Sipil dan militer pada hakekatnya adalah dua entitas
yang berbeda. Sipil dalam istilah politik dapat diartikan sebagai rakyat jelata
atau public yang merupakan sekelompok obyek yang dikenai kebijakan politik pemerintahan
suatu negara. Sedangkan militer merupakan alat negara dalam menjamin keamanan
dan ketertiban sehingga pelaksanaan kebijakan politik dapat berjalan lancar
tanpa mengalami gangguan dan melindungi rakyat sipil agar haknya sebagai warga
negara tidak terlanggar.
Penjelasan mengenai keberadaaan dua entitas
memerlukan interaksi agar terjadi hubungan yang harmonis. Sipil butuh
perlindungan militer, begitu pula militer butuh sipil untuk dilindungi dan
dijaga ketertiban dan keamanannya. Amatlah naif apabila kita beranggapan bahwa
keamanan dan ketertiban datang dengan sendirinya. Apalagi apabila suatu
masyarakat mempercayakan keamana dan ketertiban yang dijaga oleh segerombolan
sipil bersenjata yang memiliki kuasa menindak apabila ada anggota masyarakat berlaku
di luar batas normal. Pertanyaannya, siapa yang berhak menghukum anggota
gerombolan bersenjata tersebut apabila salah seorang anggotanya bertindak
sewenang-wenang? Karena militer nasional berada di bawah payungpemerintahan
dengan kepala negara sebagai panglima komando angkatan bersenjata tertinggi,
maka kedudukannya dapat dengan mudah terjawab bahwa militer Indonesia patuh
pada pemerintah yang berkuasa. Oleh karena presiden mendapat
mandat dari rakyat melalui pemilihan umum langsung untuk memerintah, maka
militer secara implisit wajib patuh pada rakyat.
Pendekatan Orde Baru yang selalu mengedepankan dwi
fungsi ABRI karena latar belakang sejarah lahirnya militer dari rakyat yang
berjuang di daerah-daerah dengan bergerilya melawan penjajah kolonial Belanda,
merupakan usaha rejim Soeharto dalam memberikan pembenaran bahwa tindakan
represif militer yang selama ini dilakukan adalah demi kepentingan stabilitas
rakyat juga. Padahal yang terjadi rakyat telah menjadi bulan-bulanan
pemerintahan Orde Baru, terpinggirkan karena suara mereka menjadi penting hanya
pada saat pemilihan umum saja.
Definisi lain dari hubungan sipil-militer masa Orde
Baru datang dari tulisan Agus W. Kusumah, seorang militer intelektual yang
semasa hidupnya diabdikan untuk menjunjung tinggi martabat militer yang bersih,
jauh dari intervensi politik yang menguntungkan bisnis elit militer dan politik
semata. Beliau menekankan pentingnya ABRI (saat ini TNI minus POLRI), sebagai
kekuatan bersenjata, untuk melakukan perubahan. Karena menurutnya,
Tangan ABRI telah merambah ke segenap ruang Orde
Baru. Keberadaannya lalu tidak hanya dalam batas-batas fungsi ke militeran
saja, tapi juga menjadi aktor penting yang memegang kendali kehidupan politik
rakyat Indonesia. Karena itu, tidaklah berlebihan jika secara institusional
sebenarnya ABRI adalah pihak yang juga bertanggung jawab terhadap baik buruknya
Orde Baru, dan logis pula kalau turunnya Pak Harto tersebut bisa juga
ditafsirkan sebagai akhir "kedigdayaan"
0 comments:
Post a Comment