Menyentuh
kesadaran kolektif pemangku kepentingan baik penyelenggara maupun peserta
pemilu diyakini tidak mudah.Penyelenggara pemilu berpeluang melakukan kesalahan
akibat penyalahgunaan kekuasaan atau bahkan karena kelalaian. Begitu juga
dengan peserta, pemaknaan pemilu sebagai kompetisi justru akan menjebak mereka
pada ruang pertarungan bebas antar-kandidat. Jika ini terjadi, pelanggaran dan
kecurangan tidak bisa terelakkan.
Mengingat hal itu,
dorongan untuk membangun kesadaran dan partisipasi pemilih harus
diperhitungkan. Pemilih merupakan kelompok yang relatif netral.Pemilih bisa
dikategorikan dalam kelompok diluar lingkaran kompetisi.Kalaupun dikategorikan
sebagai partisan peserta pemilu, posisinya sebagai pengikut (follower)
dari arus besar kompetisi.
Pandangan itu
diperkuat dengan pendapat Ida Budiati, Anggota KPU,bahwa peran Bawaslu sangat
strategis dalam melihat kondisi pendidikan politik yang belum berjalan maksimal
untuk mendorong hak-hak partisipasi masyarakat.
Bawaslu harus secara
sadar dan terencana mengalihkan perhatiannya kepada pemilih dan kelompok yang
cenderung non-partisan.Pemilih harus didekati, dimudahkan upayanya untuk turut
berpartisipasi, dijamin haknya sebagai pemilih serta diberikan perlindungan
agar turut berpartisipasi atau bahkan menginisiasi kekuatan besar untuk
menghalau penyimpangan pemilu.Kekuatan pemilih yang cukup besar dengan sebaran
wilayah merata bisa menutup kelemahan pengawas pemilu dalam menjalankan tugas
pengawasan. Gagasan itu misalnya disampaikan Yusfitriadi yang menyatakan,
perlunya dilakukan komunikasi dan pelibatan pemangku kepentingan seperti
pegiat pemilu dalam pencegahan.
Menggunakan bahasa yang berbeda, Abdullah Dahlan dari Indonesia
Corruption Wacth (ICW) mengusulkan, “Saat ini kita memerlukan arah sinergi
partisipasi dengan target kesadaran kolektif warga, mengingat masyarakat dan
penggiat pemilu sudah memulai melakukan pencegahan.” Kedepan
Bawaslu harus mampu melahirkan aktor yang bisa mendorong kesadaran antar-warga.
Mendorong upaya tersebut, Bawaslu mesti memulai merangkul
aktor-aktor yang mendukung, kerjasama dengan beberapa aktor dan menyesuaikan
dengan peran utama masing-masing lembaga.Seperti kerjasama dengan penggiat pemilu,
universitas-universitas, dan kelompok masyarakat dengan tujuan agar ada
dukungan terhadap upaya Bawaslu dalam melakukan pencegahan. Hal ini sebenarnya
sudah dilakukan dengan cukup intensif, seperti pemaparan dalam bab sebelumnya.
Hanya saja, perlu upaya lanjutan agar aktor-aktor ini bisa bekerja lebih
efektif mendorong partisipasi lebih luas.
Menurut Daniel Zuchron, perlu keterlibatan kampus, kelompok dan
simpul-simpul untuk melakukan pengawasan partisipasi yang diperlukan.40Konsep
ini yang kemudian disebut Nelson sebagai pengawasan partisipatif. Menurut
Nelson, perlu didorong pengawasan partisipatif untuk menutup kelemahan atas
keterbatasan personil Bawaslu, mengisi kekurangan Bawaslu dan merupakan bentuk
partisipasi rakyat.
Pengawasan partisipatif tersebut akan melibatkan pemangku kepentingan.
Adapun tolok ukur pengawasan partisipatif meliputi dua hal yakni (a) kuantatif:
menghimpun seluruh pemangku kepentingan untuk bersama- sama melakukan
pengawasan (b) kualitatif: mendorongmterciptanya kesadaran masyarakat.
0 comments:
Post a Comment