Wednesday, November 09, 2016

Peran Pemilih Pemula Menghadapi Pemilukada


Pemilihan Umum yang baik dan bersih, mensyaratkan adanya pemilih yang mempunyai pengetahuan, kesadaran dan bebas dari intimidasi berbagai pihak. Dalam rangka itulah, proses pemilu baik legislatif, presiden dan wakil presiden maupun pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah perlu ditanggapi secara kritis oleh masyarakat, khususnya pemilih. Berangkat dari kesadaran tersebut, maka KPU sebagai penyelenggara Pemilu terus melakukan upaya melalui regulasi serta bekerjasama dengan pemangku kepentingan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka peningkatan partisipasi masyarakat pemilih. Salah satu kategori pemilih yang mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan demokrasi di masa mendatang adalah pemilih pemula, selain jumlahnya yang akan terus bertambah, potensi daya kritis mereka dapat menentukan sebuah hasil pemilu. Dalam bab ini akan dijelaskan tentang siapa pemilih pemula, bagaimana peran mereka dalam pemilu, serta tema-tema apa yang dapat dijadikan bahan dalam upaya peningkatan peran pemilih pemula dalam pemilu.

Pemilih pemula adalah pemilih yang baru pertama kali akan melakukan penggunaan hak pilihnya. Pemilih pemula terdiri dari masyarakat yang telah memenuhi syarat untuk memilih. Dalam mudul 1 KPU Nasional Pemilu Untuk Pemilih Pemula (2010:48) adapun syarat-syrat yang harus dimiliki untuk menjadikan seseorang dapat memilih adalah:

1.      Umur sudah 17 tahun
2.      Sudah/ pernah kawin;dan
3.    Purnawirawan/ Sudah tidak lagi menjadi anggota TNI / Kepolisian.



Pengenalan proses pemilu sangat penting untuk dilakukan kepada pemilih pemula terutama mereka yang baru berusia 17 tahun. KPU dibantu dengan pihak terkait lainnya harus mampu memberikan kesan awal yang baik tentang pentingnya suara mereka dalam pemilu, bahwa suara mereka dapat menentukan pemerintahan selanjutnya dan meningkatkan kesejahteraan hidup bangsa. Pemahaman yang baik itu diharapkan dapat menjadi motivasi untuk terus menjadi pemilih yang cerdas.Pemilih pemula lainnya juga mempunyai peran penting sehingga diperlukan kebijakan strategis yang memudahkan mereka dalam memberikan suara.

Remaja baru mendapat perhatian khusus pada momen tertentu. Misalnya, masa menjelang kampanye pemilihan umum (pemilu), partai-partai menyinggung sedikit tentang masalah remaja. Yang partai lakukan sebatas menggelar acaraacara dialog dengan motivasi agar remaja menjadi pemilih. Tetapi, cara itu tidak efektif memberikan pendidikan. Sebab, tidak terlalu serius.
Sejalan dengan hal tersebut menurut pengamat pendidikan Darmaningtyas (2006 : 12) menyebutkan bahwa :

”Potensi pemilih pemula itu sangat signifikan. Masa remaja merupakan saat-saat di mana mereka ingin mencoba mengikuti proses pemilu. Kasus ini patut disayangkan. Dimana pertumbuhan partai di Indonesia tidak diimbangi dengan kemampuan memahami kepentingan anak muda. Program-program partai belum menjangkau remaja apalagi mewakilinya”.

Pendidikan politik bagi remaja merupakan masalah penting dan tidak dapat dipungkiri bahwa remaja merupakan penerima tongkat estafet pembangunan bangsa Indonesia. Dengan demikian, partai mestinya tidak mengesampingkan masalah ini. Pendidikan menjadi penting, karena mereka tidak boleh apatis. Anakanak muda mesti memiliki kesadaran tinggi sebagai pemilih.

Di samping iti realitas pendidikan sekolah juga tidak mengenalkan kepada mereka pada perkembangan politik, juga mempengaruhi semangat remaja pada politik. Remaja tidak diberikan ruang pengenalan politik oleh kurikulum sekolah maupun masyarakat sendiri secara sistematis. Sehingga pada umumnya pendidikan politik remaja diperoleh dari berita-berita di media massa, baik cetak maupun elektronik dan sekarang melalui media online seperti internet.
Membangun kesadaran politik bagi remaja di Indonesia sulit bilamana lembaga-lembaga politik tidak peduli dengan realitas tersebut. Ketika beberapa lembaga politik hanya mengharapkan kemenangan dalam bursa pemilihan umum, remaja tidak akan pernah tertarik mempelajari politik. Faktor terbesar yang mempengaruhi pembentukan kesadaran remaja dalam politik termasuk partisipasi politik tergantung pada orang tua, terlebih lagi hal ini lembaga-lembaga politik seperti partai, sekolah dan lingkungan. Bila tidak ada yang mengarahkan, maka mereka tidak akan pernah memiliki kepedulian untuk berpartisipasi.

Berkenaan dengan hal tersebut di atas setelah penulis melakukan survei awal, penulis menemukan partisipasi politik remaja di Kota Lhokseumawe cukup memperhatinkan, dimana hal ini penulis sampaikan bahwa terdapat beberapa gejala yang harus mendapat perhatian, antara lain:
1.      Adanya sebagian kelompok remaja di Kelurahan Penyengat dalam kehidupan politik mereka hanya sekedar ikut-ikutan, dimana kelompok remaja tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor; seperti ikut-ikutan kawan, pengaruh keluarga, serta adanya pengaruh dan iming-iming serta imbalan tertentu dari oknum-oknum peserta pemilu berupa uang dan barang kebutuhan lainnya menjelang Pemilihan Umum berlangsung, dimana hal tersebut hanya diberikan pada waktu menjelang penyelenggaraan pemilihan umum.
2.      Adanya kecenderungan ketidak pedulian politik dari para remaja di Kota Lhokseumawe, yang dapat dibuktikan dengan adanya beberapa kelompok remaja yang justru pergi berlibur ke tempat rekreasi padahal hari itu adalah hari dimana pemilihan umum dilaksanakan. Temuan lain yang tidak kalah menarik adalah minimnya remaja yang terdaftar dalam DPT (Daftar Pemilih Tetap) yang datang ke TPS (Tempat Pemungutan Suara) untuk memberikan hak suaranya dalam pemilihan umum legislatif 9 April 2009 yang lalu.
3.      Adanya beberapa kelompok remaja lainnya yang beranggapan bahwa berpartisipasi dalam kehidupan politik hanyalah sia-sia, karena berpartisipasi politik dalam kehidupan politik tidak akan mempengaruhi proses politik, sehingga tidak ada dorongan untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik.
4.      Adanya anggapan dari sebagian kelompok remaja di Kelurahan Penyengat (Data LSM Organisasi Pemuda Penyengat), bahwa anggota legislatif yangmerupakan wakil dari masyarakat belum dapat memperjuangkan aspirasimasyarakat sesuai dengan keinginan masyarakat, hal ini terlihat dari setiap kebijakan pemerintah hanya memperjuangkan kepentingan kelompok tertentu saja, tidak mengedepankan kepentingan publik (hasil wawancara langsung prapenelitian anggota LSM Organisasi Pemuda Penyengat), sehingga remaja tidak mempunyai dorongan untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang akan diteliti adalah ”Bagaimana tingkat partisipasi politik pemilih pemula dalam pelaksanaan Pemilu tahun 2009 di Kelurahan Penyengat Kecamatan Tanjungpinang Kota". Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana partisipasi politik pemilih pemula dalam pelaksanaan Pemilu tahun 2009 di Kelurahan Penyengat Kecamatan Tanjungpinang Kota.

0 comments: