Para ahli politik sering membagi sistem kepartaian
berdasarkan jumlah partai kedalam tiga kelompok. Pertama, sistem partai
tunggal. Termasuk dalam katagori ini dalah negara-negara yang hanya memiliki
satu partai seperti di negara-negara Komunis dan negaranegara yang
memperbolehkan munculnya lebih dari satu partai tetapi hanya ada stu partai
dominan. Biasanya, yang terakhir ini muncul karena corak sistem politiknya yang
otoriter. Kedua, sistem dwi partai. Artinya partai-partai yang dominan
hanya dua, yakni partai yang berkuasa dan oposisi, meskipun bisa jadi di
tengah-tengah dua partai itu terdapat partai-partai kecil lainnya. Amerika
Serikat, Inggris dan Australia, bisa dikatagorikan sebagai negara-negara yang
menganut sistem dwi partai. Ketiga,sistem Multi partai. Artinya, jumlah
partai yangberkembang menjadi partai dominan itu lebih dari dua. Negerai
Belanda termasuk negara yang menganut sistem kepartaian seperti itu.
Para meter kedua yang bisa kita pakai adalah
berkaiatan dengan jarak ideologi antara partai yang satu dengan partai yang
lain. Untuk ini, paling tidak, terdapat dua sistem yang muncul. Pertama adalah
sistem kepartaian yang corak ideologis sentrifugal. Artinya, jarak ideologi
yang dimiliki partai yang satu dengan partai yang lain cukup jauh, bahkan bisa
bertentangan antara yang satu dengan yang lain. Misalnya saja, Partai Komunis
dan Partaipartai yang berbasis keagamaan (islam, Kristen/Katholik, Hindu, Budha
dan yang lain) jelas memiliki jarak ideologis yang jauh. Kedua, sistem
kepartaian yang bercorak ideologis sentripetal. Artinya, jarak ideologis antara
partai yang satu dengan partai yang laian tidak jauh, bahkan bisa saling
terkait antara yang satu dengan yang lain.
Berdasarkan dua parameter itu, apabila kita
merekonstruksi kemabali perjalanan sistem kepartaian yang pernah kita anut,
paling tidak kita menyimpulkan bahwa selama ini kita memiliki empat sistem
sitem kepartaian. Pertama, sistem multi partai dengan corak ideologi
yang bersifat sentrifugal. Sistem ini ditandai oleh kebebasan untuk mendirikan
partai politik dan adanya polarisasi ideologi yang cukup jelas, seperti adanya
partai-partai yang berideologi theistik seperti partai-partai islam dan
partai-partai kristen dan katholik dan partai yang berbasis pada ideologi
atheistik seperti PKI. Sistem ini berlangsung di dalam kurun waktu awal-awal
kemerdekaan, yakni setelah munculnya maklumat No X pada tahun 1945 sampai pada
tahun 1959.
Sistem yang pertama ini ditandai oleh jatuh
bangunnya pemerintahan dan intensitas konflik politik yang cukup tinggi. Hanya
saja, apakah jatuh bangunnya pemerintahan itu merupakan implikasi dari sistem
kepartaian ataukah sistem pemerintahan yang kita anut yakni sistem pemerintahan
parlementer masih bisa kita perdebatkan. Paling tidak, adnya polarisasi
ideologi yang mencolok yang bersentuhan dengan sistem parlementer ikut memberi
sumbagan cukup besar bagi jatuh bangunnya pemerintahan pada waktu itu.
Kedua, sistem multi partai sederhana dengan corak
ideologi yang bersifat sentrifugal. Sistem ini ditandai dengan penyederhanaan
partai setelah diberlakukannya Dekrit Presiden pada tahun 1959. sistem ini
berlangsung sampai runtuhnya pemerintahan soekarno. Karakteristik menonjol dari
sistem ini adalah, meskipun terdapat penyederhanaan partai politik tetapi
intensitas konflik politiknya masih cukup tinggi. Hal ini tidak terlepas dari
adanya polarisasi ideologi. Tetapi sistem ini tidak sampai mengarahkan kepada
jatuh bangunnya pemerintahan karena ketika itu teraplikasi sistem pemerintahan strong
presidency yang cenderung otoriter. Lebih-lebih otoritas Presiden Soeharto
sangatlah besar. Karena itu, dalam kurun waktu ini, demokrasi tidak berkembang.
Ketiga, sistem multi partai sederhana dengan corak
ideologi yang bersifat sentripental. Sistem ini berlangsung pada pemerintahan
Orde Baru. Di dalam sistem ini, penyederhanaan partai terus dilakukan, yang
cenderung mengarah kepda sistem partai tunggal. Polarisasi ideologi juga
ditekan dan cenderung pada corak ideologi yang memusat (pancasila).
Konflik-konflik politik memang bisa ditekan di dalam sistem demikian.
Stabilitas politik bisa ditegakkan. Tetapi, semuanya berlangsung secara semu,
karena stabilitas politik lebih merupakan hasil rekayasa dari atas dan bukan
sebagai implikasi dari bangunan struktur dan kultur politik yang baik. Karena
itu, dalam kurun waktu ini demokrasi juga tidk bisa berkembang, karena sistem
ini cenderung otoriter.
Keempat, sistem multi partai dengan corak ideologi
yang bersifat sentripetal. Sistem ini lahir pasca keruntuhan pemerintahan
Soeharto. Kebebasan mendirikan partai cukup luas di dalam kurun waktu ini.
Hanya saja yang berbeda dengan sistem kepartaian pada awal-awal
kemerdekaan
karena polarisasi ideologi ditekan, cenderung dikembangkanpolarisasi yang
bersifat sentripatalisme. Karena itu, meskipun konflik-konflik politik cukup
intens, tidak sampai pada pola pemberangusan. Hanya saja di dalam sistem ini ditandai
oleh adanya relasi yang belum serasi antara lembaga eksekutif dengan
legislatif. Yang terakhir ini terjadi bukan karena sistem kepartaian yang
dianut, melainkan karena adanya inkonsistensi didalam sistem pemerintahan.
Dalam konteks politik di Indonesia yang terjadi
adalah kita masih berada dalam tahapan persiapan, dimana perjuangan politik
kekuatan baru sebatas untuk menhancurkan rezim otoriter, dan masa transisi
tersebut masih menggambarkan sebagai demokrasi yang lemah yang berfungsi
sebagai media terjadinya sirkulasi elit semata.
0 comments:
Post a Comment