tidak
berjalan dan berguna untuk menghilangkan keterbelakangan yang sedang terjadi,
namun semakin membawa kesengsaraan dan keterbelakangan. Keterbelakangan jilid
dua di negara Dunia Ketiga ini disebabkan oleh ketergantungan yang diciptakan
oleh campur tangan negara maju kepada negara Dunia Ketiga. Jika pembangunan
ingin berhasil, maka ketergantungan ini harus diputus dan biarkan negara Dunia
Ketiga melakukan roda pembangunannya secara mandiri.
Ada dua hal
utama dalam masalah pembangunan yang menjadi karakter kaum Marxis Klasik. Pertama,
negara pinggiran yang pra-kapitalis adalah kelompok negara yang tidak dinamis
dengan cara produksi Asia, tidak feodal dan dinamis seperti tempat lahirnya
kapitalisme, yaitu Eropa. Kedua, negara pinggiran akan maju ketika telah
disentuh oleh negara pusat yang membawa kapitalisme ke negara pinggiran
tersebut. Ibaratnya, negara pinggiran adalah seorang putri cantik yang sedang
tertidur, ia akan bangun dan mengembangkan potensi kecantikannya setelah
disentuh oleh pangeran tampan. Pangeran itulah yang disebut dengan negara pusat
dengan ketampanan yang dimilikinya, yaitu kapitalisme. Pendapat inilah yang
kemudian dibantah oleh teori Dependensi.
Bantahan teori
Dependensi atas pendapat kaum Marxis Klasik ini juga ada dua hal. Pertama,
negara pinggiran yang pra-kapitalis memiliki dinamika tersendiri yang berbeda
dengan dinamika negara kapitalis. Bila tidak mendapat sentuhan dari negara
kapitalis yang telah maju, mereka akan bergerak dengan sendirinya mencapai
kemajuan yang diinginkannya. Kedua, justru karena dominasi, sentuhan dan
campur tangan negara maju terhadap negara Dunia Ketiga, maka negara
pra-kapitalis menjadi tidak pernah maju karena tergantung kepada negara maju
tersebut. Ketergantungan tersebut ada dalam format “neo-kolonialisme” yang
diterapkan oleh negara maju kepada negara Dunia Ketiga tanpa harus menghapuskan
kedaulatan negara Dunia Ketiga, (Arief Budiman, 2000:62-63).
Teori
Dependensi kali pertama muncul di Amerika Latin. Pada awal kelahirannya, teori
ini lebih merupakan jawaban atas kegagalan program yang dijalankan oleh ECLA (United
Nation Economic Commission for Latin Amerika) pada masa awal tahun 1960-an.
Lembaga tersebut dibentuk dengan tujuan untuk mampu menggerakkan perekonomian
di negara-negara Amerika Latin dengan membawa percontohan teori Modernisasi
yang telah terbukti berhasil di Eropa.
Teori
Dependensi juga lahir atas respon ilmiah terhadap pendapat kaum Marxis Klasik
tentang pembangunan yang dijalankan di negara maju dan berkembang. Aliran
neo-marxisme yang kemudian menopang keberadaan teori Dependensi ini.
Tentang
imperialisme, kaum Marxis Klasik melihatnya dari sudut pandang negara maju yang
melakukannya sebagai bagian dari upaya manifestasi Kapitalisme Dewasa,
sedangkan kalangan Neo-Marxis melihatnya dari sudut pandang negara pinggiran
yang terkena akibat penjajahan. Dalam dua tahapan revolusi, Marxis Klasik
berpendapat bahwa revolusi borjuis harus lebih dahulu dilakukan baru kemudian
revolusi proletar. Sedangkan Neo-Marxis berpendapat bahwa kalangan borjuis di
negara terbelakang pada dasarnya adalah alat atau kepanjangan tangan dari
imperialis di negara maju. Maka revolusi yang mereka lakukan tidak akan membawa
perubahan di negara pinggiran, terlebih lagi, revolusi tersebut tidak akan
mampu membebaskan kalangan proletar di negara berkembang dari eksploitasi
kekuatan alat-alat produksi kelompok borjuis di negara tersebut dan kaum
borjuis di negara maju.
0 comments:
Post a Comment