Undang-Undang
Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menyatakan informasi
sebagai keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai,
makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat,
didengar, dan dibaca yang disajikan dalam perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi secara elektronik maupun nonelektronik. Dengan demikian pemahaman
tentang informasi politik mengacu pada definisi tersebut dengan menekankan pada
konten politik.
Media
massa merupakan sarana paling efektif digunakan untuk menyebarkan dan menjaring
informasi politik. Dalam hal ini media bukan saja sebagai sumber informasi
politik melainkan kerap menjadi faktor pendorong (trigger) terjadinya perubahan politik (Suwardi, 2004).[1]
Disamping
itu media memiliki potensi mentransfer dan mengekspos informasi politik bagi
pembentukan opini publik.
Keikutsertaan media dalam membentuk opini
publik merupakan upaya membangunkan sikap dan tindakan khalayak mengenai sebuah
masalah politik dan/atau aktor politik. Dalam kerangka ini media menyampaikan
pembicaraan pembicaraan politik kepada khalayak. Bentuk pembicaraan politik tersebut
dalam media antara lain berupa teks atau berita politik yang di dalamnya terdapat
pilihan simbol politik dan fakta politik. Karena kemampuan ini pula media massa
sering dijadikan alat propaganda dalam komunikasi politik.
Selain menjadi sumber informasi, media massa juga
merupakan saluran komunikasi bagi para aktor politik. Cara-cara media
menampilkan peristiwaperistiwa politik dapat mempengaruhi persepsi para aktor
politik dan masyarakat mengenai perkembangan politik. Melalui fungsi kontrol
sosialnya, bersama institusi sosial lainnya, secara persuasif media massa bisa
menggugah partisipasi publik untuk serta dalam merombak struktur politik.[2]
Radio merupakan salah satu media yang dimanfaatkan
pemilih pemula untuk menjaring informasi politik,[3]
dikarenakan
akses terhadap radio yang cenderung mudah dan murah bagi kalangan muda. Partai-partai
politik baru juga memanfaatkan radio sebagai saran mempublikasikan diri. Dengan
alokasi dana kampanye yang terbatas, radio dianggap paling efektif untuk
menjangkau semua struktur masyarakat.
Media lain yang dimanfaatkan pemilih pemula terbatas
pada televisi dan surat kabar karena dua media inilah yang setiap hari gencar menghadirkan
informasi seputar politik dan kenegaraan. Sedangkan pemanfaatan internet untuk menjaring
informasi politik masih minim. Berbeda dengan negara maju, di negara berkembang
seperti Indonesia internet masih dipahami kaum muda sebatas fungsi rekreatif.
Internet tidak meningkatkan pemahaman pemilih pemula terhadap
pemilu/pemilukada, melainkan sebatas media yang ditawarkan kepada pemilih
pemula untuk mengekspresikan partisipasi politik mereka.[4]
Kampanye partai politik menjelang pemilu yang
menghadirkan hiburan dari artis-artis ibukota sangat diminati. Sebagian dari
pemilih pemula memang memberi perhatian terhadap penyampaian visi misi oleh
kader partai politik.[5]
Namun
sebagian lagi cenderung sekedar menikmati acara hiburan.
Dalam beberapa kasus, keaktifan pemilih pemula dalam
menjaring informasi politik berada dalam kategori cukup baik. Sebagian pemilih
pemula memiliki perhatian untuk mengikuti debat-debat politik baik yang
diselenggarakan secara langsung maupun melalui media.[6]
Debat
politik diakui para pemilih pemula sebagai sarana memperoleh gambaran lebih
mendalam seputar partai politik dan kader-kadernya.
Pemilih pemula yang aktif berorganisasi baik di
lingkungan sekolah/kampus maupun dalam organisasi sosial kemasyarakatan
cenderung memiliki informasi politik lebih memadai. Posisi di organisasi intra
sekolah/kampus dan organisasi sosial kemasyarakatan membuka peluang bagi mereka
untuk terlibat dalam beberapa kegiatan yang diselenggarakan partai politik,
baik yang berbentuk kampanye maupun kegiatan sosial keagamaan yang diusung
partai politik tertentu. Dari beragam kegiatan inilah informasi politik
diperoleh para aktivis.
Secara keseluruhan pemilih pemula cenderung
memperoleh informasi politik melalui saluran informal yakni melalui media dan
agen sosialisasi di lingkungan terdekat yakni keluarga dan organisasi sosial
kemasyarakatan. Sedangkan informasi politik yang diperoleh secara formal
melalui pembelajaran di sekolah teridentifikasi masih terbatas.
[1]
Hamad,
Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa.Jakarta: Granit.
[3]
Juniarti,
Rahmi. 2011. Pendidikan politik bagi Generasi Muda oleh Partai Politik Kota padang
(studi pada Partai Golongan Karya, Partai Keadilan Sejahtera, dan partai
Demokrat). Jurusan Ilmu Sosial Politik Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Padang. Skripsi tidak dipublikasikan.
[4]
Buss,
Terry F, et al. 2006(hal 297). Modernizing Democracy: Innovation in Citizen
Participation. New York: ME.Sharpe.
[5]
Juniarti,
Rahmi. 2011. Pendidikan politik bagi Generasi Muda oleh Partai Politik Kota
padang (studi pada Partai Golongan Karya, Partai Keadilan Sejahtera, dan partai
Demokrat). Jurusan Ilmu Sosial Politik Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Padang. Skripsi tidak dipublikasikan.
[6]
Fitri
Yeni. 2011. Partisipasi Politik Pemilih Pemula dalam Pemilihan Presiden dan
WakilPresiden 2009 di Kecamatan Padang Utara Kota padang. Jurusan Ilmu Sosial Politik
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang. Skripsi tidak dipublikasikan.
0 comments:
Post a Comment