Friday, August 19, 2016

Penyelenggaraan Pemilu


Pemilu merupakan implementasi dari salah satu ciri demokrasi dimana rakyat secara langsung dilibatkan, diikutkasertakan didalam menentukan arah dan kebijakan politik Negara untuk lima tahun kedepan. Meski bukan satu-satunya cara menuju masyarakat demokratis. Tetapi dari sinilah pemilu adalah symbol demokrasi.
Menurut AS Hikam (dalam Syamsudin : 1998 : 48) pemilu mempunyai 2 dimensi: Pertama pemilu umumnya dimengerti sebagai sarana bagi perwujudan kedaulatan rakyat, pemilu adalah sarana artikulasi kepentingan warga Negara untuk menentukan wakil-wakil mereka. Maka dalam dimensi ini pemilu merupakan sarana evaluasi dan sekaligus kontrol, baik secara langsung maupun tidak langsung, terhadap pemerintahan dan kebijakan yang dibuatnya. Kedua, yaitu sebagai salah satu sarana untuk memberikan dan memperkuat legitimasi politik pemerintah, sehingga keberadaan, kebijaksanaan dan program-program yang dibuatnya dapat diwujudkan dengan lebih mudah dan mempunyai ikatan sanksi yang kuat. Oleh karena itu kegiatan pemilu menjadi sangat penting baik di Negara maju maupun di Negara berkembang baik untuk kepentingan warga Negara maupun pemerintah yang sedang berkuasa. Bagi warga negara dapat berfungsi untuk mengonontrol perilaku penguasa melalui voting, bagi pemerintah dapat dipergunakan untuk memperkuat otoritas yang dimiliki.
Menurut Pawito (2012 : 36) fungsi pemilu, (1) sebagai prosedur penggantian, (2) pemilu sebagai mekanisme pemilihan pemimpin, (3) pemilu berfungsi sebagai resolusi konflik secara damai (4) pemilu sebagai saluran akses ke kekuasaan.
Selanjutnya menurut Pawito agar pemilu dapat berfungsi sebagai alat yang sah dan representatif, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Beberapa persyaratan yang dimaksud adalah, (1) tidak diskriminatif, (2) adanya pilihan yang bermakna, (3) adanya kebebasan untuk mengetahui dan memperbincangkan pilihan, (4) adanya pemerataan bobot suara semua rakyat, (5) adanya kebebasan untuk memilih dan (6) adanya prosedur pencoblosan dan penghitungan kartu suara, serta laporan hasil suara secara akurat.
Penyelenggaraan pemilu yang dilaksanakan pada masa orde Lama adalah pemilu tahun 1955. Pemilu tahun 1955 menghasilkan 27 parti politik yang memperoleh kursi di DPR. 10 partai besar yang memperoleh kursi di DPR yaitu PNI, Masyumi, NU, PKI, PSII, PARKNDO, Partai katolik, PSI, IPKI, Perti. Selain untuk memperebutkan kursi DPR juga untuk memperebutkan anggota konstituante (M. Gaffar,2013 : 110).
Demokrasi pada waktu itu berkembang secara baik sehingga masyarakat dengan bebas dapat memilih partai yang bertanding secara jujur dan adil. Namun suasana pemerintahan pada waktu itu tidak cukup kuat karena pemimpin politik masing masing berusaha merebut jabatan Perdana Menteri. Kabinet yang dibentuk bahkan sering berganti ganti. Setelah tahun 1955 pemilu baru diadakan lagi ketika rezim sudah berganti menjadi orde baru yakni tahun 1971. Pemilu tahun 1971 diikuti oleh 10 partai politik 5 diantaranya adalah golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pemilu yang ketiga adalah pada tahun 1977 ketika itu dilakukan fusi partai politik menjadi hanya 2, Partai Persatuan pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia dan satu Golongan Karya. Golongan karya selalu menjadi pemenang dalam pemilu yang diadakan selama Orde baru berkuasa yakni tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997. Kejadian ini dapat dimungkinkan, karena pemerintahan Soeharto membuat kebijakan-kebijakan yang sangat mendukung kemenangan Golkar seperti peraturan monoloyalitas PNS.

Pemilu tahun 1999 adalah pemilihan yang dipercepat oleh rezim Baru atau Orde Reformasi PDIP pimpinan Megawati Soekarnoputri berhasil meraih suara terbanyak (sekitar 35 %). Tetapi karena jabatan presiden masih dipilih oleh MPR saat itu, Megawati tidak secara langsung menjadi presiden. Abdurrahman Wahid pemimpim PKB, partai dengan suara terbanyak kedua saat itu, terpilih kemudian sebagai Presiden Indonesia ke 4, Megawati sendiri dipilih Gus Dur sebagai wakil presiden. Sejak itulah pintu demokrasi Indonesia sudah terbuka. Pemilu selanjutnya diadakan pada tahun 2004, pada waktu itu untuk pertama kalinya presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Untuk itulah sejak saat itu juga Indonesia telah mengamalkan demokrasi seperti yang dicita-citakan seluruh bangsa. Pemilu merupakan salah satu tonggak penting yang merepresentasikan kedaulatan rakyat, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada Negara demokrasi tanpa memberikan peluang adanya pemilihan umum yang dilakukan secara sistematik dan berkala. Oleh karenanya pemilu digolongkan juga sebagai elemen terpenting dalam sistem demokrasi. Apabila suatu negara telah melaksanakan proses pemilu dengan baik, transparan, adil, teratur dan berkesinambungan, maka negara tersebut dikatakan sebagai negara yang tingkat kedemokratisannya baik, namun sebaliknya apabila suatu negara tidak melaksanakan pemilu atau tidak mampu melaksanakan pemilunya yang disertai dengan kecurangan maka negara itu pula dinilai sebagai negara yang anti demokrasi (Nurdiansyah, 2013).
Seperti yang dikatakan Nofirman (2013) penyelenggaraan pemilu yang bebas dan berkala menjadi prasyarat system politik demokrasi, karena pemilu merupakan salah satu sarana kedaulatan rakyat dimana rakyat dapat memilih wakil dan pemimpin mereka untuk menjalankan pemerintahan.

Dalam demokrasi, rakyat merupakan aktor penting, dengan kata lain, kesadaran demokrasi dikatakan tinggi bilamana partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu juga tinggi. Dari itu semua maka dapat disimpulkan bahwa manfaat Pemilu : (1) sarana perwujudan kedaulatan rakyat, (2) sarana untuk melakukan pergantian pemimpin secara konstitusional, (3) sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam proses politik.

0 comments: