Tuesday, October 25, 2016

Sistem Kepartaian

Para ahli politik sering membagi sistem kepartaian berdasarkan jumlah partai kedalam tiga kelompok. Pertama, sistem partai tunggal. Termasuk dalam katagori ini dalah negara-negara yang hanya memiliki satu partai seperti di negara-negara Komunis dan negaranegara yang memperbolehkan munculnya lebih dari satu partai tetapi hanya ada stu partai dominan. Biasanya, yang terakhir ini muncul karena corak sistem politiknya yang otoriter. Kedua, sistem dwi partai. Artinya partai-partai yang dominan hanya dua, yakni partai yang berkuasa dan oposisi, meskipun bisa jadi di tengah-tengah dua partai itu terdapat partai-partai kecil lainnya. Amerika Serikat, Inggris dan Australia, bisa dikatagorikan sebagai negara-negara yang menganut sistem dwi partai. Ketiga,sistem Multi partai. Artinya, jumlah partai yangberkembang menjadi partai dominan itu lebih dari dua. Negerai Belanda termasuk negara yang menganut sistem kepartaian seperti itu.
           
Para meter kedua yang bisa kita pakai adalah berkaiatan dengan jarak ideologi antara partai yang satu dengan partai yang lain. Untuk ini, paling tidak, terdapat dua sistem yang muncul. Pertama adalah sistem kepartaian yang corak ideologis sentrifugal. Artinya, jarak ideologi yang dimiliki partai yang satu dengan partai yang lain cukup jauh, bahkan bisa bertentangan antara yang satu dengan yang lain. Misalnya saja, Partai Komunis dan Partaipartai yang berbasis keagamaan (islam, Kristen/Katholik, Hindu, Budha dan yang lain) jelas memiliki jarak ideologis yang jauh. Kedua, sistem kepartaian yang bercorak ideologis sentripetal. Artinya, jarak ideologis antara partai yang satu dengan partai yang laian tidak jauh, bahkan bisa saling terkait antara yang satu dengan yang lain.



Berdasarkan dua parameter itu, apabila kita merekonstruksi kemabali perjalanan sistem kepartaian yang pernah kita anut, paling tidak kita menyimpulkan bahwa selama ini kita memiliki empat sistem sitem kepartaian. Pertama, sistem multi partai dengan corak ideologi yang bersifat sentrifugal. Sistem ini ditandai oleh kebebasan untuk mendirikan partai politik dan adanya polarisasi ideologi yang cukup jelas, seperti adanya partai-partai yang berideologi theistik seperti partai-partai islam dan partai-partai kristen dan katholik dan partai yang berbasis pada ideologi atheistik seperti PKI. Sistem ini berlangsung di dalam kurun waktu awal-awal kemerdekaan, yakni setelah munculnya maklumat No X pada tahun 1945 sampai pada tahun 1959.

Sistem yang pertama ini ditandai oleh jatuh bangunnya pemerintahan dan intensitas konflik politik yang cukup tinggi. Hanya saja, apakah jatuh bangunnya pemerintahan itu merupakan implikasi dari sistem kepartaian ataukah sistem pemerintahan yang kita anut yakni sistem pemerintahan parlementer masih bisa kita perdebatkan. Paling tidak, adnya polarisasi ideologi yang mencolok yang bersentuhan dengan sistem parlementer ikut memberi sumbagan cukup besar bagi jatuh bangunnya pemerintahan pada waktu itu.

Kedua, sistem multi partai sederhana dengan corak ideologi yang bersifat sentrifugal. Sistem ini ditandai dengan penyederhanaan partai setelah diberlakukannya Dekrit Presiden pada tahun 1959. sistem ini berlangsung sampai runtuhnya pemerintahan soekarno. Karakteristik menonjol dari sistem ini adalah, meskipun terdapat penyederhanaan partai politik tetapi intensitas konflik politiknya masih cukup tinggi. Hal ini tidak terlepas dari adanya polarisasi ideologi. Tetapi sistem ini tidak sampai mengarahkan kepada jatuh bangunnya pemerintahan karena ketika itu teraplikasi sistem pemerintahan strong presidency yang cenderung otoriter. Lebih-lebih otoritas Presiden Soeharto sangatlah besar. Karena itu, dalam kurun waktu ini, demokrasi tidak berkembang.


Ketiga, sistem multi partai sederhana dengan corak ideologi yang bersifat sentripental. Sistem ini berlangsung pada pemerintahan Orde Baru. Di dalam sistem ini, penyederhanaan partai terus dilakukan, yang cenderung mengarah kepda sistem partai tunggal. Polarisasi ideologi juga ditekan dan cenderung pada corak ideologi yang memusat (pancasila). Konflik-konflik politik memang bisa ditekan di dalam sistem demikian. Stabilitas politik bisa ditegakkan. Tetapi, semuanya berlangsung secara semu, karena stabilitas politik lebih merupakan hasil rekayasa dari atas dan bukan sebagai implikasi dari bangunan struktur dan kultur politik yang baik. Karena itu, dalam kurun waktu ini demokrasi juga tidk bisa berkembang, karena sistem ini cenderung otoriter.
Keempat, sistem multi partai dengan corak ideologi yang bersifat sentripetal. Sistem ini lahir pasca keruntuhan pemerintahan Soeharto. Kebebasan mendirikan partai cukup luas di dalam kurun waktu ini. Hanya saja yang berbeda dengan sistem kepartaian pada awal-awal
kemerdekaan karena polarisasi ideologi ditekan, cenderung dikembangkanpolarisasi yang bersifat sentripatalisme. Karena itu, meskipun konflik-konflik politik cukup intens, tidak sampai pada pola pemberangusan. Hanya saja di dalam sistem ini ditandai oleh adanya relasi yang belum serasi antara lembaga eksekutif dengan legislatif. Yang terakhir ini terjadi bukan karena sistem kepartaian yang dianut, melainkan karena adanya inkonsistensi didalam sistem pemerintahan.


Dalam konteks politik di Indonesia yang terjadi adalah kita masih berada dalam tahapan persiapan, dimana perjuangan politik kekuatan baru sebatas untuk menhancurkan rezim otoriter, dan masa transisi tersebut masih menggambarkan sebagai demokrasi yang lemah yang berfungsi sebagai media terjadinya sirkulasi elit semata.


0 comments: