Tuesday, October 18, 2016

PESERTA PILKADA DAN PERWUJUDAN DAMAI

Peserta Pilkada dalam hal ini para calon walikota/bupati dan gubernur sungguh menjadi sorotan. Merekalan yang nantinya menjadi pemimpin-pemimpin Aceh. Tugas mereka nantinya sangat berat, karena berbagai permasalahan masih menghantui masyarakat Aceh, yakni masalah ekonomi dan penyelesaian rekonstruksi pasca gempa dan tsunami. Pilkada NAD diawali dengan ikrar damai para calon yang maju untuk menjadi Gubernur. Sebelas orang dari 8 pasangan menandatangani keputusan bersama untuk menjaga agar pemilu NAD berjalan damai, jujur dan adil. Keputusan bersama ini menunjukkan sikap arif yang dimiliki para calon untuk menciptakan stabilitas politik dalam pilkada menuju arah lebih baik. Oleh karena itu, para calon ini harus benar-benar mentaati apa yang telah diputuskan secara bersama-sama ini. Kotrak damai tidak hanya di awal pilkada namun harus diresapkan oleh para calon hingga pilkada selesai yakni saat pelantikan para pemimpin Aceh ini.
            Salah satu kelemahan dari ikrar damai adalah kurangnya sanksi yang tegas jika terjadi pelanggaran oleh salah satu calon. Semuanya masih tergantung Undang-undang. Ikrar damai hanya bentuk pernyataan moral para calon kepada masyarakat, pemerintah dan aparat keamanan. Oleh karena itu, hendaknya ikrar damai tidak hanya berada di jajaran para calon. Para calon juga harus mengajak masyarakat pendukungnya khususnya, dan masyarakat umumnya untuk menciptakan tatanan politik yang damai selama Pilkada. Bagaimanapun juga, konflik selalu ada dalam masyarakat, apalagi masyarakat Aceh masih memiliki trauma politik akibat konflik. Sangat rentan sekali terjadi konflik jika tidak dikendalikan. Para calon bertugas untuk bisa mengendalikan masyarakat. Pada akhirnya, ikrar damai dihayati dari tingkat atas hingga ke akar rumput. Damai Pilkada diharapkan juga berlangsung dan bertahan selamanya.
            Para calon yang mengadakan kampanye harus berhati-hati. Mobilisasi massa bisa menjadi salah satu pemicu konflik. Jika dilihat dari background para calon gubernur, ada yang berasal dari GAM dan mendapat dukungan cukup luas. Ada juga yang berasal dari partai politik tertentu. Jika para pendukung ini bertemu, bisa jadi terjadi konflik. Namun pencoblosan berlangsung, hal ini tidak terjadi. Pengendalian dari para calon terhadap pendukungnya ternyata cukup efektif. Sepertinya, masyarakat Aceh sudah cukup lelah untuk berkonflik. Namun, tercatat ada konflik kecil, yakni penyerangan secara sporadis kepada calon gubernur Humam Hamid pada saat kampanye. Akibatnya, sebuah bus kampanye rusak dan banyak umbul-umbul yang dibakar di lokasi kejadian. Meski demikian, pada umumnya, kampanye di Aceh berlangsung cukup aman.

            Para calon akan selalu berjanji tetapi tidak perlu memprovokasi. Prokasi yang dilakukan oleh calon pemilu memunculkan stereotipe kepada kelompok lain. Hal ini yang seringkali menjadi pemicu konflik. Kampanye berusaha memperlihatkan kapasitas diri yang terbaik, bukan ajang menjatuhkan, menjelek-jelekkan calon lain. Semua calon harus bisa menunjukkan kemampuannya sebagai gubernur agar masyarakat menaruh perhatian dan simpati yang mendalam. Tetapi di ujungnya nanti, bagi calon yang terpilih harus bisa melaksanakan janji-janjinya. Jangan sampai perhatian dan simpati masyarakat hilang ketika pemimpin mereka tidak bisa menunjukkan kemampuan untuk melaksanakan janji-janji yang diucapkan


0 comments: