Friday, October 28, 2016

Peran Sebagai Wadah Penyalur Aspirasi Politik

Untuk  melihat  seberapa  jauh  perapartai  politik  sebagai  wadah  penyalur aspirasi politik rakyat, sekali lagi harus dilihat dalam konteks prospektif sejarah perkembangan  bangsa Indonesia  itu sendiri. Pada awal kemerdekaan,  partai politik belum  berperan  secara  optimal  sebagai  wadah  untuk  menyalurkan  aspirasi  politik rakyat Hal  ini  terlihat  dari  timbulny berbagai   gejola dan  ketidak  puasan   di sekelompok   masyarakat   yang   merasa   aspirasiny tidak   terwadahi   dalam   bentuk gerakan-gerakan  separatis  seperti  proklamasi  Negara  Islam  oleh  Kartosuwiryo  tahun 1949, terbentuknya negara negara boneka yang bernuansa kedaerahan. Negara-negara
boneka  ini  sengaja  diciptakan  oleh  Belanda  untuk  memecah  belah  persatuan  dan kesatuan. Namun kenapa hal itu terjadi dan ditangkap oleh sebagian rakyat pada waktu itu?  Jawabanny adalah  bahwa  aspirasi  rakyat  berbelok   arah  mengikut aspirasi penjajah, karena tersumbatnya saluran aspirasi yang disebabkan kapasitas sistem politik belum cukup  memadai  untuk  mewadahi  berbagai  aspirasi  yang berkembang.  Di sini boleh dikatakan bahwa rendahnya kapasitas sistem politik, lebih disebabkan oleh karena sistem politik masih berada pada tahap awal perkembangannya.

Pada fase berikutnya dalam sejarah perjalanan bangsa yaitu masa Orde Lama, peran partai politik sebagai wadah penyalur aspirasi politik rakyat juga belum terlaksana sesuai dengan yang diharapkan. Partai politik cenderung terperangkap oleh kepentingan partai dan/ atau kelompoknya masing-masing dan bukan kepentingan rakyat secara keseluruhan. Sebagai akibat daripadanya adalah terjadinya ketidak stabilan sistem kehidupan politik dan kemasyarakatan yang ditandai dengan berganti-gantinya kabinet, partai politik tidak berfungsi dan politik dijadikan panglima, aspirasi rakyat tidak tersalurkan akibatnya kebijaksanaapolitik yang dikeluarkan saat itu lebih bernuansa kepentingan politik dari pada kepentingan ekonomi, rasa keadilan terusik dan ketidak puasan semakin mengental, demokrasi hanya dijadikan jargon politik, tapi tidak disertai dengan upaya memberdayakan pendidikan politik rakyat.

Di zaman pemerintahan Orde Baru, peran partai politik dalam kehidupan berbangsa dicoba ditata melalui UU No. 3 Tahun 1973, partai politik yang jumlahnya cukup banyak di tata menjadi 3 kekuatan sosial politikyang terdiri dari 2 partai politik yaitu PPP dan PDI serta 1 Golkar. Namun penataan partai politik tersebut ternyata tidak membuat  semakin berperannya  partai politik sebagai wadah penyalur  aspirasi politik rakyat. Partai politik yang diharapkan dapat mewadahi aspirasi politik rakyat yang terkristal  menjadi kebijakan  publik yang populis tidak terwujud.  Hal ini terlihat dari kebijaksanaan publik yang dihasilkan pada pemerintahan orde baru ternyata kurang memperhatikan aspirasi politik rakyat dan cenderung merupakan sarana legitimasi kepentingan penguasa dan kelompok tertentu. Akibatnya pembangunan nasional bukan melakukan pemerataan dan kesejahteraan namun menimbulkan ketimpangan dan kesenjangan   sosial   di   berbagai   aspe kehidupan   bermasyarakat berbangsa   dan bernegara.  Hal ini dikarenakan  peran  partai  politik  sebagai  wadah  penyalur  aspirasi politik rakyat oleh pemerintahan orde baru tidak ditempatkan sebagai kekuatan politk bangsa   tetapi   hany ditempatka sebaga mesin   politik   penguas dan   assesoris demokrasi untuk legitimasi kekuasaan semata. Akibatnya peran partai politik sebagai wadah penyalur betul-betul terbukti nyaris bersifat mandul dan hampir-hampir tak berfungsi.

Era  reformas muncul  sebagai  gerakan  korektif   dan  pelopor   perubahan- perubahan mendasar di berbagai aspek kehidupan. Gerakan reformasi yang melahirkan proses perubahan dan melengserkan pemerintahan orde baru dan melahirkan UU No. Tahun   1999   tentang   partai   politik   memungkinkan   sistem   multi   partai   kembali
bermunculan.  Harapan  peran  partai  sebagai  wadah  penyalur  aspirasi  politik  akan semakin baik, meskipun hingga saat ini belum menunjukkan kenyataan.  Hal ini terlihat dari kampanye Pemilu yang masih diwarnai banyaknya partai politik yang tidak mengaktualisasikan  aspirasi  rakyat  dalam  wujud  program  partai  yang  akan diperjuangkan.  Mirip dengan fenomena lama dimana yang ada hanya janji dan slogan- slogan  kepentingan  politik  sesaat.  Meskipun  rezim  otoriter  telah  berakhir  dan keran demokrasi telah dibuka secara luas sejalan dengan bergulirnya proses reformasi, namuperkembangan    demokrasi  belum terarah  secara baik dan aspirasi  masyarakat  belum terpenuhi secara maksimal. Aspirasi rakyat belum tertangkap, terartikulasi, dan teragregasikan secara transparan dan konsisten. Distorsi atas aspirasi, kepentingan, dan kekuasaan rakyat masih sangat terasa dalam kehidupan politik, baik distorsi yang datangnya dari elit politik, penyelenggara negara, pemerintah, maupun kelompok- kelompok  kepentingan.  Di lain pihak,  institusi  pemerintah  dan negara  tidak jarang berada pada posisi yang seolah tidak berdaya menghadapi kebebasan yang terkadang melebihi batas kepatutan dan bahkan muncul kecenderungan  yang mengarah anarchis walaupun polanya tidak melembaga dan lebih banyak bersifat kontekstual.

0 comments: