MENYANDANG sebutan sebagai pemilih pemula, golongan penduduk usia 17 hingga
21 tahun tidaklah selalu buta soal politik,
termasuk
soal
pemilihan
umum yang akan dihelat negeri ini tahun
depan. Pengetahuan mereka
terhadap pemilu tidak berbeda jauh
dengan kelompok lainnya. Yang berbeda adalah soal antusiasme dan preferensi.
Antusiasme pemilih pemula,
yaitu pemilih yang akan
mengikuti Pemilu 2009 untuk
pertama kalinya, terangkum dalam hasil jajak
pendapat yang dilakukan Litbang
Kompas pada 25-27 November lalu.
Dari
sejumlah pemilih
pemula
yang diwawancarai melalui telepon, terungkap bahwa mayoritas (86,4 persen)
menyatakan akan menggunakan
hak suara mereka dalam pemilu.
Tingkat antusiasme ini termasuk paling tinggi.
Pada kelompok pemilih
muda lainnya, yang sudah
pernah menggunakan hak suaranya, seperti kelompok usia 22-29 tahun dan 30-40 tahun,
tingkat
antusiasmenya lebih
rendah sekitar 5 persen. Pada kelompok usia yang
lebih tua, yakni 41 tahun ke atas, antusiasme untuk mengikuti pemilu dalam bentuk memberikan suara
lebih rendah
lagi, yaitu
79,3 persen.
Alasan
di balik niat mencoblos para
pemilih
mula adalah
pemikiran bahwa apa pun hasil pemilu akan berdampak juga bagi
kehidupan mereka,
baik
langsung maupun tidak langsung, sehingga lebih
baik ikut memberikan suara. Namun,
seperti apakah sebenarnya preferensi para pemilih
pemula
ini?
Setelah berjalan
hampir
empat bulan sejak Komisi Pemilihan
Umum (KPU) mengumumkan 34 parpol nasional peserta Pemilu 2009
yang kemudian bertambah menjadi 38
parpol, pengenalan para pemilih pemula terhadap
parpol masih rendah.
Lebih banyak
responden pemilih pemula
yang
mengaku
hanya tahu
nama partai-partai besar yang
sudah ada sejak dulu.
Kondisi ini sebenarnya juga
sama
pada kelompok pemilih muda lainnya, bahkan juga pada pemilih yang tua. Tidak heran hanya sekitar
1,5 persen dari total responden
yang
mengaku mengetahui hampir semua parpol.
Hal ini mengindikasikan
masih lemahnya sosialisasi partai-partai baru di masyarakat.
Selain banyak tidak mengetahui keberadaan partai baru, bagian terbesar responden juga
tidak
mengetahui nama- nama caleg yang diusung
parpol. Padahal mereka (caleg) inilah yang
nantinya akan dipilih.
Jika seandainya saat ini dilakukan pemilihan
umum legislatif, sejumlah besar
pemilih pemula ini (33,9 persen) masih belum memutuskan partai mana yang akan
dipilih. Sementara itu, sejumlah 49
persen responden pemilih pemula yang
sudah punya pilihan diperebutkan oleh partai-partai mapan seperti Partai Demokrat, Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan, Partai Keadilan
Sejahtera, dan Partai Golkar.
Partai-partai baru,
meski tidak dinafikan oleh para
pemilih pemula untuk dipilih, belum sampai pada tingkat menarik minat mencoblos. Artinya, preferensi pemilih
pemula
terhadap
partai baru dalam tingkatan
penerimaan
(akseptabilitas)
namun belum konkret menjadi sebuah pilihan politik
(elektabilitas)
Pengaruh keluarga
Antusiasme yang tinggi sementara keputusan
pilihan yang belum bulat, sebenarnya menempatkan
pemilih pemula sebagai swing voters yang sesungguhnya.
Pilihan politik mereka belum dipengaruhi motivasi ideologis tertentu dan lebih didorong
oleh konteks dinamika lingkungan politik lokal.
Pemilih
pemula
mudah dipengaruhi kepentingan-kepentingan tertentu,
terutama oleh orang
terdekat seperti anggota keluarga,
mulai dari orangtua
hingga kerabat.
Kondisi tersebut tampak jika merunut perilaku pemilih pemula pada
beberapa penyelenggaraan pemilihan kepala daerah
(pilkada). Hasil jajak
pendapat pasca-pemungutan suara (exit poll), pada Pilkada Gubernur
dan Wakil Gubernur
DKI Jakarta
(8 Agustus 2007), menunjukkan orangtua adalah yang paling memengaruhi
pilihan para pemilih pemula. Teman dan
saudara juga ikut memengaruhi namun dengan persentase
yang lebih kecil.
Pola yang
sama juga
terlihat pada hasil exit poll Pilkada Gubernur
dan Wakil Gubernur
Jawa
Barat (13 April 2008) dan Jawa Timur putaran pertama
(23 Juli 2008). Orangtua menjadi pihak yang paling memengaruhi pilihan para pemula di Jabar
dan Jatim (lihat tabel).
Selain
teman dan
saudara, yang turut memengaruhi pilihan adalah pasangan
hidup. Di Jatim, peran
orangtua dalam memengaruhi pilihan sebagian besar diambil alih oleh pasangan
hidup si pemilih.
Media
massa
juga turut memengaruhi pilihan pemilih pemula. Pengaruh terbesar berasal dari pemberitaan media elektronik terutama televisi (antara 60
persen dan 67 persen).
Disusul kemudian lewat spanduk, poster, brosur, dan
sejenisnya. Sementara pengaruh
dari internet belum begitu besar bagi
kelompok ini, hanya 0,5
persen-2 persen.
Konsep
mengenai ke-Indonesiaan yang dimiliki kelompok muda juga mendorong mereka menentukan pilihan
secara
otonom. Dari hasil jajak
pendapat diketahui, para
pemilih pemula ini memiliki gambaran ideal tentang
Indonesia, yaitu Indonesia
yang makmur dan
sejahtera.
Untuk menuju
Indonesia yang seperti itu, jalannya adalah
melalui pemilu. Keyakinan
ini disampaikan delapan
dari sepuluh responden.
Program kampanye
Meski tidak mudah,
tingginya antusiasme pemilih pemula untuk ikut mencoblos pada pemilu tahun
depan menjadi peluang bagi partai baru.
Menurut responden, program atau isu
yang perlu
dikembangkan
dalam kampanye partai agar
menarik minat kalangan
pemilih pemula adalah
soal
pendidikan dan kesehatan (30,8
persen).
Program yang
perlu diperhatikan selanjutnya secara berturut-turut adalah
kesejahteraan
umum (21,3
persen) dan isu perekonomian (13,1 persen).
Tingginya antusiasme dan gambaran
ideal pemilih pemula mengenai Indonesia,
nantinya akan teruji
saat
Pemilu 2009. Suara pemilih
pemula
akan turut menentukan arah
pemerintahan yang baru.
0 comments:
Post a Comment