Marxisme, sebagai filsafat dan teori ekonomi-politik, menyediakan
kerangka yang lebih luas dan ”matang” ketimbang ekologi sosial. Karena itu,
keduanya lebih berguna untuk memahami dunia, termasuk dunia alam, dan
memberikan landasan yang lebih kokoh bagi tindakan politik. Dua aspek dari
teori Marxis yang paling relevan untuk memahami dan melakukan aksi atas isu-isu
tentang ekologi serta lingkungan adalah materialism dialektik dan teori
akumulasi.
Materialisme dialektik, sebagai filsafat, menjadi ada dan
menyadari relevansinya dengan diskusi ekologi karena implikasinya pada cara
kita memahami alam. Kini sudah menjadi pemahaman umum di kalangan ekologis
profesional bahwa alam tidaklah statis, bukan sesuatu yang selalu sama,
sekalipun tanpa gangguan manusia. Dengan ukuran komunitasnya maupun dengan
ukuran biosfernya, alam tidak berada dalam keseimbangan” , tidak juga berada
dalam “keadaan terbaik”-nya. Kita tahu tidak ada kekuatan apapun yang dapat
memastikan kesetimbangan stabil dari jumlah populasi ataupun komposisi spesies
dari komunitas-komunitas. Menurut mereka filsafat yang efektif untuk memahami
karakteristik dan proses-proses tersebut adalah materialisme dialektik, yang
“tesis utamanya adalah pendapat bahwa alam mengandung kontradiksi- kontradiksi,
bahwa ada kesatuan dan interpenetrasi dari apa yang kelihatannya eksklusif tak
saling pengaruh, dan karenanya isu utama bagi ilmu pengetahuan adalah kajian
tentang kesatuan dan kontradiksi tersebut.”
Mungkin berlebihan jika berpendapat bahwa seseorang harus menjadi
Marxis terlebih dulu untuk menjadi ilmuwan yang baik, kritis, sadar akan
kontradiksi dalam alam dan menyadari asumsi-asumsi perorangan. Namun Levins dan
Lewontin memberi alasan kuat—dengan didukung oleh contoh-contoh ekologi
populasi dan komunitas, mereka mengatakan bahwa, bagi kita, tak cukup sekadar
menggunakan pendekatan materialis, melainkan harus menggunakan pendekatan
materialis dialektik pada hal-hal khusus agar dunia menjadi masuk akal.
Pendapat tersebut benar, khususnya dalam ekologi, karena melibatkan penelitian
atas sistem yang kompleks secara intrinsik. Teori tersebut menjelaskan
kebutuhan kekuatan-kekuatan kapitalis yang berkompetisi untuk mengeksternalkan
sebanyak mungkin biaya produksi menjadi beban masyarakat dalam jumlah besar,
termasuk biaya “cuci tangan”—(berupa) insentif tetap bagi aktivitas produksi
dan konsumsi yang menghasilkan banyak limbah; dan ekspansi internasional
kekuatan kapitalis ketika mereka mencari pasar baru, sumber daya baru dan,
lebih banyak lagi tempat baru untuk membuang limbahnya.
Sehingga, terdapat konflik mendasar antara kapitalisme dan
rasionalitas ekologis. Seperti yang dikatakan oleh Paul Sweezy, bahwa catatan
buruk (di bidang lingkungan) kapitalisme disebabkan oleh sifat bawaannya yang
mengusung proses akumulasi modal yang tak terkendali. Sistem tersebut tak
memiliki mekanisme pengerem/pengendali selain krisis ekonomi berkala;
satuan-satuan individual yang menyusunnya—modal yang terpisah-pisah— harus
tanggap terhadap peluang-peluang meraup keuntungan dalam jangka pendek, atau
tersingkir; tak ada bagian dalam sistem itu yang membuka diri atau sesuai
dengan suatu perencanaan jangka panjang yang mutlak sangat penting bagi
pelaksanaan sebuah program ekologi yang efektif. Karena dipaksa oleh
permintaan, ekonomi kapitalis didasarkan padapemenuhan kebutuhan berbentuk
komoditi, melibatkan penciptaan “kebutuhankebutuhan” yang diindividualkan dalam
semua jenis komoditi. Di lain pihak, ekonomi sosialis menekankan konsumsi
kolektif, tempat pemberhentian massal, fasilitas rekreasi dan liburan bersama,
penanganan kesehatan bersifat pencegahan, dan permukiman bersama. Sehingga, seperti juga dikemukakan oleh Sweezy
dan Magdoff, negeri-negeri sosialis setidaknya berpotensi membuat beberapa
kemajuan signifikan menuju produksi yang rasional secara ekologis. Kendati
demikian, negerinegeri dengan kebijakan-kebijakan sosialis secara umum memiliki
catatan lingkungan yang kurang baik. Sebagian karena keadaan
tempat pemerintahan sosialis itu berada— relatif miskin, mendapat serangan-serangan
dari luar dan, khususnya bagi yang kecil, mengalami ketergantungan ekonomi ala Dunia Ketiga, suatu posisi yang tidak menguntungkan dalam pasar internasional.
tempat pemerintahan sosialis itu berada— relatif miskin, mendapat serangan-serangan
dari luar dan, khususnya bagi yang kecil, mengalami ketergantungan ekonomi ala Dunia Ketiga, suatu posisi yang tidak menguntungkan dalam pasar internasional.
Meskipun kecenderungan bawaan kapitalisme membuang limbah dan
sampah (ke lingkungan) adalah konsekuensi dari syarat pertumbuhannya, kita
tidak boleh “meragukan kecerdikan kapitalisme dan kemampuannya untuk
menyesuaikan diri,” seperti diperingatkan oleh Andre Gorz dalam Ecology in
Politics Dalam tingkat tertentu, terlihat jelas bahwa kapitalisme bisa menerima
keprihatinan ekologi, sejauh solusi-solusinya bisa dikomoditikan. Jika masyarakat akan puas
dengan air minum yang bersih – sementara sungai dan air
tanah berpolusi—maka kami akan menjual air dalam botol dan menyaringnya untuk disimpan. Jika agen pengontrol biologis dapat dikemas dan dijual demi keuntungan bagi produsen pertanian, hal itu akan dilakukan, dan mungkin penggunaan pestisida yang berbahaya akan berkurang. Perusahaan-perusahaan kapitalis, jauh-jauh hari sebelum dipaksa, bukan saja karena alasan politik tapi juga karena alasan ekonomi, sudah mepertimbangkan sumbersumber daya ekologi, seperti unsur hara tanah dan populasi serangga bermanfaat, sebagai persediaan modal dalam perhitungan mereka.
tanah berpolusi—maka kami akan menjual air dalam botol dan menyaringnya untuk disimpan. Jika agen pengontrol biologis dapat dikemas dan dijual demi keuntungan bagi produsen pertanian, hal itu akan dilakukan, dan mungkin penggunaan pestisida yang berbahaya akan berkurang. Perusahaan-perusahaan kapitalis, jauh-jauh hari sebelum dipaksa, bukan saja karena alasan politik tapi juga karena alasan ekonomi, sudah mepertimbangkan sumbersumber daya ekologi, seperti unsur hara tanah dan populasi serangga bermanfaat, sebagai persediaan modal dalam perhitungan mereka.
0 comments:
Post a Comment