Tuesday, November 15, 2016

Teori Kebutuhan Manusia (TKM)

Teori  Kebutuhan  Manusia  (TKM)  dikembangkan  pada  tahun  1970a  dan  1980an sebagai teori generic atau holistic mengenai perilaku hewan. Teori ini berdasarkan hipotesa   bahw manusia   mempunya kebutuhan-kebutuha dasa yan harus dipenuhi untuk memelihara masyarakat yang stabil. Seperti yang diuraikan oleh John Burton:

Kita yakin bahwa keterlibatan manusia dalam situasi konflik mendorongnya berjuang di dalam lingkungan kelembagaannya pada setiap tataran social untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan primordial dan universalkebutuhan seperti keamanan, identitas, pengakuan, dan pembangunan. Mereka terus berusaha menguasai lingkungannya yang diperlukan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan-kebutuhan ini. Perjuangan ini tidak bisa dikekang; perjuangan ini sifatnya primordial (1991:82-
83).

Perjuangan untuk memenuhi kebutuhan primordial ini secara teoretis berhubungan dengan teori Frustasi-Agresi yang berdasarkan pada hipotesa stimulus-response. Rasa frustasi tidak bisa memenuhi kebutuhan primordial ini mengarah pada agresi dan akhirnya, konflik. Yang membedakan teori Kebutuhan Manusia dengan teori Frustasi- Agresi adalah bahwa yang pertama hanya berkenaan dengan kebutuhan-kebutuhan mutlak, sedangkan yang belakangan juga berkenaan keinginan (wants and desires). Burton menyatakan lebih lanjut:

Sekarang kita tahu bahwa ada nilai-nilai atau kebutuhan manusia universal yang mendasar yang harus dipenuhi jika ingin menciptakan masyarakat yang stabil. Bahwa hal ini benar adanya dengan demikian memberikan dasar yang tidak bersifat ideologis  untuk  mendirikan  lembaga-lembagdan  kebijaksanaan.  Dalam masyarakat yang multi etnik ketidakstabilan dan konflik tak bisa dihindari, kecuali jika  kebutuhan  identitasnya  terpenuhi  dan  dalam  setiap  sistem  sosialnya  ada keadilan yang  merata, rasa  penguasaan, serta  kemungkinan memperoleh semua kebutuhan pembangunan masyarakat manusia lainnya (1991:21).

Arti penting teori ini adalah karena ia mengenal dan mengesahkan kebutuhan- kebutuhan yang diungkapkan oleh kedua pihak yang terlibat konflik. Kebutuhan kedua belah pihak harus dipenuhi, bukan hanya memenuhi kebutuhan satu pihak dengan mengorbankan kebutuhan pihak lain. Hal ini membantu memindahkan konflik dari situasi habis-habisan (zero sum) ke situasi sama-sama menang (win-win).

Pemisahan kebutuhan manusia itu membantu upaya menghilangkan adanya rasa tujuan yang sama-sama ekslusif. Alih-alih bertikai memperebutkan masa depan konstitusional negara dengan tujuan-tujuan yang sama-sama ekslusif dengan memelihara kesatuan atau pemisahan, situasinya bergeser ke situasi di mana kedua kelompok yang bertikai berusaha memenuhkebutuhan mereka sepertkeamanan, identitas, pengakuan dan pembangunan. Kebutuhan-kebutuhan ini tidak dipenuhi dengan cara mengorbankan kelompok lain, tetapi diwujudkan bersamaan dengan pemenuhan  kebutuhakelompok  lainnya.  Kebutuhan-kebutuhan  ini  tidak  ekslusif bagi kedua pihak atau diperoleh dengan mengorbankan pihak lain; kebutuhan- kebutuhan itu bersifat universal.

Banyak sekali pengalaman sejarah empiris yang mengesahkan (validates) asumsi Burton, satu contoh di sini sudah cukup. Sudan digambarkan sebagai mikrokosmos Afrika di mana jumlah golongan minoritasnya banyak sekali. Masyarakat Sudan merupakan perbauran etnik yang ditandai oleh dominasi sistem sosial budaya yang berintikaAfrika-Arab  Islam,  di  mana  golongan-golongan  etnik  lainnya—terutama yang menghuni wilayah selatan—hanya mempunyai status pinggiran (marginal).

Perasaan menjadi korban (viktimisasi) pada pihak Sudah selatan telah menyebabkan Negara itu terjerumus ke dalam perang saudara yang banyak sekali menumpahkan darah Perjanjia Addis   Ababa   tahun   1972   untuk   sementara   menghentikan permusuhan dengan cara memberikan keseimbangan antara budaya, bahasa, agama dan symbol-simbol etnik lainnya yang bersifat local di satu pihak dan yang bersifat nasional di lain pihak, tanpa mengorbankan salah satunya. Suasana damai bertahan sampai tahun 1982 manakala pemerintah pusat melanggar beberapa ketentuan perjanjian tersebut, pihak Selatan merasa dihianati dan perang saudara pun berkobar kembali sampai sekarang. Yang diperlukan orang-orang Sudan sekarang adalah memindahkan konfliknya dari situasi habis-habisan (zero sum) ke situasi sama-sama menang (win-win), sebagaimana disarankan Burton.

Hal itu nampaknya merupakan jaminan terbaik, barangkali satu-satunya jaminan, untuk menjaga Negara itu tetap bersatu dan hidup terus. Sebaliknya, tong mesiu selalu ada di sana dan tidak diperlukan banyak percikan untuk menyulut ledakan. Apa yang berlaku di Sudan juga berlaku untuk masyarakat-masyarakat yang terpecah belah lainnya.

Ada asumsi yang berani dari teori ini: Perjuangan ini tidak dapat dikekangketidakstabilan dan konflik tak terelakkan, ini adalah pernyataan-pernyataan yang menantang dengan implikasi-implikasi yang luas. Jika hipotesa teori ini benar, jika ada kebutuhan-kebutuhan manusia tertentu yang diperlukan bagi pembangunan manusia dan kestabilan social, maka penyelesaian bagi konflik itu harus berupa kemampuan untuk menciptakan lingkungan di mana semua kebutuhan itu dapat dipenuhi oleh semua lapisan masyarakatDi  sinilah  bertemunya  teori  Kebutuhan  Manusia  dan  Teori  Resolusi Konflik oleh Burton (CRT).



0 comments: