1. Pendekatan Sifat
Dalam pendekatan
sifat timbul
pemikiran
bahwa pemimpin iti dilahirkan, pemimpin bukan dibuat. Pemikiran semacam itu dinamakan pemikiran “Hereditary” (turun temurun). Pendekatan secara turun temurun bahwa pemimpin dilahirkan
bukan dibuat, pemimpin
tidak dapat memperoleh kemampuan dengan belajar/latihan
tetapi dari menerima warisan, sehingga menjamin kepemimpinan
dalam garis turun temurun dilakukan antar anggota keluarga. Dengan demikian
kekuasaan dan
kesejahteraan dapat dilangsungkan pada generasi berikutnya yang termasuk dalam garis keturunan keluarga yang saat itu berkuasa.
Kemudian timbul teori baru yaitu “Physical Characteristic Theory” (teori dari Fisik). Kemudian timbul lagibahwa pemimpin itu dapat
diciptakan melalui latihan
sehingga setiap orang mempunyai potensi untuk
menjadi pemimpin. Para
ahli umumnya memiliki pandangan perlunya seorang pemimpin mempunyai
sifat-sifat
yang baik. Pandangan semacam ini dinamakan pendekatan sifat. Adapun sifat-sifat
yang baik yang harus dimiliki seorang pemimpin yaitu:
(a) bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (b) cakap, cerdik dan jujur; (c) sehat jasmani dan rohani; (d) tegas, berani, disiplin dan efisien; (e) bijaksana dan manusiawi; (f) berilmu; (g) bersemangat tinggi; (h) berjiwa matang dan
berkemauan keras; (i) mempunyai
motivasi kerja tinggi; (j) mampu berbuat adil; (k) mampu membuat rencana dan keputusan; (l) memiliki rasa tanggung jawab yang besar; (m) mendahulukan
kepentingan orang lain.
2. Pendekatan Perilaku
Pendekatan perilaku adalah keberhasilan dan kegagalan seorang pemimpin itu dilakukan oleh
gaya bersikap dan bertindak pemimpin yang bersangkutan. Gaya bersikap dan bertindak akan tampak dari cara memberi perintah, memberi tugas, cara berkomunikasi, cara membuat keputusan, cara mendorong semangat kerja bawahan, cara menegakkan disiplin, cara pengawasan dan lain-lain. Bila dalam melakukan tindakan dengan
cara lugas, keras, sepihak yang penting tugas selesai dengan baik, dan yang
bersalah langsung
dihukum,
gaya kepemimpinan itu cenderung bergaya otoriter.
Sebaliknya jika dalam melakukan kegiatan tersebut pemimpin dengan cara
halus, simpatik, interaksi timbal balik, menghargai pendapat dan lain-lalin. Maka gaya kepemimpinan ini
bergaya kepemimpinan
demokratis. Pandangan
klasik menganggap
sikap
pegawai itu pasif dalam arti
enggan
bekerja,
malas,
takut memikul tanggung jawab, bekerja berdasarkan
perintah.
Sebaliknya
pandangan modern pegawai itu
manusia yang memiliki perasaan, emosi, kehendak aktif dan tanggung jawab. Pandangan klasik menimbulkan gaya kepemimpinan otoriter sedangkan pandangan modern menimbulkan
gaya kepemimpinan demokratis. Dari dua pandangan di atas menimbulkan gaya kepemimpinan yang berbeda.
3. Pendekatan Kontingensi
Dalam pandangan ini
dikenal dengan sebutan “One Best Way” (Satu yang terbaik), artinya untuk mengurus suatu organisasi dapat dilakukan dengan paralek
tunggal untuk segala situasi. Padahal kenyataannya tiap-tiap
organisasi memiliki ciri khusus
bahkan
organisasi yang
sejenis
akan menghadapi
masalah berbeda lingkungan yang
berbeda, pejabat dengan watak dan perilaku yang berbeda. Oleh karena itu
tidak
dapat dipimpin dengan perilaku
tunggal untuk segala
situasi. Situasi yang berbeda harus dihadapi dengan perilaku kepepimpinan yang berbeda.
Fremont E. Kast
(1979) mengatakan bahwa organisasi adalah suatu sistem yang terdiri dari
sub sistem dengan batas lingkungan supra sistem. Pandangan kontingensi menunjukkan
pendekatan dalam organisasi adanya
natar hubungan
dalam sub sistm yang terdiri daari sub sistem
maupun organisasi dengan
lingkungannya. Kontingensi berpandangan bahwa
azas-azas organisasi bersifat
universal. Apabila dikaitkan dengan kepemimpinan maka dapat dikatakan bahwa tiap-tiap organisasi adalah unik dan tiap
situsi harus dihadapi dengan gaya
kepemimpinan tersendiri.
4. Pendekatan Terpadu
Paul Kenneth H. Blanchard (1977), memadukan berbagai teori kedalam pendekatan kepemimpinan situasional dengan maksud menunjukkan kesamaan dari pada perbedaan diantara teori-teori tersebut. Teori-teori yang dipadukan adalah:
a. Perpeduan antara teori motivasi jenjang kebutuhan teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional.
b. Perpaduan teori motivasi 2 faktor teori tingkat kematangan bawahan, dengan
pendekatan situasional.
c. Perpaduan
antar 4 sistem manajemen,
teori
tingkat
kematangan bawahan dengan pendekatan situasional
d. Perpaduan antara teori x dan y, teori tingkat kematangan bawahan dengan kematangan situasional
e. Perpaduan
antara pola perilaku A dan B, tori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional
f. Perpaduan
antara
4
anggapan
tentang
orang, teori kematangan
bawahan
dengan kepemimpinan situasional
g. Perpaduan antara teori “Ego State”, teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional
h. Perpaduan
antara
teori
”Life
Position”
,
teori
tingkat
kematangan bawahan
dengan pendekatan kepemimpinan situasional
i. Perpaduan antara teori system control,
teori
tingkat
kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional.
j. Perpaduan antara teori dasar daya, teori tingkat kamatangan bawahan dengan pendekatan kepemikmpinan situasional.
k. Perpaduan antara teori “Parent effektiviness training”, teori tingkat kematangan
bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional
l. Perpaduan
antara teori pertumbuhan organisasi dengan pendekatan
kepemimpinan situasional.
m. Perpaduan antara teori proses pertumbuhan organisasi, teori tingkat
kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional.
n. Perpaduan antara teori siklus perubahan, teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional.
o. Perpaduan antara teori modivikasi perilaku, teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional
p. Perpaduan antara teori “Force field analysis”, teori tingkat kematangan bawahan dengan pendekatan kepemimpinan situasional.
0 comments:
Post a Comment