Sebelum kita memasuki pada pembahasan sistem politik
dan Kekuasaan Mesopotamia, sebaiknya kita membahas terlebih dahulu konsep atau
ideologi apa yang dipakai atau yang digunakan oleh bangsa Mesopotamia dan
Babylonia ketika mereka membangun sebuah bangsa yang pada akhirnya dapat
menghasilkan sebuah peradaban yang tinggi. Kita telah mengetahui bagaimana
kehidupan serta kebudayaan Mesopotamia yang begitu hebat tersebut terjadi
berjuta tahun ynag lalu, sehingga mind set kita pun harus tertuju pada masa
itu, dan jangan menyamakan masa itu dengan masa sekarang.
Menurut Alfian, seorang ilmuwan politik
di Indonesia, ideology adalah pandangan atau system nilai yang menyeluruh dan
mendalam yang dipunyai dan dipegang oleh suatu masyarakat tentang bagaimana
cara yang sebaiknya yaitu secara moral dianggap benar dan adil, mengatur
tingkah laku mereka bersama dalam berbagai segi kehidupan duniawi mereka
(Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, Gramedia, 1981).
Begitu pun yang terjadi pada bangsa
Mesopotamia dan Babylonia, pada awal peradaban manusia di Mesopotamia dan
Babylonia, tanpa mereka sadari, mereka menganut ideology atau konsep politik
dan Kekuasaan yang anarkhisme/Totalitarianisme. (totalitarianisme yaitu
menggunakan kekuatan militer untuk mempertahankan kekuasaan). Kerajaan-kerajaan
di Mesopotamia seperti Sumeria, Babylonia, Assyria, dan Persia menganggap
kekuasaan dapat direbut dan dipertahankan dengan cara kekerasan dan siapa pun yang
berhasil merebut suatu kekuasaan maka dialah yang menguasai wilayah rebutannya
itu, sehingga pada masa itu perebutan kekuasaan merupakan suatu hal yang wajar,
ketika seorang raja memiliki bala tentara yang hebat serta keberanian yang kuat
untuk merebut suatu wilayah kekuasaan yang baru, walaupun itu harus dilakukan
dengan cara kekerasan.
Mempertahankan kekuasaan yang telah
dimiliki pun perlu pengorbanan yang besar pula, selain kita telah berhasil
merebut dan memperluas kekuasaan, mempertahankan kekuasaan yang telah ada perlu
strategi dan pertahanan yang kuat pula, sehingga adakalanya untuk
mempertahankan atau melanggengkan kekuasaan, bangsa Mesopotamia dan babylonia
melakukan cara-cara kekerasan, seperti mengatur rakayatnya agar tunduk dan
tidak berani melawan dan memberontak kepada raja ataupun penguasa yang
ada.
Konsep politik dan kekuasaan ini,
beberapa abad kemudian dituangkan Machiavelli dalam bukunya Il Principe. Di
samping anarkhisme, ideology lain juga berkembang pada masa itu yaitu Feodalisme
dan Theologisme. Namun Feodalisme lebih berkembang di peradaban Cina di mana
kaisar membagi tanahnya dan tentaranya pada tuan-tuan tanah, jenderal-jenderal,
bangsawan-bangsawan atau keluarganya untuk memperoleh kesetiaannya dan menjaga
kekuasaan dinastinya. Sedangkan Teologisme berkembang di Palestina pada bangsa
Israel yang mempercayai pemerintahan Tuhan atas mereka.
Ideology anarkhisme dan teologisme
runtuh sejak munculnya ajaran filsuf-filsuf Yunani seperti Aristoteles.
Aristoteles mengajarkan ideology baru yaitu perpaduan antara feodalisme,
Nasionalisme dan Demokrasi. Perpaduan antara ideology feodalisme, nasionalisme
dan demokrasi menghasilkan suatu teori kenegaraan yang disebut teori Imperium
Universal.
0 comments:
Post a Comment