Dalam
pembangunan kehidupan demokrasi, bangsa Indonesia patut berterima kasih kepada
Mohammad Hatta. Dengan tidak mengecilkan peran tokoh-tokoh yang lain, dapat
disebut bahwa Mohammad Hatta adalah peletak dasar demokrasi Indonesia dalam
arti yang sesungguhnya. Dalam mengembangkan pemikiran demokrasi itu, Mohammad
Hatta tidak terjebak pada pola pengembangan pemikiran demokrasi barat
sebagaimana kerap menjadi dasar pemikiran tokoh Indonesia yang lain. Konsep
demokrasi yang ditawarkan oleh hatta mengacu pada kehidupan demokrasi asli Indonesia,
yaitu sistem kehidupan ‘yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat desa.
Seperti
akan terlihat, konsep Hatta tentang demokrasi kerap kali mengalami benturan
dengan konsep-konsep demokrasi yang ditawarkan oleh tokoh-tokoh Indonesia yang
lain, terutama yang paling menonjol adalah benturan dengan pemikiran demokrasi
soekarno. Benturan pemikiran itu berkangsung sejak masa pergerakan. Pada masa
setelah kemerdekaan, polemik itu kembali terjadi. Soekarno menginginkan
demokrasi yang berlaku di Indonesia adalah demokrasi presidensial, sementara
Hatta meyakini demokrasi parlementer sebgai bentuk demokrasi yang tepat untuk
Indonesia yang heterogen. Lebih luas lagi, Soekarno sangat gandrung dan
menganggap persatuan sebagai tujuan, sementara hatta memandang bahwa persatuan
hanyalah sebagai alat. Soekarno menghendaki Negara kesatuan, sementara Hatta
menghendaki Negara serikat. Soekarno anti demokrasi parlementer, sementara
Hatta menginginkan demokrasi parlementer. Soekarno menganggap suara (voting)
merupakan tirani mayoritas, sementara Hatta menganggap voting sebagai jalan
mencapai mufakat.
Namun
diluar semua pemikirannya, Hatta merupakan kampium demokrasi yang paling
konsisten dengan gagasan dan pemikirannya. Konsistensi Hatta itu terbukti
ketika ia harus mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden demi
“menghindari” logika demokrasi terpimpin yang dipaksakan untuk diberlakukan
oleh presiden Soekarno. Pada saat itulah Hatta menurunkan tulisan, “Demokrasi
Kita”, sebuah tulisan tentang demokrasi
yang cukup monumental bagi sejarah politik Indonesia. Dalam posisi diluar
“arena kekuasaan” itu, Mohammad Hatta juga masih terus melakukan koreksi dan
kritik terhadap presiden Soekarno tentang Demokrasi Terpimpin yang membuat
kehidupan demokrasi saat itu berada diambang kehancurannya. Pemikiran-pemikiran
Mohammad Hatta tersebut mudah-mudahan dapat membuka kembali wacana tentang
kehidupan demokrasi di Indonesia yang hingga hari ini belum menentukan
bentuknya yang nyata.
Memang
nama dan pengertian Demokrasi itu datang dari barat. Tidak terdapat dalam
bahasa kita terdahulu, sebab belum ada juru politik atau juru filsafat dalam
pergaulan kita yang menguraikan teori hukum Negara (state recht). Juga
perkataan demokrasi yang dipakai oleh Si Rakyat tidak asli. Perkataan itu juga
impor! Akan tetapi si pemabuk “asli” memakai saja perkataan itu. Kenapa tidak
dicari pula “aslinya” supaya jangan ragu? Partai-partai Indonesia disuruh
memakai semboyan “Demokrasi Indonesia” tetapi bagaimana rupa Demokrasi
Indonesia itu, hal ini tidak diuraikan. Sebagai contoh disebutnya pengertian
Demokrasi di Minangkabau : sepakat. Kita khawatir, kalau-kalau rakyat yang
membaca karangan itu, tidak dapat menyesuaikan dasar mufakat di kampung atau di
negeri kepada pemerintah Indonesia yang begitu luas daerahnya dan begitu besar
urusannya. Semboyan yang demikian, sama dengan semboyan demokrasi bagi politik
orang barat. Demokrasi saja tidak berarti lagi, sungguh pun dibarat perkataan
itu juga mempunyai pengertian yang asli. Karena sekarang ada Liberale
Democratie dan ada pula Sociale Democratie. Semuanya memakai Demokrasi asli
barat sebagai dasar.
Disini
kita akan selidiki sedikit tentang kedudukan Demokrasi asli di Indonesia supaya
tampak jelas akan kosongnya semboyan “Demokrasi Indonesia” untuk menjadi dasar
susunan Indonesia merdeka. Di waktu dahulu, sebelum tanah-tanah Indonesia jatuh
ke pemerintahan bangsa asing, Demokrasi hanya ada dalam pemerintahan desa, yang
bersendi kepada rakyat. Jadinya ada Desa-Demokrasi tetapi tidak ada
Indonesia-Demokrasi. Keadaan feodalisme telah mencelakakan rakyat Indonesia
sampai diperintah oleh bangsa asing. Demokrasi desa yang mempunyai dasar yang
baik, tidak dapat maju dan tinggal pincang bentuknya, karena dipundaknya
terdapat otokrasi semata-mata. Jadi, didalam pergaulan Indonesia yang asli
demokrasi itu hanya terdapat dibawah. Pemerintahan diatas semata-mata
berdasarkan otokrasi. Diatas otonomi desa berdiri Daulat Tuanku, yang melakukan
sewenang-wenang yang tiada dikontrol oleh rakyat.
Secara
sederhana, pemikiran Mohammad Hatta tentang Demokrasi adalah bahwa sebagai
bangsa yang merdeka, Indonesia harus mengisi pengertian semboyan Demokrasi yang
semula kosong menjadi berisi berbagaimacam karakteristik dan watak asli bangsa
ini. Indonesia tidak boleh begitu saja menerima secara langsung apa-apa yang
disebut dengan Demokrasi gaya barat seperti Demokrasi Liberal dan Demokrasi
Sosialis. Indonesia harus menentukan sendiri format baru yang baik bagi
kemajuan bangsa di kemudian hari. Sehingga Mohammad Hatta lebih senang
menyebutnya dengan “Demokrasi Kita”. Tentu hal ini merupakan pembelajaran bagi
kita sebagai mahasiswa ilmu politik untuk menentukan kembali dan menggali sejarah
perkembangan Demokrasi Asli Made In Indonesia. Tidak semata-mata terpengaruh
dengan hegemoni ilmu pengetahuan yang condong terhadap Demokrasi Barat. Melalui
buku ini, Mohammad Hatta mengisyaratkan bahwa sebagai sebuah bangsa yang
merdeka dan mandiri, Demokrasi Kita ini harus selalu disesuaikan dengan
perkembangan zaman dan waktu sehingga terciptanya masyarakat Indonesia yang
adil, makmur, dan sejahtera.
0 comments:
Post a Comment