Pemilu
merupakan implementasi dari salah satu ciri demokrasi dimana rakyat secara
langsung dilibatkan, diikutkasertakan didalam menentukan arah dan kebijakan
politik Negara untuk lima tahun kedepan. Meski bukan satu-satunya cara menuju
masyarakat demokratis. Tetapi dari sinilah pemilu adalah symbol demokrasi.
Menurut
AS Hikam (dalam Syamsudin : 1998 : 48) pemilu mempunyai 2 dimensi: Pertama
pemilu umumnya dimengerti sebagai sarana bagi perwujudan kedaulatan rakyat,
pemilu adalah sarana artikulasi kepentingan warga Negara untuk menentukan
wakil-wakil mereka. Maka dalam dimensi ini pemilu merupakan sarana evaluasi dan
sekaligus kontrol, baik secara langsung maupun tidak langsung, terhadap
pemerintahan dan kebijakan yang dibuatnya. Kedua, yaitu sebagai salah satu sarana
untuk memberikan dan memperkuat legitimasi politik pemerintah, sehingga
keberadaan, kebijaksanaan dan program-program yang dibuatnya dapat diwujudkan
dengan lebih mudah dan mempunyai ikatan sanksi yang kuat. Oleh karena itu
kegiatan pemilu menjadi sangat penting baik di Negara maju maupun di Negara
berkembang baik untuk kepentingan warga Negara maupun pemerintah yang sedang
berkuasa. Bagi warga
negara dapat berfungsi untuk mengonontrol perilaku penguasa melalui voting, bagi
pemerintah dapat dipergunakan untuk memperkuat otoritas yang dimiliki.
Menurut
Pawito (2012 : 36) fungsi pemilu, (1) sebagai prosedur penggantian, (2) pemilu
sebagai mekanisme pemilihan pemimpin, (3) pemilu berfungsi sebagai resolusi
konflik secara damai (4) pemilu sebagai saluran akses ke kekuasaan.
Selanjutnya
menurut Pawito agar pemilu dapat berfungsi sebagai alat yang sah dan
representatif, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Beberapa
persyaratan yang dimaksud adalah, (1) tidak diskriminatif, (2) adanya pilihan
yang bermakna, (3) adanya kebebasan untuk mengetahui dan memperbincangkan
pilihan, (4) adanya pemerataan bobot suara semua rakyat, (5) adanya kebebasan
untuk memilih dan (6) adanya prosedur pencoblosan dan penghitungan kartu suara,
serta laporan hasil suara secara akurat.
Penyelenggaraan
pemilu yang dilaksanakan pada masa orde Lama adalah pemilu tahun 1955. Pemilu
tahun 1955 menghasilkan 27 parti politik yang memperoleh kursi di DPR. 10
partai besar yang memperoleh kursi di DPR yaitu PNI, Masyumi, NU, PKI, PSII,
PARKNDO, Partai katolik, PSI, IPKI, Perti. Selain untuk memperebutkan kursi DPR
juga untuk memperebutkan anggota konstituante (M. Gaffar,2013 : 110).
Demokrasi
pada waktu itu berkembang secara baik sehingga masyarakat dengan bebas dapat
memilih partai yang bertanding secara jujur dan adil. Namun suasana
pemerintahan pada waktu itu tidak cukup kuat karena pemimpin politik masing
masing berusaha merebut jabatan Perdana Menteri. Kabinet yang dibentuk bahkan
sering berganti ganti. Setelah tahun 1955 pemilu baru diadakan lagi ketika
rezim sudah berganti menjadi orde baru yakni tahun 1971. Pemilu tahun 1971
diikuti oleh 10 partai politik 5 diantaranya adalah golongan Karya, Nahdlatul Ulama,
Parmusi, Partai Nasional Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pemilu
yang ketiga adalah pada tahun 1977 ketika itu dilakukan fusi partai politik
menjadi hanya 2, Partai Persatuan pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia
dan satu Golongan Karya. Golongan karya selalu menjadi pemenang dalam pemilu
yang diadakan selama Orde baru berkuasa yakni tahun 1971, 1977, 1982, 1987,
1992, 1997. Kejadian ini dapat dimungkinkan, karena pemerintahan Soeharto
membuat kebijakan-kebijakan yang sangat mendukung kemenangan Golkar seperti
peraturan monoloyalitas PNS.
Pemilu
tahun 1999 adalah pemilihan yang dipercepat oleh rezim Baru atau Orde Reformasi
PDIP pimpinan Megawati Soekarnoputri berhasil meraih suara terbanyak (sekitar
35 %). Tetapi karena jabatan presiden masih dipilih oleh MPR saat itu, Megawati
tidak secara langsung menjadi presiden. Abdurrahman Wahid pemimpim PKB, partai dengan
suara terbanyak kedua saat itu, terpilih kemudian sebagai Presiden Indonesia ke
4, Megawati sendiri dipilih Gus Dur sebagai wakil presiden. Sejak itulah pintu
demokrasi Indonesia sudah terbuka. Pemilu selanjutnya diadakan pada tahun 2004,
pada waktu itu untuk pertama kalinya presiden dan wakil presiden dipilih secara
langsung oleh rakyat. Untuk itulah sejak saat itu juga Indonesia telah
mengamalkan demokrasi seperti yang dicita-citakan seluruh bangsa. Pemilu
merupakan salah satu tonggak penting yang merepresentasikan kedaulatan rakyat,
sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada Negara demokrasi tanpa memberikan
peluang adanya pemilihan umum yang dilakukan secara sistematik dan berkala.
Oleh karenanya pemilu digolongkan juga sebagai elemen terpenting dalam sistem
demokrasi. Apabila suatu negara telah melaksanakan proses pemilu dengan baik, transparan,
adil, teratur dan berkesinambungan, maka negara tersebut dikatakan sebagai negara
yang tingkat kedemokratisannya baik, namun sebaliknya apabila suatu negara
tidak melaksanakan pemilu atau tidak mampu melaksanakan pemilunya yang disertai
dengan kecurangan maka negara itu pula dinilai sebagai negara yang anti
demokrasi (Nurdiansyah, 2013).
Seperti
yang dikatakan Nofirman (2013) penyelenggaraan pemilu yang bebas dan berkala
menjadi prasyarat system politik demokrasi, karena pemilu merupakan salah satu
sarana kedaulatan rakyat dimana rakyat dapat memilih wakil dan pemimpin mereka
untuk menjalankan pemerintahan.
Dalam
demokrasi, rakyat merupakan aktor penting, dengan kata lain, kesadaran
demokrasi dikatakan tinggi bilamana partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan pemilu juga tinggi. Dari itu semua maka dapat disimpulkan bahwa
manfaat Pemilu : (1) sarana perwujudan kedaulatan rakyat, (2) sarana untuk
melakukan pergantian pemimpin secara konstitusional, (3) sarana bagi rakyat
untuk berpartisipasi dalam proses politik.
0 comments:
Post a Comment