Wednesday, August 10, 2016

Hubungan Sipil-Militer Pasca Orde Baru


Sipil dan militer pada hakekatnya adalah dua entitas yang berbeda. Sipil dalam istilah politik dapat diartikan sebagai rakyat jelata atau public yang merupakan sekelompok obyek yang dikenai kebijakan politik pemerintahan suatu negara. Sedangkan militer merupakan alat negara dalam menjamin keamanan dan ketertiban sehingga pelaksanaan kebijakan politik dapat berjalan lancar tanpa mengalami gangguan dan melindungi rakyat sipil agar haknya sebagai warga negara tidak terlanggar.
Penjelasan mengenai keberadaaan dua entitas memerlukan interaksi agar terjadi hubungan yang harmonis. Sipil butuh perlindungan militer, begitu pula militer butuh sipil untuk dilindungi dan dijaga ketertiban dan keamanannya. Amatlah naif apabila kita beranggapan bahwa keamanan dan ketertiban datang dengan sendirinya. Apalagi apabila suatu masyarakat mempercayakan keamana dan ketertiban yang dijaga oleh segerombolan sipil bersenjata yang memiliki kuasa menindak apabila ada anggota masyarakat berlaku di luar batas normal. Pertanyaannya, siapa yang berhak menghukum anggota gerombolan bersenjata tersebut apabila salah seorang anggotanya bertindak sewenang-wenang? Karena militer nasional berada di bawah payungpemerintahan dengan kepala negara sebagai panglima komando angkatan bersenjata tertinggi, maka kedudukannya dapat dengan mudah terjawab bahwa militer Indonesia patuh pada pemerintah yang berkuasa. Oleh karena presiden mendapat mandat dari rakyat melalui pemilihan umum langsung untuk memerintah, maka militer secara implisit wajib patuh pada rakyat.
Pendekatan Orde Baru yang selalu mengedepankan dwi fungsi ABRI karena latar belakang sejarah lahirnya militer dari rakyat yang berjuang di daerah-daerah dengan bergerilya melawan penjajah kolonial Belanda, merupakan usaha rejim Soeharto dalam memberikan pembenaran bahwa tindakan represif militer yang selama ini dilakukan adalah demi kepentingan stabilitas rakyat juga. Padahal yang terjadi rakyat telah menjadi bulan-bulanan pemerintahan Orde Baru, terpinggirkan karena suara mereka menjadi penting hanya pada saat pemilihan umum saja.
Definisi lain dari hubungan sipil-militer masa Orde Baru datang dari tulisan Agus W. Kusumah, seorang militer intelektual yang semasa hidupnya diabdikan untuk menjunjung tinggi martabat militer yang bersih, jauh dari intervensi politik yang menguntungkan bisnis elit militer dan politik semata. Beliau menekankan pentingnya ABRI (saat ini TNI minus POLRI), sebagai kekuatan bersenjata, untuk melakukan perubahan. Karena menurutnya,
Tangan ABRI telah merambah ke segenap ruang Orde Baru. Keberadaannya lalu tidak hanya dalam batas-batas fungsi ke militeran saja, tapi juga menjadi aktor penting yang memegang kendali kehidupan politik rakyat Indonesia. Karena itu, tidaklah berlebihan jika secara institusional sebenarnya ABRI adalah pihak yang juga bertanggung jawab terhadap baik buruknya Orde Baru, dan logis pula kalau turunnya Pak Harto tersebut bisa juga ditafsirkan sebagai akhir "kedigdayaan"


0 comments: