Hasil
wawancara yang dilakukan oleh penulis terhadap semua RW dan RT yang ada di
kelurahan Tanjungunggat yang berjumlah IX RW dan 43 RT di klasifikasikan dalam
beberapa klasifikasi yang menjabarkan mulai dari indikator-indikator orientasi
budaya politik.
Kemudian
dari hasil wawancara yang telah di klasifikasikan sesuai indicator orientasi
budaya politik akan di simpulkan oleh informan yakni lurah, tokoh masyarakat
dan pemuda yang akan menjelaskan kearah mana tipe budaya politik itu sendiri
apakah kearah parokial, subjek / kaula, atau partisipan.
Pada
bagian ini akan membahas secara mendalam tentang pola orientasi dan sikap
politik masyarakat yang dipengaruhi oleh orientasi individu dalam memandang
obyek-obyek politik. Almond dan Verba mengajukan klasifikasi tipe-tipe
orientasi politik, yaitu : komponen kognitif, afektif, dan evaluatif.
a.
Pola Orientasi Kognitif
Orientasi
politik Kognitif masyarakat kelurahan Tanjung Unggat Pengetahuan masyarakat
terhadap jalannya sistem politik dapat dikatakan cukup baik. Hal tersebut dapat
terlihat dari jawaban para informan pada saat wawancara mengenai Pemilu atau
Pilkada, mengenai pasangan calon gubernur, dan mengenai pentingnya memilih hal
ini di buktikan hapir 80% RT dan RW di Tanjung Unggat memahaminya dengan sangat
baik, kemudian sama halnya yang diungkapkan Ibu Lurah Tanjung Unggat yakni Bu
Rosnawati :
“Pilkada
itu penting, masyarakat harus memahami dengan baik arti dari pemilu dan
pentingnya pemilu, apalagi mengenai pasangan calon pada saat pilkada gubernur
dan wakil gubernur kemarin mereka pasti mengenal denga baik karena pasanganxvi
calon merupakan figur-figur yang sudah sejak lama aktif dalam perpolitikan
di Kepulauan Riau terutama di Tanjungpinang. Saya juga yakin masyarakat sudah
terbiasa dengan yang namanya pemilu karena masyarakat disini juga banyak yang
terlibat dalam perpolitikan”(20-05-2013 pukul 10.30 di kelurahan Tanjungunggat)
Pernyataan
di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat kelurahan Tanjung Unggat cukup
antusias dengan pemilu dan memahami arti dari pilkada itu sendiri, penulis
mengambil kesimpulan demikian karena telah di ungkapkan hal yang sama oleh
lebih kurang 80% RT dan RW setempat yang mengakuinya sama halnya juga yang di
ungkapkan salah satu tokoh agama Drs. H. Muaimin Hamid :
“Kami
mengamalkan ajaran Islam dalam setiap kegiatan, namun sebagai warga Indonesia
kami juga tetap menghargai dan mengamalkan Pancasila, mengikuti aturan hukum
dan menjalankan roda pemerintahan salah satunya ikut partisipasi dalam pemilu
itu yang biasanya di amalkan oleh masyarakat sekitar sini yang saya
tau.”(22-05-2013 pukul 19.50 di mesjid Al-ikhlas Kelurahan Tanjungunggat)
Pernyataan
tersebut dapat dilihat bahwa sebagai seorang yang taat dalam beragama, dalam
hal ini agama Islam, mengajarkan pada masyarakat untuk taat akan hukum-hukum
negara Indonesia, karena berada dalam wilayah Kesatuan Republik Indonesia dan
merupakan warga negara Indonesia. Pancasila merupakan dasar negara yang dapat
dipakai sebagai nilai universal pemersatu baik yang seagama maupun berbeda agama,
serta hukum dan pemerintahan yang harus mereka ikuti sama halnya dengan
melaksanakan dan ikut partisipasi dalam pemilu. Hal senada juga diungkapkan
oleh Hj. Hanifah Daud yang merupakan salah satu tokoh perempuan di kelurahan
Tanjung Unggat mengatakan :
Ibu-ibu
disini walaupun sebagian besar wanita karir dan Ibu Rumah Tangga mereka masih
sering menyempatkan waktu untuk berkumpul arisan dan pengajian sama halnya saat
Pilkada Ibu-ibu disini juga aktif dan bahkan ikut terlibat dalam pelaksanaan
Pemilu, tentu saja mereka memahami arti dari pemilu hanya saja Ibu-ibu disini
yang berdagang dan bekerja yang jarang sekali ikut dalam proses pemilu karena
mereka ada waktunya sore saja”(18-05-2013 pukul 09.00wib di kampong terendam
Tanjung Unggat)
Wawancara
di atas sudah barang tentu dari kaum perempuan juga berperan penting dan ikut
dalam partisipasi saat pilkada brlangsung, sama halnya yang di katakana oleh
salah satu tokoh pemuda di Tanjung Unggat dan juga sebagai ketua OKP Grakan
Pemuda Tanjung Unggat Bersatu yaitu Agung Fajar Pratama :
“
Pemuda-pemuda disini rata-rata juga sering terlibat dalam proses pemilu dan
pilkada seperti ikut dalam sosialisasi dan panitia pemungutan suara, mereka
juga biasanya bulat satu suara tergantung arahan dari tokoh mayarakat dan pemuda-pemuda
disini, jika kami berpandangan buruk terhadap calon dan tidak pantas untuk
memimpin terkadang kami lebih memilih untuk golput semua” (28-05-2013 pukul
19.00 di jl.sultan Mahmud gg.swadaya Tanjung Unggat)
Pernyataan
salah satu tokoh pemuda di atas dapat dikatakan bahwa pemuda-pemuda di
Kelurahan Tanjung Unggat mengerti dan memahami Pemilu mereka juga ikut serta
dalam proses dan berpartisipasi saat Pilkada dan mereka paham sekali dengan
kepemimpinan yang baik.
b.
Pola
Orientasi Efektif
Komponen
Efektif berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang menyangkut perasaan
individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Afektif atau sikap
adalah respon yang dikeluarkan seseorang terhadap apa yang terjadi dalam hal ini sikap terhadap sistem
politik. Seperti yang dikatakan David Easton dalam teori sistem politik, ada
input yang berupa masukan dan tuntutan yang akan kemudian di konversi menjadi
output berupa kebijakan. Lingkungan akan melihat positif atau negatif, jika
lingkungan berpandangan positif terhadap kebijakan maka akan mendukung
kebijakan, tetapi jika lingkungan berpandangan negatif maka akan melahirkan
tuntutan/protes dan implementasi kebijakan dapat dinyatakan gagal. Teori Sistem
politik Almond pun memandang bahwa sikap politik dipengaruhi oleh lingkungan
yang terbias menjadi perilaku politik.
Perasaan masyarakat Tanjung Unggat
terhadap jalannya sistem politik khususnya mengenai Pilkada Gubernur 2010
kemarin adalah timbulnya perasaan kecewa dengan dibuktikan dari hamper seluruh
RT dan RW di kelurahan Tanjung Unggat yang menjawab pada saat wawancara
mengenai proses pilkada saat itu dengan tanggapan miris karena mereka saja
dilibatkan hanya untuk membagikan DPT saja tidak disertai bekal mengenai tata
cara pencoblosan pada saat pemilu serta aturan dan larangan pemilu pun mereka
tidak bisa menjelaskannya kepada masyarakat jika di tanyakan. Salah satunya
seperti yang di ungkapkan bapak IMAN ketua RW IX yang diwawancarai tanggal 16
Mei 2013 pukul 16.00 wib dirumahnya :
“Saat
pilkada kemarin saya hanya diminta pihak kelurahan membagikan DPT Masyarakat
kepada tiap-tiap RT dan dengan selembaran stiker untuk sosialisasi tata cara
pencoblosan katanya dari KPU dan nanti mereka baru sosialisasi langsung, saya
bingung maksud dari pihak kelurahan saat saya ditanyai RT-RT di RW IX ini dan
saya hanya bisa menjelaskan alakadarnya saja sesuai pengalaman yang sudah-sudah
yang saya ketahui”
c.
Pola Orientasi Evaluatif
Sekarang
penulis telah sampai pada komponen terakhir dari budaya politik yaitu orientasi
evaluatif. Dari komponen inilah dapat ditentukan tipe dari budaya politik yang
ada pada masyarakat kelurahan Tanjung Unggat.
Penulis
mulai dengan menanyakan mengenai dukungan Masyarakat terhadap PEMILU (Pemilihan
Umum) yang merupakan salah satu bagian dari sistem politik yang ada di
Indonesia. Dari hasil PEMILU (Pemilihan Umum) yang diselenggarakan dalam
suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat,
diharapkan mencerminkan partisipasi serta aspirasi masyarakat. Wawancara dengan
tokoh Agama H. Buyung .AR :
“Saya
dukung kalau yang terpilih adalah orang yang adil, jujur dan amanah, tetapi
jika sebaliknya apalagi tukang korupsi dan selalu menyalahi wewenang lebih baik
tidak perlu ada Pemilu atau lebih baik kita sebagai masyarakat tidak memilih
sama sekali”(24-05-2013 pukul 16.30 wib dirumahnya)
Jawaban
di atas dapat dilihat bahwa dukungan akan diberikan apabila hasil dari PEMILU
itu sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat yaitu terpilihnya pemimpin
yang jujur, adil dan amanah. Dimana hasil dari PEMILU yang diharapkan sangat
dekat dengan nilai-nilai yang ada dalam ajaran Islam yang di pelajari setiap
harinya. Hal ini membuktikan bahwa pengaruh dari Islam terhadap sistem politik
bisa dikatakan cukup kuat.
Kaitan
dengan budaya politik Almond dan Verba , pada umumnya kecenderungan budaya
politik masih tergolong Budaya politik subyek/kaula memiliki frekuensi
orientasi-orientasi yang tinggi terhadap sistem politiknya, namun perhatian dan
intensitas orientasi mereka terhadap aspek masukan (input) dan
partisipasinya dalam aspek keluaran (output) sangat rendah. Subjek
individual menyadari akan otoritas pemerintah yang memiliki spesialisasi, ia
bahkan secara afektif mengorientasikan diri kepadanya, ia memiliki kebanggaan
terhadapnya atau sebaliknya tidak menyukainya, dan ia menilainya sebagai
otoritas yang absah. Namun demikian, posisinya sebagai subyek (kaula) mereka
pandang sebagai posisi yang pasif, diyakini bahwa posisinya tidak akan
menentukan apa-apa terhadap perubahan politik. Lebih lanjut penulis kemudian
menanyakan mengenai apa yang dapat pemuda lakukan untuk menginterpretasikan
dukungan maupun penolakan terhadap jalannya sistem politik, dalam hal ini
Pemerintah dan DPR. Jawaban pemuda ini semakin memperjelas tipe dari budaya
politik yang dianut oleh masyarakat Tanjung Unggat, seperti yang diungkapkan
Agung Fajar Pratama Ketua OKP Gerakan Pemuda Tanjung Unggat Bersatu :
“Yang
kami lakukan adalah mencari solusi agar suara hati kami didengar oleh mereka
tetapi semua hanya habis dikedai kopi karena tidak ada yang mau bertindak sebab
merasa percuma saja karena tidak akan di dengar juga aspirasi masyarakat yang
akan disampaikan”(28-05-2013 pukul 19.00 di jl.sultan Mahmud gg.swadaya Tanjung
Unggat)
0 comments:
Post a Comment