T.O'Riordan (1976) dalam bukunya Environmentalism
memperluaskan ruang lingkup konsep environmentalisme dengan mendefinisikan
kepada tiga aspek, yaitu :
a.
Environmentalisme
merujuk kepada falsafah alam sekitar, yaitu falsafah yang membentuk nilai atau
moral sebagai pertimbangan kepada persepsi seseorang akan hubungannya alam
sekitar.
b.
Environmentalisme
merujuk kepada ideologi alam sekitar, yaitu aliran-aliran pemikiran yang
berkait dengan alam sekitar yang mencorakkan bidang-bidang kehidupan yang lain
sebagai formula ke arah pembentukan polisi alam sekitar.
c.
Environmentalisme
merujuk kepada perubahan reka bentuk alam sekitar iaitu aplikasi yang praktikal
bagi memanifestasikan falsafah alam sekitar sebagai rancangan bertindak bagi
semua peringkat.
Environmentalisme muncul setelah Revolusi Industri di
prancis yang menimbulkan pencemaran lingkungan modern seperti yang umum terjadi
saat ini. Munculnya pabrik-pabrik besar dan eksploitasi dalam jumlah besar dari
batubara dan bahan bakar fosil menimbulkan polusi udara dan pembuangan limbah
industri kimia dengan volume besar ditambah dengan Perkembangan urbanisasi yang
pesat pula menyebabkan kepadatan penduduk. Langkah pertama yang diambil untuk
mengontrol kondisi ini adalah dengan munculnya British Alkali Acts yang
disahkan pada 1863, untuk mengatur polusi udara yang merugikan ( gas asam
klorida ) yang merupakan hasil dari proses Leblanc , yang digunakan untuk
menghasilkan abu soda . Environmentalisme tumbuh dengan pesat, yang merupakan
reaksi terhadap industrialisasi , pertumbuhan kota, dan udara memburuk dan
pencemaran air .
Jauh
sebelum mulai terbentuknya kesadaran ataupun gerakan sebagai usaha untuk
meminimalisir dampak perkembangan peradaban terhadap lingkungan, Raja Edward I
dari Inggris melalui proklamasi di London pada tahun 1272 melarang pembakaran
batubara karena menimbulkan asap yang kemudian menjadi masalah udara waktu itu.
Jika dilihat, sejak abad pertengahan dimana gereja masih berkuasa waktu itu,
usaha-usaha mengenai lingkungan sudah dilakukan meskipun tidak dalam lingkup
yang lebih luas.
Isu-isu mengenai lingkungan sendiri, telah mendapat sorotan di masyarakat dunia
sekitar tahun 1970-an, namun aspek lingkungan baru muncul pada studi Hubungan
Internasional yang ditandai dengan diselenggarakannya konferensi PBB di Rio De
Jeneiro pada tahun 1992 dengan tema Global Warming. Kesadaran secara langsung
tentang krisis alam itu sendiri mulai timbul setelah terbitnya buku yang
berjudul “Silent Spring” pada tahun 1962. Buku ini adalah hasil kajian dari
seorang saintis wanita bernama Rachel Carson. Meskipun buku ini hanya
menampilkan dampak-dampak pencemaran akibat industri kimia terhadap alam
sekitar dan menampikan penjelasan-penjelasan terkait masalah itu, ia berhasil
membuat masyarakat sadar akan pentingnya menjaga dunia agar terhindar dari
krisis alam yang semakin meluas akibat perkembangan sains dna teknologi di
zaman modern.
Penjelasan-penjelasan mengenai keadaan dan dampak dari krisis alam sekitar yang
dicetuskan oleh Rachel Carson ini kemudian mempengaurhi bidang-bidang lain
selain saintis untuk mulai memperhatikan permasalahan ini. Pada tahun 1967
seorang ahli sejarah, Lynn White Jr., menulis sebuah artikel yang berjudul “The
Historical Roots of Our Ecological Crisis”. Artikel ini memuat pandangannya
mengenai faktor utama yang menyebabkan krisis alam sekitar. Menurutnya, faktor
utama yang menyebabkan krisis alam dan lingkungan adalah faktor ideologi
orang-orang Yahudi-Kristian. Ideologi atau doktrin itu melahirkan suatu
pandangan umum atau worldview dalam kehidupan manusia yaitu mereka diizinkan
oleh Tuhan untuk mengksploitasi alam sekitar demi kelangsungan hidup mereka.
Mereka telah dititipkan oleh Tuhan, jadi tidak ada yang bisa membatasi mereka
dalam melakukan eksploitasi. Lynn White Jr. menjelaskan dengan berpegangan pada
pandangan umumu tersebut dalam kehidupan masyarakat barat yang secara dinamik
dan terstruktur dengan menggunakan sains dan teknologinya untuk mengeksploitasi
alam sekitar tanpa batasan. Fenomena inilah yang menyebabkan pengikisan
dan kemerosotan kualitas alam sekitar secara lokal maupun global.
Kesadaran secara langsung tentang krisis alam sekitar
mulai timbul dari terbitnya sebuah buku yang bertajuk Silent Spring pada tahun
1962. Buku ini adalah hasil kajian seorang saintis wanita yang bernama Rachel
Carson.Walaupun buku ini hanya menumpukan penjelasan si penulis mengenai dampak
pencemaran akibat industri kimia terhadap alam sekitar, ia berjaya menyadarkan
masyarakat dunia mengenai krisis alam sekitar yang semakin meluas akibat
perkembangan sains dan teknologi di zaman moden. Kesadaran mengenai kondisi alam sekitar yang
dicetuskan Rachel Carson ini bukan saja menarik perhatian golongan saintis
tetapi turut mempengaruhi para ahli di bidang-bidang yang lain.
Pada tahun 1967 seorang ahli sejarah, Lynn White Jr.,
menulis sebuah artikel yang bertajuk The Historical Roots of Our Ecological
Crisis. Artikel ini memuatkan pandangannya mengenai dengan faktor utama yang
menyebabkan terjadinya krisis alam sekitar. Menurut beliau, faktor utama yang
menyebabkan krisis alam sekitar ialah doktrin Yahudi-Kristian yang melahirkan
suatu pandangan umum atau worldview dalam kehidupan manusia, yaitu mereka
diizinkan oleh Tuhan mengeksploitasikan alam sekitar demi kelangsungan hidup
mereka. Lynn White Jr. mendakwa dengan berpegang kepada pandangan umum tersebut
masyarakat barat khasnya menggunakan sains dan teknologi secara dinamik untuk
mengeksploitasi alam sekitar tanpa batasan. Fenomena inilah yang menyebabkan
gangguan dan kemerosotan kualiti alam sekitar secara lokal dan global.
Pada dekade
akhir abad ke-20, gerakan-gerakan Environmentalism menjadi sebuah gerakan yang
berkembang dengan cepat, perangkat transnasional yang paling efektif merubah
pandangan dan peraturan lingkungan hidup di lingkup global. Untuk itu, gerakan
environmentalism yang bersifat global dapat dimasukkan dalam salah satu counter
hegemonic globalisasi. Batasan-batasan itu dapat dilihat dari keterlibatan
gerakan ini dalam arena politik lingkungan. Gerakan-gerakan seperti ini
memiliki akar sosial yang bersifat lokal. Gerakan transnasional tidak akan
memiliki basis dan kekuatan yang sudah mapan. Karena itu, orang-orang yang
terlibat dalam kampanye transnasional adalah mereka yang terlibat dalam ikatan
dan komunitas lokal dan didorong oleh keinginan untuk memajukan anggota
tersebut.
Di Indonesia, isu-isu mengenai lingkungan sudah mulai
diperbicangkan pada pemerintahan Orde Baru. Dimulai dengan diselenggarakannya
Seminar Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional di Universitas
Pajajaran Bandung pada tanggal 15 sampai 18 mei 1972. Pada masa pemerintahan
Orde Baru, isu-isu lingkungan memang sedang digalakkan. Faktor terpenting dalam
permasalahan lingkungan salah satunya adalah pertumbuhan penduduk dimana saat
itu Indonesia memang menjadi negara paling padat di dunia. Pertumbuhan penduduk
dan juga banyaknya eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran yang
membuat gerakan lingkungan dimulai di Indonesia yang kemudian didukung oleh
pemerintah pada saat itu. Selain pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat
dan juga industrialisasi karena masuknya modal-modal asing, Indonesia juga saat
itu mengalami beberapa kebakaran hutan yang kemudian menimbulkan permasalahan
asap di Indonesia. Kebakaran hutan menyebabkan banyaknya CO2 di udara yang
dapat mengganggu kesehatan. Selain itu, dapat menyebabkan hilangnya
keanekaragaman hayati. Isu-isu ini menjadi dasar munculnya gerakan-gerakan
pemerhati lingkungan di Indonesia.
Lingkungan dapat dijadikan isu kolektif yang dapat dijadikan mobilitas
kolektif. Gerakan lingkungan dapat berpengaruh pada teori ekonomi neo-klasik.
Penggunaan isu-isu buruh sebagai basis untuk memobilisasi dimana ideologi
non-liberal mengklaim bahwa isu tersebut harus melalui logika pasar jika ingin
memaksimalkan kesejahteraan. Counter hegemonic global dapat membangun sebuah
ekonomi politik global yang menggunakan penyusutan ruang dan fasilitas
komunikasi lintas perbatasan untuk meningkatkan persamaan, keadilan dan
sustainability daripada mengidentifikasikan bentuk dominasi yang ada.
Isu-isu global mengenai global warming dan lapisan ozon sepertinya pada
hakekatnya global, sementara politik banyak orang, seperti konsekuensi
kesehatan dari sampah racun dan dibuat lokal. Tantangan membangun sebuah
organisasi global yang terintegrasi efektif pada aktivitas lokal dengan
kempanye global nampaknya tantangan khusus pada kasus gerakan environmental.
oleh karena itu, gerakan environmental global selalu dianggap organisasi
transnasional yang paling berhasil.
Environmentalisme dapat menggunakan isu-isu dan agenda universal untuk
menyelematkan dunia yang tentunya sangat berpengaruh. Adanya isu dan agenda
universal itu dapat membantu para environmentalis dalam mengkampanyekan
masalah-masalah mengenai krisis-krisis alam sekitar. Sebagai contoh, mengenai
perubahan iklim yang merupakan isu lingkungan paling berpengaruh pada saat ini.
Isu mengenai perubahan iklim ini bersifat global namun memang berawal dari
fondasi lokal yang kuat.
Konsep environmentalisme berkaitan erat dengan proses
pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan dilakukan demi tujuan
bersama dalam rangka modernitas dan globalisasi. Ketika modernitas dna
globalisasi kemudian memberikan pengaruh pada perluasan ekonomi dimana
teknologi juga berperan secara langsung. Sehingga melalui industrialisasi yang
berkembang semakin mendekati dari tujuan modernitas itu sendiri yang
selanjutnya memberikan dampak secara langsung pada permasalahan lingkungan.
Persoalan ekologi hingga saat ini memang berkaitan langsung dengan sistem
kapitalisme. Lingkungan sebagai dasar dari terbentuknya proses industri dimana
lingkungan merupakan daerah asal, tempat, pemberi dan sumber daya yang kemudian
dioptimalisasikan oleh sebuah industri. Oleh karena itu, pembahasan mengenai
lingkungan dan pembangunan tidak dapat dipisahkan yang memang kedua-duanya
mempunyai pengaruh dan dampak masing-masing.
Jika dilihat, konsep environmentalisme juga berhubungan dengan pemikiran Marx.
Marx mendefinisikan pemikirannya pada permasalahan sosial dimana ada perjuangan
antar kelas. Kaitannya dengan lingkungan adalah perlawanan Marx terhadap kaum
borjuis dimana kaum ini merupakan kaum yang sangat dekat dengan sistem
kapitalisme. Pengeksploitasian yang dilakukan oleh kaum borjouis tentunya
berdampak pada lingkungan. Industrialisasi menjadi bentuk kepentingan kaum
borjuis terhadap marginalisasi kaum proletar beserta eksploitasi lingkungan.
Kapitalisme menjadi sebuah paradoks kemajuan dimana sebagai pengaruh dari
globalisasi itu sendiri sehingga memperlihatkan sisi lain dari dampak
kapitalisme.
Environmentalisme telihat seperti feminisme yang
berusaha memisahkan ikatan yang mengekang diantara perempuan yang selama ini
dikuasai oleh laki-laki. Environmentalisme juga terlihat sebagai bentuk
kritisisasi atas pemisahan antara manusia dan lingkungan. Jika dibandingkan,
perempuan dalam perspeftif feminisme hampir serupa dengan faktor ekologis dalam
pemikiran Marx. Perempuan dan Proletar dianalogikan sebagai kaum yang tertindas
yang berujung pada usaha-usaha kesetaraan kelas. Pengistilahan ini berkaitan
dengan faktor ketimpangan sosial yang kuat dalam masyarakat.
Environmentalisme merupakan bentuk baru dari pemikiran
Marxisme. Ilmu-ilmu sosial pada zaman sekarang sudah mencair menjadi lebih luas
yang kemudian secara langsung berhubungan dengan ilmu-ilmu alam. Jarak yang
memisahkan antara ilmu sosial dan ilmu alam secara perlahan akan memudar.
Sebagai bukti, teori-teori pemikiran sosial Marx kemudian digunakan dalam
bentuk baru dimana environmentalisme muncul. Environmentalisme merupakan sebuah
reaksi terhadap semakin menipisnya pandangan mengenai Marxisme. Sebagai bentuk
baru ini, environmentalisme lebih diterima di dalam struktur masyarakat barat
yang cenderung menolak konsep ideologi marxisme yang mengarah pada ideologi
komunis.
Kerusakan lingkungan berjalan seiring dengan
perkembangan industrialisasi. Usaha-usaha melalui gerakan-gerakan
environmentalisme yang sekarang menjadi proses pembentuk integrasi antara
lingkungan, industrialisasi, pembangunan dan teknologi yang nantinya tergabung
dalam suatu jaringan yang saling menguntungkan satu sama lain. Meskipun pada
saat ini, usaha-usaha mengenai pewacanaan, propoganda dan fokusi pada isu
lingkungan masih menguat di negara-negara berkembang dibandingkan negara-negara
maju. Mungkin hal itu disebabkan penggunaan teknologi yang berlebihan di
negara-negara maju sehingga sulit sekali ataupun belum menemukan teknologi yang
cocok dalam meminimalisir kerusakan lingkungan.
Pada kesimpulannya konsep-konsep mengenai
environmentalism berkaitan erat dengan sistem kapitalisme barat. Untuk itulah,
pandangan ini masih sulit untuk diimplementasikan pada pemikiran barat.
Environmentalisme muncul sebagai pengaruh atas modernitas dan globalisasi yang
berjalan seiring dengan industri kapitalistik. Dalam lingkup global, secara
langsung maupun tidak langsung, semuanya akan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan secara integral. Karena globalisasi di satu sisi dengan mekanisme
industri maju akan secara perlahan mengikis ekosistem global. Dengan kata lain,
usaha-usaha yang dilakukan oleh para enviromentalis merupakan bentuk perhatian
yang memang bukan sekarang dirasakannya. Tetapi nanti oleh masyarakat dunia di
masa depan. Aspek ekologis harus selalu disandingkan sebagai determinan dalam
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Melalui pembangunan berkelanjutan dengan
memperhatikan aspek ekologis menjadi penyeimbang antara kehidupan manusia dan
lingkungan.
0 comments:
Post a Comment