Wednesday, November 30, 2016

Komunikator Politik

Strategi pemenangan Pemilukada sangat dipengaruhi bagaimana pasangan calon dapat mempengaruhi pemilih untuk tujuan membentuk perilaku pemilih. Pada dasarnya kandidat adalah produsen yang mampu memasarkan diri sebagai proses pemasaran politik. Pasangan H. Amril Harahap dan H. Irwandy pada pentas Pemilukada 2010 di Tebing Tinggi lebih mengandalkan kekuatan loyalitas dari kekuatan masyarakat yang ada. Hal yang membedakan antara kedua pasangan tersebut adalah profesi masing-masing, calon walikota mengandalkan kekuatan basis massa pendukung ketika H. Amril mencalonkan diri sebagai anggota legislatif 2009 melalui Partai PIB. Sedangkan calon wakil walikota mengandalkan kekuatan kerabat dan teman-temannya sewaktu masih mengecam pendidikan di Kota Tebing Tinggi. Pada masa persiapan Pemilukada 2010 kedua pasang ini tidak melakukan suvey untuk melihat seberapa besar tingkat keterpilihannya, sehingga dalam merumuskan strateginya hanya menggunakan hasil penilaian terhadap strategi dari kemenangan menjadi anggota legislatif 2009.
Dalam pengaplikasian strateginya, pasangan dan tim pemenangan hanya mengandalkan agenda rutin pertemuan warga tanpa melakukan follow up untuk melihat kekurangan yang terjadi saat pertemuan dan merumuskan strategi baru dalam bentuk lain. Bentuk sosialisasi dengan melakukan pertemuan dirumah warga tidak didukung oleh kemampuan kandidat dan tim dalam melakukan strategi push dan pass untuk membentuk simpati melalui aktivitas yang sekaligus melibatkan partisipasi masyarakat. Dalam menciptakan kerjasama dan kaloborasi antara kandidat dengan masyarakat dibutuhkan proses komunikasi dua arah. Komunikasi dua arah antara kandidat atau tim pemenangan dapat menemukan reaksi konstituen dan masyarakat pemilih terhadap apa yang telah dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat.

Gioia dan Chittipeddi (dalam Firmanzah, 2008:59) mengungkapkan, hubungan antara partai politik dengan masyarakat adalah hubungan interasi. Kedua pihak terlibat dalam membangun pemahaman bersama. Hal ini perlu dilakukan karena partai politik dan masyarakat memiliki kerangka berfikir yang berbeda. Komunikasi dua arah membutuhkan proses sense-giving dan sense-making (Firmanzah, 2008:60). Sense-giving adalah suatu proses komunikasi ketika partai politik mencoba mengkomunikasikan ide dan gagasan partai, program kerja dan platform, serta ideologi partai ke masyarakat dan konstituen mereka. Tujuan utama dari proses ini adalah agar hal-hal yang diperkirakan dan direncanakan partai politik bersangkutan dapat diterima dan dimengerti oleh para konstituen dan masyarakat luas. Sedangkan sense-making, di mana masyarakatdan konstituen akan memberikan tanda-tanda reaksi mereka atas apa yang dikomunikasikan oleh partai politik. Atau, proses juga dapat terjadi sebelum partai politik mengkomunikasikan program kerja mereka.
Senada dengan pendapat diatas, Miller dan Steinberg (dalam Gudykunst, 1988 : 18) berasumsi tentang konsep komunikasi interpersonal, bahwa “ketika orang berkomunikasi, mereka membuat prediksi tentang efek dari perilaku komunikasi mereka, mereka memilih bermacam strategi komunikatif tentang bagaimana komunikan akan merespon”. Dalam hal ini pendekatan komunikasi tatap muka sebagai strategi pass marketing tidak memiliki dampak yang luas dalam menarik simpati pemilih. Ini dikarenakan strategi push lebih digunakan untuk sosialisasi secara langsung, namun hasil yang didapat tidak terlalu relevan, sedangkan strategi pull tidak dapat secara komprehensif memenuhi prasyarat dalam mensosialisasikan kebijakan kandidat secara menyeluruh dengan jangkauan yang lebih luas ke masyarakat pemilih.
Pendekatan komunikasi interpersonal yang dilakukan kandidat tidak diikuti kemampuan mesin politik dalam mentraspormasikan pesan politik kandidat yang akhirnya akan berhubungan dengan perubahan penilaian sosial untuk memilih calon. Kekuatan mesin politik akan menjadi sebuah pesan yang dapat diinternalisasikan oleh masyarakat pemilih dan menjadikannya sebuah referensi yang berujung pada pilihan politik. Sikap politik dalam menentukan pilihan melalui pesan yang disampaikan dengan pendekatan-pendekatan diatas itu memang bisa menjadi referensi pilihan.

Konsep strategi memenangkan Pemilukada secara lebih spesifik dan terkait dengan kandidat, tim pemenangan, dan kebijakan. Optimalisasi strategi harus dapat bersinergi untuk membentuk kesadaran dan pengenalan publik terhadap kandidat sekaligus program-program yang diusung calon. Untuk memperoleh dukungan sebagai bentuk loyalitas pemilih tidak hanya berorientasi pada mobilisasi massa, namun harus mampu memperoleh dukungan dari semua element yang terlibat dalam pasar politik.

0 comments: