Wednesday, October 19, 2016

Pembahasan Masa Depan Demokrasi Indonesia (Pro Kontra RUU PILKADA)

Dalam pembangunan kehidupan demokrasi, bangsa Indonesia patut berterima kasih kepada Mohammad Hatta. Dengan tidak mengecilkan peran tokoh-tokoh yang lain, dapat disebut bahwa Mohammad Hatta adalah peletak dasar demokrasi Indonesia dalam arti yang sesungguhnya. Dalam mengembangkan pemikiran demokrasi itu, Mohammad Hatta tidak terjebak pada pola pengembangan pemikiran demokrasi barat sebagaimana kerap menjadi dasar pemikiran tokoh Indonesia yang lain. Konsep demokrasi yang ditawarkan oleh hatta mengacu pada kehidupan demokrasi asli Indonesia, yaitu sistem kehidupan ‘yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat desa.

Seperti akan terlihat, konsep Hatta tentang demokrasi kerap kali mengalami benturan dengan konsep-konsep demokrasi yang ditawarkan oleh tokoh-tokoh Indonesia yang lain, terutama yang paling menonjol adalah benturan dengan pemikiran demokrasi soekarno. Benturan pemikiran itu berkangsung sejak masa pergerakan. Pada masa setelah kemerdekaan, polemik itu kembali terjadi. Soekarno menginginkan demokrasi yang berlaku di Indonesia adalah demokrasi presidensial, sementara Hatta meyakini demokrasi parlementer sebgai bentuk demokrasi yang tepat untuk Indonesia yang heterogen. Lebih luas lagi, Soekarno sangat gandrung dan menganggap persatuan sebagai tujuan, sementara hatta memandang bahwa persatuan hanyalah sebagai alat. Soekarno menghendaki Negara kesatuan, sementara Hatta menghendaki Negara serikat. Soekarno anti demokrasi parlementer, sementara Hatta menginginkan demokrasi parlementer. Soekarno menganggap suara (voting) merupakan tirani mayoritas, sementara Hatta menganggap voting sebagai jalan mencapai mufakat.

Namun diluar semua pemikirannya, Hatta merupakan kampium demokrasi yang paling konsisten dengan gagasan dan pemikirannya. Konsistensi Hatta itu terbukti ketika ia harus mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden demi “menghindari” logika demokrasi terpimpin yang dipaksakan untuk diberlakukan oleh presiden Soekarno. Pada saat itulah Hatta menurunkan tulisan, “Demokrasi Kita”,  sebuah tulisan tentang demokrasi yang cukup monumental bagi sejarah politik Indonesia. Dalam posisi diluar “arena kekuasaan” itu, Mohammad Hatta juga masih terus melakukan koreksi dan kritik terhadap presiden Soekarno tentang Demokrasi Terpimpin yang membuat kehidupan demokrasi saat itu berada diambang kehancurannya. Pemikiran-pemikiran Mohammad Hatta tersebut mudah-mudahan dapat membuka kembali wacana tentang kehidupan demokrasi di Indonesia yang hingga hari ini belum menentukan bentuknya yang nyata.
Memang nama dan pengertian Demokrasi itu datang dari barat. Tidak terdapat dalam bahasa kita terdahulu, sebab belum ada juru politik atau juru filsafat dalam pergaulan kita yang menguraikan teori hukum Negara (state recht). Juga perkataan demokrasi yang dipakai oleh Si Rakyat tidak asli. Perkataan itu juga impor! Akan tetapi si pemabuk “asli” memakai saja perkataan itu. Kenapa tidak dicari pula “aslinya” supaya jangan ragu? Partai-partai Indonesia disuruh memakai semboyan “Demokrasi Indonesia” tetapi bagaimana rupa Demokrasi Indonesia itu, hal ini tidak diuraikan. Sebagai contoh disebutnya pengertian Demokrasi di Minangkabau : sepakat. Kita khawatir, kalau-kalau rakyat yang membaca karangan itu, tidak dapat menyesuaikan dasar mufakat di kampung atau di negeri kepada pemerintah Indonesia yang begitu luas daerahnya dan begitu besar urusannya. Semboyan yang demikian, sama dengan semboyan demokrasi bagi politik orang barat. Demokrasi saja tidak berarti lagi, sungguh pun dibarat perkataan itu juga mempunyai pengertian yang asli. Karena sekarang ada Liberale Democratie dan ada pula Sociale Democratie. Semuanya memakai Demokrasi asli barat sebagai dasar.

Disini kita akan selidiki sedikit tentang kedudukan Demokrasi asli di Indonesia supaya tampak jelas akan kosongnya semboyan “Demokrasi Indonesia” untuk menjadi dasar susunan Indonesia merdeka. Di waktu dahulu, sebelum tanah-tanah Indonesia jatuh ke pemerintahan bangsa asing, Demokrasi hanya ada dalam pemerintahan desa, yang bersendi kepada rakyat. Jadinya ada Desa-Demokrasi tetapi tidak ada Indonesia-Demokrasi. Keadaan feodalisme telah mencelakakan rakyat Indonesia sampai diperintah oleh bangsa asing. Demokrasi desa yang mempunyai dasar yang baik, tidak dapat maju dan tinggal pincang bentuknya, karena dipundaknya terdapat otokrasi semata-mata. Jadi, didalam pergaulan Indonesia yang asli demokrasi itu hanya terdapat dibawah. Pemerintahan diatas semata-mata berdasarkan otokrasi. Diatas otonomi desa berdiri Daulat Tuanku, yang melakukan sewenang-wenang yang tiada dikontrol oleh rakyat.


Secara sederhana, pemikiran Mohammad Hatta tentang Demokrasi adalah bahwa sebagai bangsa yang merdeka, Indonesia harus mengisi pengertian semboyan Demokrasi yang semula kosong menjadi berisi berbagaimacam karakteristik dan watak asli bangsa ini. Indonesia tidak boleh begitu saja menerima secara langsung apa-apa yang disebut dengan Demokrasi gaya barat seperti Demokrasi Liberal dan Demokrasi Sosialis. Indonesia harus menentukan sendiri format baru yang baik bagi kemajuan bangsa di kemudian hari. Sehingga Mohammad Hatta lebih senang menyebutnya dengan “Demokrasi Kita”. Tentu hal ini merupakan pembelajaran bagi kita sebagai mahasiswa ilmu politik untuk menentukan kembali dan menggali sejarah perkembangan Demokrasi Asli Made In Indonesia. Tidak semata-mata terpengaruh dengan hegemoni ilmu pengetahuan yang condong terhadap Demokrasi Barat. Melalui buku ini, Mohammad Hatta mengisyaratkan bahwa sebagai sebuah bangsa yang merdeka dan mandiri, Demokrasi Kita ini harus selalu disesuaikan dengan perkembangan zaman dan waktu sehingga terciptanya masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera.

0 comments: