Pilkada merupakan momen yang paling berharga bagi
masyarakat. Seperti halnya pada pemilu-pemilu yang sering dilakukan, pilkada
dianggap sebagai pesta demokrasi atau masyarakat . Namun pesta pora demokrasi
ini jangan sampai melupakan hal-hal krusial esensi dan tujuan dari Pilkada
sendiri. Pilkada harus menjadi gerbang pembuka untuk memilih pemimpinnya
mewujudkan Aceh yang lebih baik. Seringkali yang terjadi Pilkada, pesta-pesta
diawali dengan kampanye para calon. Para calon berlomba-lomba untuk memikat
sebanyak mungkin masyarakat untuk mendukung. Maka, banyak cara yang digunakan.
Mulai dari mobilisasi massa, kampanye di jalan, pemasangan poster kampanye,
spanduk, orasi, dan sebagainya. Bahkan dalam suatu pilkada, seperti yang
terjadi di berbagai tempat, bahkan pada saat pemilu 2004, terjadi cara-cara
yang tidak sehat, misalnya saja: serangan fajar dengan memberikan uang kepada
masyarakat untuk memilih. Keadaan seperti ini akan melenakan masyarakat
terhadap esensi pilkada. Pilkada bukan sebagai ajang memilih yang terbaik dari
yang sudah terpilih, tetapi memanfaatkan sebesar-besarnya demi keuntungan
pribadi. Si calon menang, masyarakat senang. Senangnya bukan karena telah
mendapatkan calon yang sesuai hati nurani, tetapi senang karena mendapatkan
berkah karena diberi sedekah.
Seringkali pula, para calon memberikan banyak janji
ketika pemilu. Di saat pemilu usai dan si calon sudah terpilih, masyarakat
mulai menunggu janji-janji yang diberikan. Harapannya, janji yang telah
disebutkan dahulu bisa terealisasi dengan baik. Paling tidak ada usaha sang
pemimpin untuk melaksanakannya. Kebanyakan usai pilkada di berbagai daerah,
masyarakat mulai menanti janji terlalu lama. Lama-lama, masyarakat menangisi
kenyataan dan meratapi yang sudah terpilih, lantaran janji itu tidak pernah kunjung
datang. Kemenangan para calon biasanya didukung oleh tim sukses yang berhasil
meraih massa namun rujukan untuk memperoleh massa bukan berasal dari janji
terstruktur selama 5 tahun kedepannya. Jangan sampai hal ini terjadi di pilkada
Aceh. Penantian yang besar terhadap masa depan Aceh sungguh sangat diharapkan
oleh masyarakat. Masyarakat Aceh harus disuguhi yang nyata dan realistis bukan
hanya janji. Dari kedelapan calon, nampaknya janji yang disampaikan belum
terlihat secara konkret dan nyata. Ada calon yang menyatakan bahwa melanjutkan
rekonstruksi pasca gempa, namun tidak disertakan sejauh mana pembangunan
tersebut akan dilakukan, targetnya apa dan bagian mana saja, dengan siapa dan
bagaimana itu dilakukan tidak terlihat. Semua janji masih terlihat klise dan
tidak jelas.
Persoalan lain,
masyarakat tidak protes akan hal tersebut. Dalam pilkada, masyarakat butuh
sesuatu yang konkrit. Banyak sekali permasalahan Aceh yang belum bisa
terselesaikan misalnya saja kemiskinan. Aceh merupakan provinsi kedua dengan
jumlah masyarakat miskin terbanyak setelah Papua. Ditambah lagi, bencana
tsunami membuat Aceh semakin terhimpit. Masih ada hal lain yang harus
diperhatikan, seperti kesehatan dan pendidikan. Bencana membuat
kegiatan-kegiatan kesehatan dan pendidikan terhambat. Selain itu, banyak
fasilitas-fasilitas yang masih kurang dan kurang tersebar di daerah-daerah.
Sulitnya masyarakat menjangkau pendidikan dan fasilitas kesehatan harus menjadi
titik fokus pemerintah nantinya. Realita-realita semacam ini sudah menjadi
santapan masyarakat Aceh dalam hidup. Pilkada harus membawa angin segar bagi
masyarakat Aceh, dan bukan memanfaatkan pilkada sebagai ajang konflik antara
kelompok atau golongan. Keadaan yang damaipun juga menjadi harapan ke depan
masyarakat. Para calon yang maju dalam pemilihan harus bisa melihat kenyataan
ini dengan memberikan janji yang lebih dibutuhkan. Bukan lip service yang hanya
akan meninabobokkan masyarakat sehinga berpikiran utopis.
Masyarakat juga perlu aktif dan kritis. Demi pelaksanan pilkada yang tak sekedar janji, masyarakat harus bisa secara jeli mendorong para calon untuk memikirkan masalah yang dihadapi masyarakat. Ini artinya, mempersempit gerak para calon untuk besar bicara dalam hal janji. Para calon harus diajak kritis melihat realita dalam masyarakat. Nantinya, pembangunan untuk Aceh adalah pembangunan yang memang dibutuhkan masyarakat. Bukan semata-mata pembangunan hanya demi kepentingan-kepentingan tertentu. Mampukah masyarakat Aceh melakukan hal ini? Jika berbicara masalah partisipasi politik di masyarakat, masih ada sejumlah permasalahan lain, misalnya saja akses media yang digunakan, keterwakilan perempuan dan masalah-masalah lain.
Masyarakat juga perlu aktif dan kritis. Demi pelaksanan pilkada yang tak sekedar janji, masyarakat harus bisa secara jeli mendorong para calon untuk memikirkan masalah yang dihadapi masyarakat. Ini artinya, mempersempit gerak para calon untuk besar bicara dalam hal janji. Para calon harus diajak kritis melihat realita dalam masyarakat. Nantinya, pembangunan untuk Aceh adalah pembangunan yang memang dibutuhkan masyarakat. Bukan semata-mata pembangunan hanya demi kepentingan-kepentingan tertentu. Mampukah masyarakat Aceh melakukan hal ini? Jika berbicara masalah partisipasi politik di masyarakat, masih ada sejumlah permasalahan lain, misalnya saja akses media yang digunakan, keterwakilan perempuan dan masalah-masalah lain.
Survey dari World Bank yang dilakukan di 9 kota dan kabupaten di Aceh menunjukkan hasil bahwa pemerintah dinilai kurang tanggap dan kritis terhadap permasalahan masyarakat. Ini ditunjukkan dengan kurang komitmennya pemerintah mengalokasikan dana anggaran pada sektor-sektor publik, seperti pendidikan, kesehatan dan lainnya. (Rais;2006) Jangan sampai, pemerintahan hasil pilihan rakyat nanti juga mengalami hal yang demikian. Pilkada menjadi kesempatan emas untuk menilai para calon yang kritis terhadap masalah masyarakat. Pilkada semata-mata juga bukan ajang pemilihan pemimpin yang dilaksanakan secara struktural dan penuh ceremonial, seperti pemilihan raja dan idola di televisi. Esensi dari pilkada adalah menemukan orang yang bisa membawa rakyat Aceh keluar dari hambatan permasalahan yang selama ini menghantui, yakni permasalahan yang telah ditunjukkan di atas tadi.
0 comments:
Post a Comment