Seperti diuraikan sebelumnya, salah satu pakar
Indonesia Muhammad A.S Hikam (1996) mengartikan bahwa civil society adalah
kenyataan dari kehidupan sosial yang terorganisasi yang bersifat sukarela,
swadaya, swadasembada, dan terbebas dari tekanan Negara, yang terikat oleh
hukum yang berlaku. Seperti yang dikatakan Ketut Suwondo (2005: 14) bahwa makna
dari civil society mengandung konotasi adanya masyarakat yang berada (civilzed
society) yang lebih menganut aturan-aturan yang berkaitan dengan sistem hukum
daripada kepada aturan yang bersifat otoriter yang menindas. Dengan demikian,
pandangan ini menganggap civil society sebagai suatu gerakan rakyat untuk
membebaskan dari hegemoni Negara.
Cukup kiranya dengan melihat perkembangan civil societyyang
semakin mengakar luas bukan hanya pada tingkat nasional saja, civil society kini
pun dalam rangka demokratisasi seperti di Indonesia saat ini bukan tidak
mungkin civil society tumbuh di aras lokal khususnya di pedesaan.
Kiranya sesuai dengan pemikiran Chandhoke dalam bukunya Ketut Suwondo (2005:
12) mengemukakan suatu definisi mengenai perkembangan civil society di
aras lokal khusunya di pedesaan Jawa, bahwa civil society adalah suatu
tempat di mana masyarakat masuk ke dalam hubungan Negara (‘the site at which
societyenters into a relationship with the state’’). Di dalam hal
ini ada empat persyaratanyang harus dipenuhi bagi keberdaan civil society yaitu:
pertama, nilai dari civil society yang berupa partisipasi politik dan state
accountability. Kedua, intitusi dari civil society yang
berupa forum representatif dan aspirasi sosial. Ketiga, perlindungan dari civil
society adalah berhubungan dengan hak-hak individual secara umum. Keempat,
anggota civil society adalah semua individu yang dilindungi hukum.
Civil society sebagai
pemberdayaan warga negara yang akan dapat mendorong demokratisasi apabila mampu
meningkatkan efektivitas masyarakat politik untuk menguasai/mengontrol negara. Civil
Society bukan bermaksud hanya mengembangkan loyalitas yang khusus yang
tertuju pada kelompoknya, tetapi juga kepada negara sebatas hak-kewajibannya
sebagai warga negara tanpa membiarkan begitu saja negara melakukan dominasi dan
hegemoni. Civil society adalah otonom dalam berhadapan dengan negara.
Komponen Civil Society
Komponen civil society seperti yang dikemukan Afan Gafar
(1999:180- 184): meliputi empat hal pertama, otonomi: Civil society adalah
sebuah masyarakat yang terlepas sama sekali dari pengaruh negara, yang meliputi
bidang ekonomi, politik, ataupun bidang sosial, segala bentuk kegiatannya
sepenuhnyabersumber dari masyarakat itu sendiri, tanpa ada campur tangan dari
negara. Kedua, akses masyarakat terhadap lembaga negara: civil society adalah
akses masyarakat terhadap lembaga negara dalam konteks hubungan antara negara
dan masyarakat, setiap warga negara baik secara sendiri-sendiri maupun
kelompok, harus mempunyai akses terhadap agencies of the state, artinya,
individu dapat melakukan partisipasi politik dengan berbagai bentuknya, lebih
dari itu kalangan negara/pemerintah harus memberikan komitmennya untuk
mendengar, menerima keluhan dan aspirasi warganya dan diteruskan dengan
mengambil sejumlah langkah-langkah kongkret untuk keperluan itu.
Ketiga, arena publik yang otonom adalah suatu ruang tempat warga
negara mengembangkan dirinya secara maksimal dalam segala aspek kehidupan dibidang
ekonomi atau bidang lainya. Arena publik ini pada prinsipnya terlepas dari
campur tangan negara agar bisa memiliki akses terhadap mereka. Keemapat, arena
publik yang terbuka adalah yang menyangkut arena publik, yaitu arena publik
yang terbuka bagi semua lapisan masyarakat, tidak dijalankan dengan cara yang
bersifat rahasia, eksekutif, dan setting yang bersifat kooperatif. Masyarakat dapat
mengetahui apa saja yang terjadi disekitar lingkungan kehidupannya, bahkan ikut
terlibat didalamnya.
0 comments:
Post a Comment