Proses
pembuatan kebijakan merupakan proses yang rumit. Oleh karena itu, beberapa ahli
mengembangkan model-model perumusan kebijakan publik untuk mengkaji proses perumusan
kebijakan agar lebih mudah dipahami. Dengan demikian, pembuatan modelmodel perumusan
kebijakan digunakan untuk lebih menyederhanakan proses perumusan kebijakan yang
berlangsung secara rumit tersebut.
a. Model
Sistem
Paine
dan Naumes (1974) menawarkan suatu model proses pembuatan kebijakan merujuk
pada model sistem yang dikembangkan oleh David Easton. Model ini menurut Paine
dan Naumes merupakan model deskripitif karena lebih berusaha menggambarkan
senyatanya yang terjadi dalam pembuatan kebijakan.
Menurut
Paine dan Naumes, model ini disusun hanya dari sudut pandang para pembuat kebijakan.
Dalam hal ini para pembuat kebijakan dilihat perannya dalam perencanaan dan
pengkoordinasian untuk menemukan pemecahan masalah yang akan (a) menghitung
kesempatan dan meraih atau menggunakan dukungan internal dan eksternal, (b)
memuaskan permintaan lingkungan, dan (c) secara khusus memuaskan keinginan atau
kepentingan para pembuat kebijakan itu sendiri.
Model
ini mengasumsikan bahwa dalam pembuatan kebijakan terdiri dari interaksi yang
terbuka dan dinamis antar para pembuat kebijakan dengan lingkungannya.
Interaksi yang terjadi dalam bentuk keluaran dan masukan (inputs dan outputs).
Keluaran yang dihasilkan oleh organisasi pada akhirnya akan menjadi bagian
lingkungan dan seterusnya akan berinteraksi dengan organisasi. Paine dan Naumes
memodifikasi pendekatan ini dengan menerapkan langsung pada proses pembuatan
kebijakan.
Menurut
model sistem, kebijakan politik dipandang sebagai tanggapan dari suatu sistem
politik terhadap tuntutan-tuntutan yang timbul dari lingkungan yang merupakan
kondisi atau keadaan yang berada diluar batas-batas politik. Kekuatan-kekuatan
yang timbul dari dalam lingkungan dan mempengaruhi sistem politik dipandang
sebagai masukanmasukan (inputs) sebagai sistem politik, sedangkan
hasil-hasil yang dikeluarkan oleh sistem politik yang merupakan tanggapan
terhadap tuntutan-tuntutan tadi dipandang sebagai keluaran (outputs)
dari sistem politik.
Sistem
politik adalah sekumpulan struktur untuk dan proses yang saling berhubungan
yang berfungsi secara otoritatif untuk mengalokasikan nilai-nilai bagi suatu
masyarakat. Hasil-hasil (outputs) dari sistem politik merupakan
alokasi-alaokasi nilai secara otoritatif dari sistem dan alokasi-alokasi ini
merupakan kebijakan politik. Di dalam hubungan antara keduanya, pada saatnya
akan terjadi umpan balik antara output yang dihasilkan sebagai bagian dari
input berikutnya. Dalam hal ini, berjalannnya sistem tidak akan pernah
berhenti.
Menurut
model sistem, kebijakan publik merupakan hasil dari suatu sistem politik.
Konsep ”sistem” itu sendiri menunjuk pada seperangkat lembaga dan kegiatan yang
dapat diidentifikasi dalam masyarakat yang berfunsi mengubah tuntutan-tuntutan
(demands) menjadi keputusan-keputusan yang otoritatif. Konsep ”sistem”
juga menunjukkan adanya saling hubungan antara elemen-elemen yang membangun
sistem politik serta mempunyai kemampuan dalam menanggapi kekuatan-kekuatan
dalam lingkungannya. Masukan-masukan diterima oleh sistem politik dalam bentuk
tuntutan-tuntutan dan dukungan.
b.
Model
Rasional Komprehensif
Model
ini merupakan model perumusan kebijakan yang paling terkenal dan juga paling luas
diterima para kalangan pengkaji kebijakan publik pada dasarnya model ini
terdiri dari beberapa elemen, yakni :
1.
Pembuatan
keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu. Masalah ini dapat dipisahkan
dengan masalah-masalah lain atau paling tidak masalahtersebut dapat dipandang
bermakna bila dibandingkan dengan masalah-masalah yang lain.
2.
Berdasarkan
atas masalah-masalah yang sudah ada ditangan pembuat kebijaksanaan tersebut
kemudian dipilih dan disusun tujuan-tujuan dan nilainilai sesuai dengan
urutan-urutan pentingnya.
3.
Kemudian
pembuat kebijaksanaan menentukan atau menyusun daftar semua cara-cara atau
pendekatan-pendekatan (alternatif-alternatif) yang mungkin dapat dipakai untuk
mencapai tujuan-tujuan atau nilai-nilai tadi.
4.
Pembuat
kebijaksanaan seterusnya meneliti dan menilai konsekuensikonsekuensi
masing-masing alternatif kebijaksanaan tersebut diatas.
5.
Selanjutnya
hasil penelitian dan penilaian dari masing-masing alternatif itu dibandingkan
satu sama lain konsekuensi-konsekuensinya
6.
Akhirnya,
pembuat kebijaksanaan memilih alternatif yang terbaik, yaitu yang nilai
konsekuensi-konsekuensinya paling cocok (rasional dengan tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan.(Islamy, 2000:50-51)
Keseluruhan
proses tersebut akan menghasilkan suatu keputusan rasional, yaitu keputusan
yang efektif untuk mencapai tujuan tertentu.
c.
Model
Penambahan
Kritik
terhadap model rasional komprehensif akhirnya melahirkan model penambaha atau
inkrementalisme. Oleh karena itu berangkat dari kritik terhadap model rasional
komprehensif, maka model ini berusaha menutupi kekurangan yang ada dalam model
tersebut dengan jalan menghindari banyak masalah yang ditemui dalam model
rasional komprehensif.
Model
ini lebih bersifat deskriptif dalam pengertian, model ini menggambarkan secara aktual
cara-cara yang dipakai para pejabat dalam membuat keputusan. Menurut Charles Lindblom
(1979) sebagaimana dikutip oleh Solichin (2004:22) ada beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam mempelajari model penambahan (inkrementalisme), yakni:
1.
Pemilihan
tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran dan analisis-analisis empirik terhadap
tindakan dibutuhkan. Keduanya lebih berkaitan erat dengan dan bukan berada satu
sama lain.
2.
Para
pembuat keputusan dianggap hanya mempertimbangkan beberapa alternatif yang
langsung berhubungan dengan pokok dan alternatif-alternatif ini hanya dipandang
berbeda secara inkremental atau marginal bila dibandingkan dengan kebijaksanaan
yang ada sekarang.
3.
Bagi
setiap alternatif hanya sejumlah kecil akibat-akibat yang mendasar saja yang
akan dievaluasi.
4.
Masalah
yang dihadapi oleh pembuat keputusan akan diredifinisikan secara teratur.
Pandangan inkrementalisme memberikan kemungkinan untuk mempertimbangkan dan menyesuaikan
tujuan dan sarana serta sarana dan tujuan sehingga menjadikan dampak dari
masalah itu lebih dapat ditanggulangi.
5.
Tidak
ada keputusan atau cara pemecahan yangtepat bagi tiap masalah.Batu uji bagi
keputusan yang baik terletak pada keyakinan bahwa berbagai analis pada akhirnya
akan sepakat pada keputusan tertentu, meskipun tanpa menyepakati bahwa
keputusan itu adalah yang paling tepat sebagai sarana untuk mencapai tujuan.
6.
Pembuatan
keputusan secara inkremental pada hakikatnya bersifat perbaikanperbaikan kecil
dan hal ini lebih diarahkan untuk memperbaiki ketidaksempurnaan dari
upaya-upaya konkrit dalam mengatasi masalah sosial yang ada sekarang daripada
sebagai upaya untuk menyodorkan tujuan-tujuan sosial yang sama sekali baru di
masa yang akan datang.
Inkrementalisme
merupakan proses pembuatan keputusan-keputusan dan kebijakankebijakan merupakan hasil kompromi dan kesepakatan
bersama antara banyak partisipan. Dalam kondisi seperti ini, keputusan yang
bijaksana akan lebih mudah dicapai kesepakatan bila persoalan-persoalan yang
dipersengketakan berbagai kelompok dalam masyarakat hanya berupa
perubahan-perubahan terhadap program-program yang sudah ada atau hanya menambah
atau mengurangi anggaran belanja.
Sementara
itu, konflik biasanya akan meningkat bila pembuat keputusan memfokuskan pada
perubahan-perubahan kebijakan besar yang dapat menimbulkan keuntungan atau
kerugian besar. Karena ketegangan politik yang timbul demikian besar dalam
menetapkan program-program atau kebijakan baru, maka kebijakan masa lalu
diteruskan untuk tahun depan kecuali bila terdapat perubahan politik secara
substansial. Dengan demikian, pembuatan keputusan secara inkrementalisme adalah
penting dalam rangka mengurangi konflik, memelihara stabilitas dan sistem
politik itu sendiri.
Menurut
pandangan kaum inkrementalis, para pembuat keputusan dalam menunaikan tugasnya
berada dibawah keadaan yang tidak pasti yang berhubungan dengan
konsekuensi-konsekuensi dari tindakan mereka di masa depan, maka
keputusankeputusan inkremental dapat mengurangi resiko atau biaya
ketidakkepastian itu. Inkrementalisme juga mempunyai sifat realistis karena
didasari kenyataan bahwa para pembuat keputusan kurang waktu, kecakapan dan
sumber-sumber lain yang dibutuhkan untuk melakukan analisis yang menyeluruh terhadap
semua penyelesaian alternatif masalah-masalah yang ada.