Sepak
terjang para bakal calon dari jalur perseoranga/independen yang telah
mendaftarkan diri ke KIP untuk ikut pilkada membuat gerah pimpinan partai politik
yang "dimotori" Partai Aceh (33 kursi), Partai Demokrat (10 kursi)
dan Partai Golkar (8 kursi). Ketiga partai ini memiliki kursi terbanyak di
parlemen (DPRA). Sejumlah partai "kecil" meski ada yang tidak
memiliki kursi di DPRA juga ikut bergabung untuk menolak pilkada sesuai jadwal
ditentukan KIP. Bahkan, Partai Aceh sebagai partai lokal pemenang Pemilu 2009 menginstruksikan
kadernya yang menjadi pimpinan daerah (bupati/wali kota) untuk menghentikan
penyaluran dana pilkada.
Sebanyak
16 partai politik (parpol) yang tergabung dalam Forum Silaturahmi Parpol
mengajukan surat permohonan kepada presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono agar
menunda pilkada di Aceh. Jika tidak dikabulkan Presiden, maka parpol
kemungkinan tidak akan mendaftarkan dari kubu mereka sebagai calon
gubernur/wakil gubernur, maupun bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali
kota.
Menurut
Juru Bicara Forum Silaturahmi Parpol Aceh, Mawardy Nurdin yang juga ketua
Partai Demokrat Aceh kesepakatan meminta tunda pelaksanaan pilkada muncul dalam
pertemuan silaturahmi lintas parpol Rabu (13/7/2011). Menurut Mawardy,
keinginan tersebut bukan kemauan satu parpol saja. Juga tidak ada kaitannya
dengan belum diakomodasinya calon perseorangan oleh DPRA dalam Qanun Pilkada
yang telah disahkan 28 Juni lalu melalui Sidang Paripurna DPRA. Langkah ini
diambil berdasarkan pendapat yang sama antara parpol yang sama-sama mengamati
bahwa menjelang pilkada ini suhu politik di Aceh telah memanas. Jika suhu
politik yang kian memanas itu tidak dikendalikan, lanjut Mawardy, maka menurut
perkiraan pengurus parpol yang hadir dalam pertemuan tersebut, bisa menimbulkan
konflik baru di tengah-tengah masyarakat Aceh. Maka salah satu jalan untuk
menurunkan suhu politik yang telah memanas itu adalah dengan menunda pilkada.
Dalam
surat kepada presiden tersebut, pada poin b menyebutkan bahwa penetapan batas
waktu pendaftaran calon dari parpol pada 5 Agustus 2011 yang telah ditetapkan
KIP Aceh, dinilai parpol sebagai penetapan sepihak. Alasannya, karena belum ada
persetujuan dari DPRA sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 66 ayat (3) UU Nomor
11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Pertimbangan
lainnya, Qanun Pilkada yang telah disahkan DPRA pada 28 Juni 2011 dalam sidang
paripurna, belum diteken Gubernur Aceh, dengan dalih eksekutif belum sepakat
dengan sebagian isi qanun tersebut. Kondisi itu telah membuat konflik regulasi
dalam pelaksanaan pilkada. Menurut para pengurus parpol yang hadir dalam
pertemuan itu, untuk menyelesaikan masalah tersebut, maka pilkada perlu
ditunda. Saran itu diterima dan disepakati oleh seluruh anggota forum.
Selang
tiga hari usai pernyataan Forum Silaturahmi Parpol, pada tanggal 18 Juli 2011,
sebanyak 175 orang calon pimpinan daerah di Aceh dari dari jalur independen/perseorangan
membuat pernyataan yang intinya menolak penundaan Pilkada dan mendukung
pelaksanaan sesuai dengan tahapan yang ditetapkan oleh KIP.
0 comments:
Post a Comment