Dahrendorf adalah
pencetus pendapat yang mengatakan bahwa masyarakat memiliki dua wajah (konflik
dan konsensus) dan karena itulah teori sosiologi harus dibagi ke dalam dua
bagian, teori konflik dan teori konsensus. Bagi Dahrendorf, konflik hanya
muncul melalui relasi-relasi sosial dalam sistem. Setiap individu atau kelompok
yang tidak terhubung dalam sistem tidak akan mungkin terlibat dalam konflik
(Novri Susan, 2009:55)
Dahrendorf memusatkan perhatiannya pada struktur
sosial yang lebih besar, yang jadi intinya adalah bahwa berbagai posisi dalam
masyarakat memiliki jumlah otoritas yang berbeda. Dahrendorf tidak hanya
tertarik pada struktur pada posisi-posisi ini, namun juga pada konflik di
antara mereka. Bagi Dahrendorf tugas pertama analisis konflik adalah mengidentifikasi
beragam peran otoritas dalam masyarakat. Dahrendorf menentang mereka yang
memusatkan perhatian pada level individu. Otoritas yang melekat pada oposisi
adalah elemen kunci dalam analisis Dahrendrof. Otoritas secara tersirat
menyatakan superordinasi dan subordinasi. Mereka yang menduduki posisi otoritas
diharapkan mengendalikan bawahan. Artinya mereka berkuasa karena harapan
ataupun pilihan dari orang-orang di bawah mereka, bukan karena kekuatan mereka
sendiri. Otoritas bukanlah fenomena sosial yang umum, layaknya hukum mereka yang
dapat mematuhinya terlepas dari sanksi ataupun sebaliknya, yangmembedakannya
adalah hukum mempunyai sanksi yang tegas dan mengikat dibanding otoritas
(George Ritzer, 2008: 283).
Menurut Dahrendrof otoritas tidaklah konstan karena
terletak di luar diri seseorang bukan dalam dirinya, karena itu seseorang yang
berwenang dalam suatu lingkup tertentu belum tentu punya wewenang di daerah
lain. Begitu pula orang yang duduk dalam posisi subordinat dalam suatu kelompok,dapat
juga menempati posisi superordinat di kelompok lain .Masyarakat terlihat
sebagai asosiasi individu yang dikontrol oleh hierarki posisi otoritas, karena
masyarakat terdiri dari berbagi posisi, seorang individu dapat menempati posisi
subordinat maupun superordinat bergantung pada harapan masyarakat. Selanjutnya
Dahrendorf membedakan tiga tipe utama kelompok. Pertama adalah kelompok semu
atau” sejumlah orang pemegang posisi dengan kepentingan sama”. Kelompok semu
ini adalah calon tipe kedua yakni kelompok kepentingan, dari berbagai kelompok
kepentingan muncul kelompok konflik. Menurutnya, ketiga, kelompok tersebut
mempunyai kepentingan yang berbeda-beda, namun berpengaruh dalam perubahan
struktural dalam masyarakat (George Ritzer, 2008: 284).
Aspek terakhir dalam teori Dahrendorf adalah
hubungan konflik dengan perubahan, dalam hal ini Dahrendorf mengakui pentingnya
pemikiran Louis Coser, yang memusatkan perhatian pada fungsi kelompok dalam
mempertahankan status quo, tetapi Dahrendorff menganggap fungsikonservatif
dan konflik hanyalah satu bagian dari realita sosial, konflik juga menyebabkan
perubahan dan perkembangan. (George Ritzer, 2008: 285)
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
teori konflik Dahrendrof mengkaji tentang konflik antar kelompok-kelompok yang memiliki
kepentingan tertentu yaitu antara pihak di posisi dominan (penguasa) yang
berusaha mempertahankan kekuasaan mereka, sedangkan yang berada pada posisi
subordinat (rakyat) berusaha melakukan perubahan. Sama seperti pada konflik
atau kerusuhan yang terjadi di Kabupaten Temanggung di mana konflik ini terjadi
antara kelompok-kelompok kepentingan yaitu antara masyarakat yang tidak setuju
dengan keputusan pengadilan dengan masyarakat Temanggung dan para petugas keamanan
yang mengamankan jalannya sidang yang menginginkan situasi tetap kondusif.
0 comments:
Post a Comment