Friday, November 11, 2016

budaya politik masyarakat Kelurahan Tanjung unggat, Kecamatan bukit Bestari,

Hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis terhadap semua RW dan RT yang ada di kelurahan Tanjungunggat yang berjumlah IX RW dan 43 RT di klasifikasikan dalam beberapa klasifikasi yang menjabarkan mulai dari indikator-indikator orientasi budaya politik.
Kemudian dari hasil wawancara yang telah di klasifikasikan sesuai indicator orientasi budaya politik akan di simpulkan oleh informan yakni lurah, tokoh masyarakat dan pemuda yang akan menjelaskan kearah mana tipe budaya politik itu sendiri apakah kearah parokial, subjek / kaula, atau partisipan.
Pada bagian ini akan membahas secara mendalam tentang pola orientasi dan sikap politik masyarakat yang dipengaruhi oleh orientasi individu dalam memandang obyek-obyek politik. Almond dan Verba mengajukan klasifikasi tipe-tipe orientasi politik, yaitu : komponen kognitif, afektif, dan evaluatif.

a.      Pola Orientasi Kognitif

Orientasi politik Kognitif masyarakat kelurahan Tanjung Unggat Pengetahuan masyarakat terhadap jalannya sistem politik dapat dikatakan cukup baik. Hal tersebut dapat terlihat dari jawaban para informan pada saat wawancara mengenai Pemilu atau Pilkada, mengenai pasangan calon gubernur, dan mengenai pentingnya memilih hal ini di buktikan hapir 80% RT dan RW di Tanjung Unggat memahaminya dengan sangat baik, kemudian sama halnya yang diungkapkan Ibu Lurah Tanjung Unggat yakni Bu Rosnawati :

Pilkada itu penting, masyarakat harus memahami dengan baik arti dari pemilu dan pentingnya pemilu, apalagi mengenai pasangan calon pada saat pilkada gubernur dan wakil gubernur kemarin mereka pasti mengenal denga baik karena pasanganxvi calon merupakan figur-figur yang sudah sejak lama aktif dalam perpolitikan di Kepulauan Riau terutama di Tanjungpinang. Saya juga yakin masyarakat sudah terbiasa dengan yang namanya pemilu karena masyarakat disini juga banyak yang terlibat dalam perpolitikan”(20-05-2013 pukul 10.30 di kelurahan Tanjungunggat)
Pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat kelurahan Tanjung Unggat cukup antusias dengan pemilu dan memahami arti dari pilkada itu sendiri, penulis mengambil kesimpulan demikian karena telah di ungkapkan hal yang sama oleh lebih kurang 80% RT dan RW setempat yang mengakuinya sama halnya juga yang di ungkapkan salah satu tokoh agama Drs. H. Muaimin Hamid :
“Kami mengamalkan ajaran Islam dalam setiap kegiatan, namun sebagai warga Indonesia kami juga tetap menghargai dan mengamalkan Pancasila, mengikuti aturan hukum dan menjalankan roda pemerintahan salah satunya ikut partisipasi dalam pemilu itu yang biasanya di amalkan oleh masyarakat sekitar sini yang saya tau.”(22-05-2013 pukul 19.50 di mesjid Al-ikhlas Kelurahan Tanjungunggat)
Pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa sebagai seorang yang taat dalam beragama, dalam hal ini agama Islam, mengajarkan pada masyarakat untuk taat akan hukum-hukum negara Indonesia, karena berada dalam wilayah Kesatuan Republik Indonesia dan merupakan warga negara Indonesia. Pancasila merupakan dasar negara yang dapat dipakai sebagai nilai universal pemersatu baik yang seagama maupun berbeda agama, serta hukum dan pemerintahan yang harus mereka ikuti sama halnya dengan melaksanakan dan ikut partisipasi dalam pemilu. Hal senada juga diungkapkan oleh Hj. Hanifah Daud yang merupakan salah satu tokoh perempuan di kelurahan Tanjung Unggat mengatakan :
Ibu-ibu disini walaupun sebagian besar wanita karir dan Ibu Rumah Tangga mereka masih sering menyempatkan waktu untuk berkumpul arisan dan pengajian sama halnya saat Pilkada Ibu-ibu disini juga aktif dan bahkan ikut terlibat dalam pelaksanaan Pemilu, tentu saja mereka memahami arti dari pemilu hanya saja Ibu-ibu disini yang berdagang dan bekerja yang jarang sekali ikut dalam proses pemilu karena mereka ada waktunya sore saja”(18-05-2013 pukul 09.00wib di kampong terendam Tanjung Unggat)
Wawancara di atas sudah barang tentu dari kaum perempuan juga berperan penting dan ikut dalam partisipasi saat pilkada brlangsung, sama halnya yang di katakana oleh salah satu tokoh pemuda di Tanjung Unggat dan juga sebagai ketua OKP Grakan Pemuda Tanjung Unggat Bersatu yaitu Agung Fajar Pratama :
“ Pemuda-pemuda disini rata-rata juga sering terlibat dalam proses pemilu dan pilkada seperti ikut dalam sosialisasi dan panitia pemungutan suara, mereka juga biasanya bulat satu suara tergantung arahan dari tokoh mayarakat dan pemuda-pemuda disini, jika kami berpandangan buruk terhadap calon dan tidak pantas untuk memimpin terkadang kami lebih memilih untuk golput semua” (28-05-2013 pukul 19.00 di jl.sultan Mahmud gg.swadaya Tanjung Unggat)
Pernyataan salah satu tokoh pemuda di atas dapat dikatakan bahwa pemuda-pemuda di Kelurahan Tanjung Unggat mengerti dan memahami Pemilu mereka juga ikut serta dalam proses dan berpartisipasi saat Pilkada dan mereka paham sekali dengan kepemimpinan yang baik.

b.      Pola Orientasi Efektif

Komponen Efektif berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang menyangkut perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Afektif atau sikap adalah respon yang dikeluarkan seseorang terhadap apa yang terjadi dalam hal ini sikap terhadap sistem politik. Seperti yang dikatakan David Easton dalam teori sistem politik, ada input yang berupa masukan dan tuntutan yang akan kemudian di konversi menjadi output berupa kebijakan. Lingkungan akan melihat positif atau negatif, jika lingkungan berpandangan positif terhadap kebijakan maka akan mendukung kebijakan, tetapi jika lingkungan berpandangan negatif maka akan melahirkan tuntutan/protes dan implementasi kebijakan dapat dinyatakan gagal. Teori Sistem politik Almond pun memandang bahwa sikap politik dipengaruhi oleh lingkungan yang terbias menjadi perilaku politik.
Perasaan masyarakat Tanjung Unggat terhadap jalannya sistem politik khususnya mengenai Pilkada Gubernur 2010 kemarin adalah timbulnya perasaan kecewa dengan dibuktikan dari hamper seluruh RT dan RW di kelurahan Tanjung Unggat yang menjawab pada saat wawancara mengenai proses pilkada saat itu dengan tanggapan miris karena mereka saja dilibatkan hanya untuk membagikan DPT saja tidak disertai bekal mengenai tata cara pencoblosan pada saat pemilu serta aturan dan larangan pemilu pun mereka tidak bisa menjelaskannya kepada masyarakat jika di tanyakan. Salah satunya seperti yang di ungkapkan bapak IMAN ketua RW IX yang diwawancarai tanggal 16 Mei 2013 pukul 16.00 wib dirumahnya :
“Saat pilkada kemarin saya hanya diminta pihak kelurahan membagikan DPT Masyarakat kepada tiap-tiap RT dan dengan selembaran stiker untuk sosialisasi tata cara pencoblosan katanya dari KPU dan nanti mereka baru sosialisasi langsung, saya bingung maksud dari pihak kelurahan saat saya ditanyai RT-RT di RW IX ini dan saya hanya bisa menjelaskan alakadarnya saja sesuai pengalaman yang sudah-sudah yang saya ketahui”

c.       Pola Orientasi Evaluatif

Sekarang penulis telah sampai pada komponen terakhir dari budaya politik yaitu orientasi evaluatif. Dari komponen inilah dapat ditentukan tipe dari budaya politik yang ada pada masyarakat kelurahan Tanjung Unggat.
Penulis mulai dengan menanyakan mengenai dukungan Masyarakat terhadap PEMILU (Pemilihan Umum) yang merupakan salah satu bagian dari sistem politik yang ada di Indonesia. Dari hasil PEMILU (Pemilihan Umum) yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, diharapkan mencerminkan partisipasi serta aspirasi masyarakat. Wawancara dengan tokoh Agama H. Buyung .AR :
“Saya dukung kalau yang terpilih adalah orang yang adil, jujur dan amanah, tetapi jika sebaliknya apalagi tukang korupsi dan selalu menyalahi wewenang lebih baik tidak perlu ada Pemilu atau lebih baik kita sebagai masyarakat tidak memilih sama sekali”(24-05-2013 pukul 16.30 wib dirumahnya)

Jawaban di atas dapat dilihat bahwa dukungan akan diberikan apabila hasil dari PEMILU itu sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat yaitu terpilihnya pemimpin yang jujur, adil dan amanah. Dimana hasil dari PEMILU yang diharapkan sangat dekat dengan nilai-nilai yang ada dalam ajaran Islam yang di pelajari setiap harinya. Hal ini membuktikan bahwa pengaruh dari Islam terhadap sistem politik bisa dikatakan cukup kuat.
Kaitan dengan budaya politik Almond dan Verba , pada umumnya kecenderungan budaya politik masih tergolong Budaya politik subyek/kaula memiliki frekuensi orientasi-orientasi yang tinggi terhadap sistem politiknya, namun perhatian dan intensitas orientasi mereka terhadap aspek masukan (input) dan partisipasinya dalam aspek keluaran (output) sangat rendah. Subjek individual menyadari akan otoritas pemerintah yang memiliki spesialisasi, ia bahkan secara afektif mengorientasikan diri kepadanya, ia memiliki kebanggaan terhadapnya atau sebaliknya tidak menyukainya, dan ia menilainya sebagai otoritas yang absah. Namun demikian, posisinya sebagai subyek (kaula) mereka pandang sebagai posisi yang pasif, diyakini bahwa posisinya tidak akan menentukan apa-apa terhadap perubahan politik. Lebih lanjut penulis kemudian menanyakan mengenai apa yang dapat pemuda lakukan untuk menginterpretasikan dukungan maupun penolakan terhadap jalannya sistem politik, dalam hal ini Pemerintah dan DPR. Jawaban pemuda ini semakin memperjelas tipe dari budaya politik yang dianut oleh masyarakat Tanjung Unggat, seperti yang diungkapkan Agung Fajar Pratama Ketua OKP Gerakan Pemuda Tanjung Unggat Bersatu :

“Yang kami lakukan adalah mencari solusi agar suara hati kami didengar oleh mereka tetapi semua hanya habis dikedai kopi karena tidak ada yang mau bertindak sebab merasa percuma saja karena tidak akan di dengar juga aspirasi masyarakat yang akan disampaikan”(28-05-2013 pukul 19.00 di jl.sultan Mahmud gg.swadaya Tanjung Unggat)


0 comments: