Strategi
pemenangan Pemilukada sangat dipengaruhi bagaimana pasangan calon dapat
mempengaruhi pemilih untuk tujuan membentuk perilaku pemilih. Pada dasarnya
kandidat adalah produsen yang mampu memasarkan diri sebagai proses pemasaran
politik. Pasangan H. Amril Harahap dan H. Irwandy pada pentas Pemilukada 2010
di Tebing Tinggi lebih mengandalkan kekuatan loyalitas dari kekuatan masyarakat
yang ada. Hal yang membedakan antara kedua pasangan tersebut adalah profesi
masing-masing, calon walikota mengandalkan kekuatan basis massa pendukung
ketika H. Amril mencalonkan diri sebagai anggota legislatif 2009 melalui Partai
PIB. Sedangkan calon wakil walikota mengandalkan kekuatan kerabat dan
teman-temannya sewaktu masih mengecam pendidikan di Kota Tebing Tinggi. Pada
masa persiapan Pemilukada 2010 kedua pasang ini tidak melakukan suvey untuk
melihat seberapa besar tingkat keterpilihannya, sehingga dalam merumuskan
strateginya hanya menggunakan hasil penilaian terhadap strategi dari kemenangan
menjadi anggota legislatif 2009.
Dalam
pengaplikasian strateginya, pasangan dan tim pemenangan hanya mengandalkan
agenda rutin pertemuan warga tanpa melakukan follow up untuk melihat
kekurangan yang terjadi saat pertemuan dan merumuskan strategi baru dalam
bentuk lain. Bentuk sosialisasi dengan melakukan pertemuan dirumah warga tidak
didukung oleh kemampuan kandidat dan tim dalam melakukan strategi push dan
pass untuk membentuk simpati melalui aktivitas yang sekaligus melibatkan
partisipasi masyarakat. Dalam menciptakan kerjasama dan kaloborasi antara
kandidat dengan masyarakat dibutuhkan proses komunikasi dua arah. Komunikasi
dua arah antara kandidat atau tim pemenangan dapat menemukan reaksi konstituen
dan masyarakat pemilih terhadap apa yang telah dilakukan berdasarkan perencanaan
yang telah dibuat.
Gioia
dan Chittipeddi (dalam Firmanzah, 2008:59) mengungkapkan, hubungan antara
partai politik dengan masyarakat adalah hubungan interasi. Kedua pihak terlibat
dalam membangun pemahaman bersama. Hal ini perlu dilakukan karena partai politik
dan masyarakat memiliki kerangka berfikir yang berbeda. Komunikasi dua arah
membutuhkan proses sense-giving dan sense-making (Firmanzah,
2008:60). Sense-giving adalah suatu proses komunikasi ketika partai
politik mencoba mengkomunikasikan ide dan gagasan partai, program kerja dan
platform, serta ideologi partai ke masyarakat dan konstituen mereka. Tujuan
utama dari proses ini adalah agar hal-hal yang diperkirakan dan direncanakan
partai politik bersangkutan dapat diterima dan dimengerti oleh para konstituen
dan masyarakat luas. Sedangkan sense-making, di mana masyarakatdan
konstituen akan memberikan tanda-tanda reaksi mereka atas apa yang
dikomunikasikan oleh partai politik. Atau, proses juga dapat terjadi sebelum
partai politik mengkomunikasikan program kerja mereka.
Senada
dengan pendapat diatas, Miller dan Steinberg (dalam Gudykunst, 1988 : 18)
berasumsi tentang konsep komunikasi interpersonal, bahwa “ketika orang
berkomunikasi, mereka membuat prediksi tentang efek dari perilaku komunikasi
mereka, mereka memilih bermacam strategi komunikatif tentang bagaimana
komunikan akan merespon”. Dalam hal ini pendekatan komunikasi tatap muka
sebagai strategi pass marketing tidak memiliki dampak yang luas dalam
menarik simpati pemilih. Ini dikarenakan strategi push lebih digunakan
untuk sosialisasi secara langsung, namun hasil yang didapat tidak terlalu
relevan, sedangkan strategi pull tidak dapat secara komprehensif
memenuhi prasyarat dalam mensosialisasikan kebijakan kandidat secara menyeluruh
dengan jangkauan yang lebih luas ke masyarakat pemilih.
Pendekatan
komunikasi interpersonal yang dilakukan kandidat tidak diikuti kemampuan mesin
politik dalam mentraspormasikan pesan politik kandidat yang akhirnya akan
berhubungan dengan perubahan penilaian sosial untuk memilih calon. Kekuatan
mesin politik akan menjadi sebuah pesan yang dapat diinternalisasikan oleh
masyarakat pemilih dan menjadikannya sebuah referensi yang berujung pada
pilihan politik. Sikap politik dalam menentukan pilihan melalui pesan yang
disampaikan dengan pendekatan-pendekatan diatas itu memang bisa menjadi
referensi pilihan.
Konsep
strategi memenangkan Pemilukada secara lebih spesifik dan terkait dengan
kandidat, tim pemenangan, dan kebijakan. Optimalisasi strategi harus dapat
bersinergi untuk membentuk kesadaran dan pengenalan publik terhadap kandidat
sekaligus program-program yang diusung calon. Untuk memperoleh dukungan sebagai
bentuk loyalitas pemilih tidak hanya berorientasi pada mobilisasi massa, namun
harus mampu memperoleh dukungan dari semua element yang terlibat dalam pasar
politik.
0 comments:
Post a Comment