Untuk melihat
seberapa jauh peran partai
politik sebagai wadah penyalur aspirasi politik rakyat, sekali lagi harus
dilihat dalam konteks prospektif sejarah perkembangan
bangsa Indonesia itu sendiri. Pada awal kemerdekaan, partai
politik
belum berperan secara optimal sebagai
wadah untuk menyalurkan
aspirasi politik
rakyat. Hal ini terlihat dari timbulnya berbagai gejolak dan ketidak
puasan di sekelompok masyarakat yang merasa
aspirasinya tidak
terwadahi dalam
bentuk gerakan-gerakan
separatis
seperti proklamasi Negara
Islam
oleh Kartosuwiryo
tahun 1949, terbentuknya negara negara boneka yang bernuansa kedaerahan. Negara-negara
boneka
ini sengaja diciptakan oleh Belanda untuk memecah belah persatuan dan kesatuan. Namun kenapa hal itu terjadi dan ditangkap oleh sebagian rakyat pada waktu itu?
Jawabannya adalah
bahwa
aspirasi rakyat
berbelok arah
mengikuti aspirasi
penjajah, karena tersumbatnya saluran aspirasi yang disebabkan kapasitas sistem politik belum cukup memadai
untuk mewadahi
berbagai
aspirasi
yang berkembang. Di sini boleh dikatakan bahwa rendahnya kapasitas sistem politik, lebih disebabkan oleh
karena sistem politik masih berada pada tahap awal perkembangannya.
Pada fase berikutnya dalam sejarah perjalanan bangsa yaitu masa Orde Lama, peran partai politik
sebagai wadah penyalur aspirasi politik rakyat juga
belum terlaksana
sesuai dengan yang diharapkan. Partai politik cenderung terperangkap oleh kepentingan
partai dan/ atau kelompoknya masing-masing dan
bukan kepentingan rakyat secara keseluruhan. Sebagai akibat
daripadanya adalah terjadinya ketidak stabilan sistem kehidupan politik dan kemasyarakatan yang ditandai dengan berganti-gantinya kabinet, partai politik tidak berfungsi
dan politik dijadikan panglima, aspirasi rakyat tidak tersalurkan akibatnya kebijaksanaan politik yang dikeluarkan saat itu lebih bernuansa
kepentingan politik dari pada kepentingan ekonomi, rasa keadilan terusik dan ketidak puasan semakin mengental, demokrasi hanya dijadikan jargon politik, tapi
tidak disertai
dengan upaya memberdayakan pendidikan politik rakyat.
Di zaman pemerintahan Orde Baru, peran partai politik
dalam kehidupan berbangsa dicoba ditata melalui UU No. 3 Tahun 1973, partai politik yang jumlahnya
cukup banyak di tata menjadi 3 kekuatan sosial politikyang terdiri dari 2 partai politik yaitu PPP dan PDI serta 1 Golkar. Namun penataan partai politik tersebut ternyata tidak
membuat semakin berperannya partai
politik sebagai wadah penyalur aspirasi politik rakyat. Partai politik yang diharapkan dapat mewadahi aspirasi politik rakyat
yang terkristal menjadi kebijakan publik yang populis tidak terwujud.
Hal ini terlihat
dari
kebijaksanaan publik yang dihasilkan pada pemerintahan orde baru
ternyata kurang memperhatikan aspirasi politik rakyat dan
cenderung merupakan sarana legitimasi
kepentingan penguasa dan kelompok tertentu. Akibatnya pembangunan nasional bukan
melakukan pemerataan dan kesejahteraan namun menimbulkan ketimpangan dan kesenjangan
sosial di berbagai aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Hal ini dikarenakan peran
partai politik
sebagai
wadah
penyalur aspirasi politik rakyat oleh pemerintahan orde baru
tidak ditempatkan sebagai kekuatan politk bangsa tetapi
hanya ditempatkan sebagai mesin
politik penguasa dan assesoris
demokrasi untuk legitimasi kekuasaan
semata. Akibatnya peran partai politik sebagai wadah penyalur betul-betul terbukti nyaris bersifat mandul dan
hampir-hampir tak
berfungsi.
Era reformasi muncul sebagai
gerakan
korektif
dan pelopor perubahan- perubahan mendasar di berbagai aspek kehidupan. Gerakan reformasi yang melahirkan proses perubahan dan melengserkan pemerintahan orde baru dan melahirkan UU No. 3 Tahun 1999 tentang
partai politik memungkinkan sistem multi
partai
kembali
bermunculan.
Harapan peran
partai sebagai wadah penyalur aspirasi
politik
akan semakin baik, meskipun hingga saat ini belum menunjukkan kenyataan.
Hal ini terlihat dari kampanye Pemilu yang masih diwarnai
banyaknya partai politik yang tidak mengaktualisasikan aspirasi rakyat dalam wujud program partai
yang akan diperjuangkan.
Mirip dengan fenomena lama dimana yang ada hanya janji dan slogan-
slogan kepentingan politik sesaat. Meskipun
rezim otoriter
telah
berakhir dan keran demokrasi telah dibuka secara luas sejalan dengan bergulirnya proses reformasi, namun perkembangan demokrasi belum terarah secara baik dan aspirasi masyarakat belum terpenuhi secara maksimal. Aspirasi rakyat belum tertangkap, terartikulasi, dan teragregasikan secara transparan dan konsisten. Distorsi atas
aspirasi, kepentingan, dan kekuasaan rakyat masih sangat terasa dalam kehidupan politik, baik
distorsi yang datangnya dari elit
politik, penyelenggara negara, pemerintah, maupun kelompok- kelompok kepentingan. Di lain pihak,
institusi
pemerintah
dan negara tidak jarang berada pada posisi yang seolah tidak
berdaya menghadapi kebebasan yang terkadang
melebihi batas kepatutan dan bahkan muncul kecenderungan yang mengarah anarchis walaupun polanya tidak melembaga dan lebih banyak bersifat kontekstual.
0 comments:
Post a Comment