Tuesday, October 18, 2016

Pengertian Environmentalisme

T.O'Riordan (1976) dalam bukunya Environmentalism memperluaskan ruang lingkup konsep environmentalisme dengan mendefinisikan kepada tiga aspek, yaitu :
a.       Environmentalisme merujuk kepada falsafah alam sekitar, yaitu falsafah yang membentuk nilai atau moral sebagai pertimbangan kepada persepsi seseorang akan hubungannya alam sekitar.
b.      Environmentalisme merujuk kepada ideologi alam sekitar, yaitu aliran-aliran pemikiran yang berkait dengan alam sekitar yang mencorakkan bidang-bidang kehidupan yang lain sebagai formula ke arah pembentukan polisi alam sekitar.
c.       Environmentalisme merujuk kepada perubahan reka bentuk alam sekitar iaitu aplikasi yang praktikal bagi memanifestasikan falsafah alam sekitar sebagai rancangan bertindak bagi semua peringkat.
Environmentalisme muncul setelah Revolusi Industri di prancis yang menimbulkan pencemaran lingkungan modern seperti yang umum terjadi saat ini. Munculnya pabrik-pabrik besar dan eksploitasi dalam jumlah besar dari batubara dan bahan bakar fosil menimbulkan polusi udara dan pembuangan limbah industri kimia dengan volume besar ditambah dengan Perkembangan urbanisasi yang pesat pula menyebabkan kepadatan penduduk. Langkah pertama yang diambil untuk mengontrol kondisi ini adalah dengan munculnya British Alkali Acts yang disahkan pada 1863, untuk mengatur polusi udara yang merugikan ( gas asam klorida ) yang merupakan hasil dari proses Leblanc , yang digunakan untuk menghasilkan abu soda . Environmentalisme tumbuh dengan pesat, yang merupakan reaksi terhadap industrialisasi , pertumbuhan kota, dan udara memburuk dan pencemaran air .
  Jauh sebelum mulai terbentuknya kesadaran ataupun gerakan sebagai usaha untuk meminimalisir dampak perkembangan peradaban terhadap lingkungan, Raja Edward I dari Inggris melalui proklamasi di London pada tahun 1272 melarang pembakaran batubara karena menimbulkan asap yang kemudian menjadi masalah udara waktu itu. Jika dilihat, sejak abad pertengahan dimana gereja masih berkuasa waktu itu, usaha-usaha mengenai lingkungan sudah dilakukan meskipun tidak dalam lingkup yang lebih luas.
            Isu-isu mengenai lingkungan sendiri, telah mendapat sorotan di masyarakat dunia sekitar tahun 1970-an, namun aspek lingkungan baru muncul pada studi Hubungan Internasional yang ditandai dengan diselenggarakannya konferensi PBB di Rio De Jeneiro pada tahun 1992 dengan tema Global Warming. Kesadaran secara langsung tentang krisis alam itu sendiri mulai timbul setelah terbitnya buku yang berjudul “Silent Spring” pada tahun 1962. Buku ini adalah hasil kajian dari seorang saintis wanita bernama Rachel Carson. Meskipun buku ini hanya menampilkan dampak-dampak pencemaran akibat industri kimia terhadap alam sekitar dan menampikan penjelasan-penjelasan terkait masalah itu, ia berhasil membuat masyarakat sadar akan pentingnya menjaga dunia agar terhindar dari krisis alam yang semakin meluas akibat perkembangan sains dna teknologi di zaman modern.
            Penjelasan-penjelasan mengenai keadaan dan dampak dari krisis alam sekitar yang dicetuskan oleh Rachel Carson ini kemudian mempengaurhi bidang-bidang lain selain saintis untuk mulai memperhatikan permasalahan ini. Pada tahun 1967 seorang ahli sejarah, Lynn White Jr., menulis sebuah artikel yang berjudul “The Historical Roots of Our Ecological Crisis”. Artikel ini memuat pandangannya mengenai faktor utama yang menyebabkan krisis alam sekitar. Menurutnya, faktor utama yang menyebabkan krisis alam dan lingkungan adalah faktor ideologi orang-orang Yahudi-Kristian. Ideologi atau doktrin itu melahirkan suatu pandangan umum atau worldview dalam kehidupan manusia yaitu mereka diizinkan oleh Tuhan untuk mengksploitasi alam sekitar demi kelangsungan hidup mereka. Mereka telah dititipkan oleh Tuhan, jadi tidak ada yang bisa membatasi mereka dalam melakukan eksploitasi. Lynn White Jr. menjelaskan dengan berpegangan pada pandangan umumu tersebut dalam kehidupan masyarakat barat yang secara dinamik dan terstruktur dengan menggunakan sains dan teknologinya untuk mengeksploitasi  alam sekitar tanpa batasan. Fenomena inilah yang menyebabkan pengikisan dan kemerosotan kualitas alam sekitar secara lokal maupun global.

Kesadaran secara langsung tentang krisis alam sekitar mulai timbul dari terbitnya sebuah buku yang bertajuk Silent Spring pada tahun 1962. Buku ini adalah hasil kajian seorang saintis wanita yang bernama Rachel Carson.Walaupun buku ini hanya menumpukan penjelasan si penulis mengenai dampak pencemaran akibat industri kimia terhadap alam sekitar, ia berjaya menyadarkan masyarakat dunia mengenai krisis alam sekitar yang semakin meluas akibat perkembangan sains dan teknologi di zaman moden. Kesadaran mengenai kondisi alam sekitar yang dicetuskan Rachel Carson ini bukan saja menarik perhatian golongan saintis tetapi turut mempengaruhi para ahli di bidang-bidang yang lain.
            Pada tahun 1967 seorang ahli sejarah, Lynn White Jr., menulis sebuah artikel yang bertajuk The Historical Roots of Our Ecological Crisis. Artikel ini memuatkan pandangannya mengenai dengan faktor utama yang menyebabkan terjadinya krisis alam sekitar. Menurut beliau, faktor utama yang menyebabkan krisis alam sekitar ialah doktrin Yahudi-Kristian yang melahirkan suatu pandangan umum atau worldview dalam kehidupan manusia, yaitu mereka diizinkan oleh Tuhan mengeksploitasikan alam sekitar demi kelangsungan hidup mereka. Lynn White Jr. mendakwa dengan berpegang kepada pandangan umum tersebut masyarakat barat khasnya menggunakan sains dan teknologi secara dinamik untuk mengeksploitasi alam sekitar tanpa batasan. Fenomena inilah yang menyebabkan gangguan dan kemerosotan kualiti alam sekitar secara lokal dan global.
Pada dekade akhir abad ke-20, gerakan-gerakan Environmentalism menjadi sebuah gerakan yang berkembang dengan cepat, perangkat transnasional yang paling efektif merubah pandangan dan peraturan lingkungan hidup di lingkup global. Untuk itu, gerakan environmentalism yang bersifat global dapat dimasukkan dalam salah satu counter hegemonic globalisasi. Batasan-batasan itu dapat dilihat dari keterlibatan gerakan ini dalam arena politik lingkungan. Gerakan-gerakan seperti ini memiliki akar sosial yang bersifat lokal. Gerakan transnasional tidak akan memiliki basis dan kekuatan yang sudah mapan. Karena itu, orang-orang yang terlibat dalam kampanye transnasional adalah mereka yang terlibat dalam ikatan dan komunitas lokal dan didorong oleh keinginan untuk memajukan anggota tersebut.
Di Indonesia, isu-isu mengenai lingkungan sudah mulai diperbicangkan pada pemerintahan Orde Baru. Dimulai dengan diselenggarakannya Seminar Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional di Universitas Pajajaran Bandung pada tanggal 15 sampai 18 mei 1972. Pada masa pemerintahan Orde Baru, isu-isu lingkungan memang sedang digalakkan. Faktor terpenting dalam permasalahan lingkungan salah satunya adalah pertumbuhan penduduk dimana saat itu Indonesia memang menjadi negara paling padat di dunia. Pertumbuhan penduduk dan juga banyaknya eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran yang membuat gerakan lingkungan dimulai di Indonesia yang kemudian didukung oleh pemerintah pada saat itu. Selain pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat dan juga industrialisasi karena masuknya modal-modal asing, Indonesia juga saat itu mengalami beberapa kebakaran hutan yang kemudian menimbulkan permasalahan asap di Indonesia. Kebakaran hutan menyebabkan banyaknya CO2 di udara yang dapat mengganggu kesehatan. Selain itu, dapat menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati. Isu-isu ini menjadi dasar munculnya gerakan-gerakan pemerhati lingkungan di Indonesia.
            Lingkungan dapat dijadikan isu kolektif yang dapat dijadikan mobilitas kolektif. Gerakan lingkungan dapat berpengaruh pada teori ekonomi neo-klasik. Penggunaan isu-isu buruh sebagai basis untuk memobilisasi dimana ideologi non-liberal mengklaim bahwa isu tersebut harus melalui logika pasar jika ingin memaksimalkan kesejahteraan. Counter hegemonic global dapat membangun sebuah ekonomi politik global yang menggunakan penyusutan ruang dan fasilitas komunikasi lintas perbatasan untuk meningkatkan persamaan, keadilan dan sustainability daripada mengidentifikasikan bentuk dominasi yang ada.
            Isu-isu global mengenai global warming dan lapisan ozon sepertinya pada hakekatnya global, sementara politik banyak orang, seperti konsekuensi kesehatan dari sampah racun dan dibuat lokal. Tantangan membangun sebuah organisasi global yang terintegrasi efektif pada aktivitas lokal dengan kempanye global nampaknya tantangan khusus pada kasus gerakan environmental. oleh karena itu, gerakan environmental global selalu dianggap organisasi transnasional yang paling berhasil.
            Environmentalisme dapat menggunakan isu-isu dan agenda universal untuk menyelematkan dunia yang tentunya sangat berpengaruh. Adanya isu dan agenda universal itu dapat membantu para environmentalis dalam mengkampanyekan masalah-masalah mengenai krisis-krisis alam sekitar. Sebagai contoh, mengenai perubahan iklim yang merupakan isu lingkungan paling berpengaruh pada saat ini. Isu mengenai perubahan iklim ini bersifat global namun memang berawal dari fondasi lokal yang kuat.
Konsep environmentalisme berkaitan erat dengan proses pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan dilakukan demi tujuan bersama dalam rangka modernitas dan globalisasi. Ketika modernitas dna globalisasi kemudian memberikan pengaruh pada perluasan ekonomi dimana teknologi juga berperan secara langsung. Sehingga melalui industrialisasi yang berkembang semakin mendekati dari tujuan modernitas itu sendiri yang selanjutnya memberikan dampak secara langsung pada permasalahan lingkungan.
            Persoalan ekologi hingga saat ini memang berkaitan langsung dengan sistem kapitalisme. Lingkungan sebagai dasar dari terbentuknya proses industri dimana lingkungan merupakan daerah asal, tempat, pemberi dan sumber daya yang kemudian dioptimalisasikan oleh sebuah industri. Oleh karena itu, pembahasan mengenai lingkungan dan pembangunan tidak dapat dipisahkan yang memang kedua-duanya mempunyai pengaruh dan dampak masing-masing.
            Jika dilihat, konsep environmentalisme juga berhubungan dengan pemikiran Marx. Marx mendefinisikan pemikirannya pada permasalahan sosial dimana ada perjuangan antar kelas. Kaitannya dengan lingkungan adalah perlawanan Marx terhadap kaum borjuis dimana kaum ini merupakan kaum yang sangat dekat dengan sistem kapitalisme. Pengeksploitasian yang dilakukan oleh kaum borjouis tentunya berdampak pada lingkungan. Industrialisasi menjadi bentuk kepentingan kaum borjuis terhadap marginalisasi kaum proletar beserta eksploitasi lingkungan. Kapitalisme menjadi sebuah paradoks kemajuan dimana sebagai pengaruh dari globalisasi itu sendiri sehingga memperlihatkan sisi lain dari dampak kapitalisme.  
Environmentalisme telihat seperti feminisme yang berusaha memisahkan ikatan yang mengekang diantara perempuan yang selama ini dikuasai oleh laki-laki. Environmentalisme juga terlihat sebagai bentuk kritisisasi atas pemisahan antara manusia dan lingkungan. Jika dibandingkan, perempuan dalam perspeftif feminisme hampir serupa dengan faktor ekologis dalam pemikiran Marx. Perempuan dan Proletar dianalogikan sebagai kaum yang tertindas yang berujung pada usaha-usaha kesetaraan kelas. Pengistilahan ini berkaitan dengan faktor ketimpangan sosial yang kuat  dalam masyarakat.   
Environmentalisme merupakan bentuk baru dari pemikiran Marxisme. Ilmu-ilmu sosial pada zaman sekarang sudah mencair menjadi lebih luas yang kemudian secara langsung berhubungan dengan ilmu-ilmu alam. Jarak yang memisahkan antara ilmu sosial dan ilmu alam secara perlahan akan memudar. Sebagai bukti, teori-teori pemikiran sosial Marx kemudian digunakan dalam bentuk baru dimana environmentalisme muncul. Environmentalisme merupakan sebuah reaksi terhadap semakin menipisnya pandangan mengenai Marxisme. Sebagai bentuk baru ini, environmentalisme lebih diterima di dalam struktur masyarakat barat yang cenderung menolak konsep ideologi marxisme yang mengarah pada ideologi komunis.
Kerusakan lingkungan berjalan seiring dengan perkembangan industrialisasi. Usaha-usaha melalui gerakan-gerakan environmentalisme yang sekarang menjadi proses pembentuk integrasi antara lingkungan, industrialisasi, pembangunan dan teknologi yang nantinya tergabung dalam suatu jaringan yang saling menguntungkan satu sama lain. Meskipun pada saat ini, usaha-usaha mengenai pewacanaan, propoganda dan fokusi pada isu lingkungan masih menguat di negara-negara berkembang dibandingkan negara-negara maju. Mungkin hal itu disebabkan penggunaan teknologi yang berlebihan di negara-negara maju sehingga sulit sekali ataupun belum menemukan teknologi yang cocok dalam meminimalisir kerusakan lingkungan.  

Pada kesimpulannya konsep-konsep mengenai environmentalism berkaitan erat dengan sistem kapitalisme barat. Untuk itulah, pandangan ini masih sulit untuk diimplementasikan pada pemikiran barat. Environmentalisme muncul sebagai pengaruh atas modernitas dan globalisasi yang berjalan seiring dengan industri kapitalistik. Dalam lingkup global, secara langsung maupun tidak langsung, semuanya akan dipengaruhi oleh faktor lingkungan secara integral. Karena globalisasi di satu sisi dengan mekanisme industri maju akan secara perlahan mengikis ekosistem global. Dengan kata lain, usaha-usaha yang dilakukan oleh para enviromentalis merupakan bentuk perhatian yang memang bukan sekarang dirasakannya. Tetapi nanti oleh masyarakat dunia di masa depan. Aspek ekologis harus selalu disandingkan sebagai determinan dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Melalui pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan aspek ekologis menjadi penyeimbang antara kehidupan manusia dan lingkungan.

0 comments: