Tuesday, October 18, 2016

Sistem Politik pada peradaban Mesopotamia

Sebelum kita memasuki pada pembahasan sistem politik dan Kekuasaan Mesopotamia, sebaiknya kita membahas terlebih dahulu konsep atau ideologi apa yang dipakai atau yang digunakan oleh bangsa Mesopotamia dan Babylonia ketika mereka membangun sebuah bangsa yang pada akhirnya dapat menghasilkan sebuah peradaban yang tinggi. Kita telah mengetahui bagaimana kehidupan serta kebudayaan Mesopotamia yang begitu hebat tersebut terjadi berjuta tahun ynag lalu, sehingga mind set kita pun harus tertuju pada masa itu, dan jangan menyamakan masa itu dengan masa sekarang.
    
    Menurut Alfian, seorang ilmuwan politik di Indonesia, ideology adalah pandangan atau system nilai yang menyeluruh dan mendalam yang dipunyai dan dipegang oleh suatu masyarakat tentang bagaimana cara yang sebaiknya yaitu secara moral dianggap benar dan adil, mengatur tingkah laku mereka bersama dalam berbagai segi kehidupan duniawi mereka (Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, Gramedia, 1981).

Begitu pun yang terjadi pada bangsa Mesopotamia dan Babylonia, pada awal peradaban manusia di Mesopotamia dan Babylonia, tanpa mereka sadari, mereka menganut ideology atau konsep politik dan Kekuasaan yang anarkhisme/Totalitarianisme. (totalitarianisme yaitu menggunakan kekuatan militer untuk mempertahankan kekuasaan). Kerajaan-kerajaan di Mesopotamia seperti Sumeria, Babylonia, Assyria, dan Persia menganggap kekuasaan dapat direbut dan dipertahankan dengan cara kekerasan dan siapa pun yang berhasil merebut suatu kekuasaan maka dialah yang menguasai wilayah rebutannya itu, sehingga pada masa itu perebutan kekuasaan merupakan suatu hal yang wajar, ketika seorang raja memiliki bala tentara yang hebat serta keberanian yang kuat untuk merebut suatu wilayah kekuasaan yang baru, walaupun itu harus dilakukan dengan cara kekerasan.

    Mempertahankan kekuasaan yang telah dimiliki pun perlu pengorbanan yang besar pula, selain kita telah berhasil merebut dan memperluas kekuasaan, mempertahankan kekuasaan yang telah ada perlu strategi dan pertahanan yang kuat pula, sehingga adakalanya untuk mempertahankan atau melanggengkan kekuasaan, bangsa Mesopotamia dan babylonia melakukan cara-cara kekerasan, seperti mengatur rakayatnya agar tunduk dan tidak berani melawan dan memberontak kepada raja ataupun penguasa yang ada. 



    Konsep politik dan kekuasaan ini, beberapa abad kemudian dituangkan Machiavelli dalam bukunya Il Principe. Di samping anarkhisme, ideology lain juga berkembang pada masa itu yaitu Feodalisme dan Theologisme. Namun Feodalisme lebih berkembang di peradaban Cina di mana kaisar membagi tanahnya dan tentaranya pada tuan-tuan tanah, jenderal-jenderal, bangsawan-bangsawan atau keluarganya untuk memperoleh kesetiaannya dan menjaga kekuasaan dinastinya. Sedangkan Teologisme berkembang di Palestina pada bangsa Israel yang mempercayai pemerintahan Tuhan atas mereka.


    Ideology anarkhisme dan teologisme runtuh sejak munculnya ajaran filsuf-filsuf Yunani seperti Aristoteles. Aristoteles mengajarkan ideology baru yaitu perpaduan antara feodalisme, Nasionalisme dan Demokrasi. Perpaduan antara ideology feodalisme, nasionalisme dan demokrasi menghasilkan suatu teori kenegaraan yang disebut teori Imperium Universal.

0 comments: