Friday, October 28, 2016

Memetakan Minat Pemilih Pemula




MENYANDANG sebutan sebagai pemilih pemula, golongan penduduk usia 17 hingga 21 tahun tidaklah selalu buta soal politik, termasuk soal pemilihan umum yang akan dihelat negeri ini tahun depan. Pengetahuan mereka terhadap pemilu tidak berbeda jauh dengan kelompok lainnya. Yang berbeda adalah soal antusiasme dan preferensi.

Antusiasme pemilih pemula, yaitu pemilih yang akan mengikuti Pemilu 2009 untuk pertama kalinya, terangkum dalam hasil jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas pada 25-27 November lalu. Dari sejumlah pemilih pemula yang diwawancarai melalui telepon, terungkap bahwa mayoritas (86,4 persen) menyatakan akan menggunakan hak suara mereka dalam pemilu.

Tingkat antusiasme ini termasuk paling tinggi. Pada kelompok pemilih muda lainnya, yang sudah pernah menggunakan hak suaranya, seperti kelompok usia 22-29 tahun dan 30-40 tahun, tingkat antusiasmenya lebih rendah sekitar 5 persen. Pada kelompok usia yang lebih tua, yakni 41 tahun ke atas, antusiasme untuk mengikuti pemilu dalam bentuk memberikan suara lebih rendah lagi, yaitu
79,3 persen.

Alasan di balik niat mencoblos para pemilih mula adalah pemikiran bahwa apa pun hasil pemilu akan berdampak juga bagi kehidupan mereka, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga lebih baik ikut memberikan suara. Namun, seperti apakah sebenarnya preferensi para pemilih pemula ini?

Setelah berjalan hampir empat bulan sejak Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan 34 parpol nasional peserta Pemilu 2009 yang kemudian bertambah menjadi 38 parpol, pengenalan para pemilih pemula terhadap parpol masih rendah.

Lebih banyak responden pemilih pemula yang mengaku hanya tahu nama partai-partai besar yang sudah ada sejak dulu. Kondisi ini sebenarnya juga sama pada kelompok pemilih muda lainnya, bahkan juga pada pemilih yang tua. Tidak heran hanya sekitar 1,5 persen dari total responden yang mengaku mengetahui hampir semua parpol.

Hal ini mengindikasikan masih lemahnya sosialisasi partai-partai baru di masyarakat. Selain banyak tidak mengetahui keberadaan partai baru, bagian terbesar responden juga tidak mengetahui nama- nama caleg yang diusung parpol. Padahal mereka (caleg) inilah yang nantinya akan dipilih.

Jika seandainya saat ini dilakukan pemilihan umum legislatif, sejumlah besar pemilih pemula ini (33,9 persen) masih belum memutuskan partai mana yang akan dipilih. Sementara itu, sejumlah 49 persen responden pemilih pemula yang sudah punya pilihan diperebutkan oleh partai-partai mapan seperti Partai Demokrat, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Golkar.

Partai-partai baru, meski tidak dinafikan oleh para pemilih pemula untuk dipilih, belum sampai pada tingkat menarik minat mencoblos. Artinya, preferensi pemilih pemula terhadap partai baru dalam tingkatan penerimaan (akseptabilitas) namun belum konkret menjadi sebuah pilihan politik (elektabilitas)

Pengaruh keluarga

Antusiasme yang tinggi sementara keputusan pilihan yang belum bulat, sebenarnya menempatkan pemilih pemula sebagai swing voters yang sesungguhnya. Pilihan politik mereka belum dipengaruhi motivasi ideologis tertentu dan lebih didorong oleh konteks dinamika lingkungan politik lokal.


Pemilih pemula mudah dipengaruhi kepentingan-kepentingan tertentu, terutama oleh orang terdekat seperti anggota keluarga, mulai dari orangtua hingga kerabat.

Kondisi tersebut tampak jika merunut perilaku pemilih pemula pada beberapa penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada). Hasil jajak pendapat pasca-pemungutan suara (exit poll), pada Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta (8 Agustus 2007), menunjukkan orangtua adalah yang paling memengaruhi pilihan para pemilih pemula. Teman dan saudara juga ikut memengaruhi namun dengan persentase yang lebih kecil.

Pola yang sama juga terlihat pada hasil exit poll Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat (13 April 2008) dan Jawa Timur putaran pertama (23 Juli 2008). Orangtua menjadi pihak yang paling memengaruhi pilihan para pemula di Jabar dan Jatim (lihat tabel). Selain teman dan saudara, yang turut memengaruhi pilihan adalah pasangan hidup. Di Jatim, peran orangtua dalam memengaruhi pilihan sebagian besar diambil alih oleh pasangan hidup si pemilih.

Media massa juga turut memengaruhi pilihan pemilih pemula. Pengaruh terbesar berasal dari pemberitaan media elektronik terutama televisi (antara 60 persen dan 67 persen).

Disusul kemudian lewat spanduk, poster, brosur, dan sejenisnya. Sementara pengaruh dari internet belum begitu besar bagi kelompok ini, hanya 0,5 persen-2 persen.

Konsep mengenai ke-Indonesiaan yang dimiliki kelompok muda juga mendorong mereka menentukan pilihan secara otonom. Dari hasil jajak pendapat diketahui, para pemilih pemula ini memiliki gambaran ideal tentang Indonesia, yaitu Indonesia yang makmur dan sejahtera.

Untuk menuju Indonesia yang seperti itu, jalannya adalah melalui pemilu. Keyakinan ini disampaikan delapan dari sepuluh responden.

Program kampanye

Meski tidak mudah, tingginya antusiasme pemilih pemula untuk ikut mencoblos pada pemilu tahun depan menjadi peluang bagi partai baru.

Menurut responden, program atau isu yang perlu dikembangkan dalam kampanye partai agar menarik minat kalangan pemilih pemula adalah soal pendidikan dan kesehatan (30,8 persen).

Program yang perlu diperhatikan selanjutnya secara berturut-turut adalah kesejahteraan umum (21,3 persen) dan isu perekonomian (13,1 persen).

Tingginya antusiasme dan gambaran ideal pemilih pemula mengenai Indonesia, nantinya akan teruji saat Pemilu 2009. Suara pemilih pemula akan turut menentukan arah pemerintahan yang baru.

Paling tidak, didapat gambaran bahwa sesungguhnya kaum muda terutama pemilih pemula, tidak lagi apatis terhadap proses demokrasi saat ini

0 comments: