Monday, August 08, 2016

Memfasilitasi Pemilih dalam Mengawasi dan Mencegah Pelanggaran


Menyentuh kesadaran kolektif pemangku kepentingan baik penyelenggara maupun peserta pemilu diyakini tidak mudah.Penyelenggara pemilu berpeluang melakukan kesalahan akibat penyalahgunaan kekuasaan atau bahkan karena kelalaian. Begitu juga dengan peserta, pemaknaan pemilu sebagai kompetisi justru akan menjebak mereka pada ruang pertarungan bebas antar-kandidat. Jika ini terjadi, pelanggaran dan kecurangan tidak bisa terelakkan.
    Mengingat hal itu, dorongan untuk membangun kesa­daran dan partisipasi pemilih harus diperhitungkan. Pemilih merupakan kelompok yang relatif netral.Pemi­lih bisa dikategorikan dalam kelompok diluar lingkaran kompetisi.Kalaupun dikategorikan sebagai partisan pe­serta pemilu, posisinya sebagai pengikut (follower) dari arus besar kompetisi.
            Pandangan itu diperkuat dengan pendapat Ida Bu­diati, Anggota KPU,bahwa peran Bawaslu sangat strategis dalam melihat kondisi pendidikan politik yang belum berjalan maksimal untuk mendorong hak-hak partisipasi masyarakat.
Bawaslu harus secara sadar dan terencana mengali­hkan perhatiannya kepada pemilih dan kelompok yang cenderung non-partisan.Pemilih harus didekati, dimu­dahkan upayanya untuk turut berpartisipasi, dijamin haknya sebagai pemilih serta diberikan perlindungan agar turut berpartisipasi atau bahkan menginisiasi ke­kuatan besar untuk menghalau penyimpangan pemilu.Kekuatan pemilih yang cukup besar dengan sebaran wi­layah merata bisa menutup kelemahan pengawas pemilu dalam menjalankan tugas pengawasan. Gagasan itu misalnya disampaikan Yusfitriadi yang menyatakan, perlunya dilakukan komunikasi dan peliba­tan pemangku kepentingan seperti pegiat pemilu dalam pencegahan.

Menggunakan bahasa yang berbeda, Abdullah Dah­lan dari Indonesia Corruption Wacth (ICW) mengusul­kan, “Saat ini kita memerlukan arah sinergi partisipasi dengan target kesadaran kolektif warga, mengingat ma­syarakat dan penggiat pemilu sudah memulai melakukan pencegahan.” Kedepan Bawaslu harus mampu melahirkan aktor yang bisa mendorong kesadaran antar-warga.
Mendorong upaya tersebut, Bawaslu mesti memulai merangkul aktor-aktor yang mendukung, kerjasama dengan beberapa aktor dan menyesuaikan dengan peran utama masing-masing lembaga.Seperti kerjasama dengan penggiat pemilu, universitas-universitas, dan kelompok masyarakat dengan tujuan agar ada dukungan terhadap upaya Bawaslu dalam melakukan pencegahan. Hal ini sebenarnya sudah dilakukan dengan cukup intensif, seperti pemaparan dalam bab sebelumnya. Hanya saja, perlu upaya lanjutan agar aktor-aktor ini bisa bekerja lebih efektif mendorong partisipasi lebih luas.       
Menurut Daniel Zuchron, perlu keterlibatan kampus, kelompok dan simpul-simpul untuk melakukan pengawasan partisipasi yang diperlukan.40Konsep ini yang kemudian disebut Nelson sebagai pengawasan partisipatif. Menurut Nelson, perlu didorong pengawasan partisipatif untuk menutup kelemahan atas keterbatasan personil Bawaslu, mengisi kekurangan Bawaslu dan merupakan bentuk partisipasi rakyat.


Pengawasan partisipatif tersebut akan melibatkan pemangku kepentingan. Adapun tolok ukur pengawasan partisipatif meliputi dua hal yakni (a) kuantatif: menghimpun seluruh pemangku kepentingan untuk bersama- sama melakukan pengawasan (b) kualitatif: mendorongmterciptanya kesadaran masyarakat.


0 comments: