Arsitektur
demokrasi yang dibangun di atas hegemoni media menciptakan distorsi tujuan
masyarakat demokratis itu sendiri karena baik pengetahuan, gagasan, strategi, maupun
tindakan politik dikonstruksi di dalam skema logika media. Masyarakat demokratis
yang mempunyai rasionalitas sendiri untuk mencapai tujuan dan idealideal kolektif,
kini diinfiltrasi oleh rasionalitas media, yang menggiringnya pada tujuan-tujuan
yang bias dan distortif.
Rasionalitas
politik menyangkut pilihan tindakan dan keputusan politik untuk mencapai tujuan
dan ideal-ideal politik tertentu. ?Tindak rasional?, menurut Jurgen Habermas di
dalam The Theory of Communicative Action (1984) adalah tindak yang ditujukan
untuk mencapai tujuan bersama masyarakat politik (purposive action). Untuk
itu, diperlukan ruang publik ideal, tempat berlangsungnya tindak komunikasi politik
tanpa tekanan, represi, dan kekerasan.
Komunikasi
politik pada abad informasi kini memang tak lagi diganggu oleh aneka represi
dan kekerasan rezim otoriter?melalui komunikasi satu arah dan satu dimensi tetapi
rawan terhadap manipulasi, distorsi, dan simulasi imagologis karena sifat artifisialitasnya.
Logika
artifisialitas dan virtualitas media itu justru yang dapat meruntuhkan bangun rasionalitas
politik karena aktor-aktor politik yang terjebak dalam gemerlap selebriti media
tak mampu menghasilkan produk keputusan politik yang rasional. Inilah yang terjadi
dengan Panitia Khusus DPR tentang Hak Angket Bank Century.
Pembelokan
dari substansialitas politik ke arah artifisialitas politik? tanpa disertai
oleh kecerdasan, intelektualitas, dan virtue politik?akan membahayakan
sustainabilitas wacana politik bangsa ke depan karena ada distorsi pengetahuan,
keterampilan, dan kompetensi politik yang dikembangkan, yang kini semata
diarahkan untuk menggapai popularitas dan selebriti sebagai jalan memperoleh
kekuasaan (power). Tak ada ruang bagi pendidikan dan pencerdasan
masyarakat politik.
Ironisnya,
dalam abad virtual ini, para elite politik tak mampu membangun tindak komunikasi
politik efektif dengan warga sehingga tak dapat memproduksi pengetahuan yang
diperlukan bagi pencerdasan warga. Komunikasi politik kini memang tidak
diganggu oleh tekanan, represi, dan kekerasan simbolik?sebagaimana dalam rezim
totaliter? tetapi terdistorsi oleh skema seduksi, retorika, dan simulasi citra
banal dan artifisial yang menyumbat saluran pengetahuan substansial dan kebenaran
politik (political truth).
0 comments:
Post a Comment