Pemilihan Umum yang baik dan
bersih, mensyaratkan adanya pemilih yang mempunyai pengetahuan, kesadaran dan
bebas dari intimidasi berbagai pihak. Dalam rangka itulah, proses pemilu baik
legislatif, presiden dan wakil presiden maupun pemilu kepala daerah dan wakil
kepala daerah perlu ditanggapi secara kritis oleh masyarakat, khususnya
pemilih. Berangkat dari kesadaran tersebut, maka KPU sebagai penyelenggara
Pemilu terus melakukan upaya melalui regulasi serta bekerjasama dengan pemangku
kepentingan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka peningkatan
partisipasi masyarakat pemilih. Salah satu kategori pemilih yang mempunyai
pengaruh besar terhadap kehidupan demokrasi di masa mendatang adalah pemilih
pemula, selain jumlahnya yang akan terus bertambah, potensi daya kritis mereka
dapat menentukan sebuah hasil pemilu. Dalam bab ini akan dijelaskan tentang
siapa pemilih pemula, bagaimana peran mereka dalam pemilu, serta tema-tema apa
yang dapat dijadikan bahan dalam upaya peningkatan peran pemilih pemula dalam
pemilu.
Pemilih pemula adalah pemilih
yang baru pertama kali akan melakukan penggunaan hak pilihnya. Pemilih pemula
terdiri dari masyarakat yang telah memenuhi syarat untuk memilih. Dalam mudul 1
KPU Nasional Pemilu Untuk Pemilih Pemula (2010:48) adapun syarat-syrat yang
harus dimiliki untuk menjadikan seseorang dapat memilih adalah:
1.
Umur
sudah 17 tahun
2.
Sudah/
pernah kawin;dan
3. Purnawirawan/ Sudah tidak lagi
menjadi anggota TNI / Kepolisian.
Pengenalan proses pemilu sangat
penting untuk dilakukan kepada pemilih pemula terutama mereka yang baru berusia
17 tahun. KPU dibantu dengan pihak terkait lainnya harus mampu memberikan kesan
awal yang baik tentang pentingnya suara mereka dalam pemilu, bahwa suara mereka
dapat menentukan pemerintahan selanjutnya dan meningkatkan kesejahteraan hidup
bangsa. Pemahaman yang baik itu diharapkan dapat menjadi motivasi untuk terus
menjadi pemilih yang cerdas.Pemilih pemula lainnya juga mempunyai peran penting
sehingga diperlukan kebijakan strategis yang memudahkan mereka dalam memberikan
suara.
Remaja
baru mendapat perhatian khusus pada momen tertentu. Misalnya, masa menjelang
kampanye pemilihan umum (pemilu), partai-partai menyinggung sedikit tentang
masalah remaja. Yang partai lakukan sebatas menggelar acaraacara dialog dengan
motivasi agar remaja menjadi pemilih. Tetapi, cara itu tidak efektif memberikan
pendidikan. Sebab, tidak terlalu serius.
Sejalan
dengan hal tersebut menurut pengamat pendidikan Darmaningtyas (2006 : 12) menyebutkan
bahwa :
”Potensi pemilih
pemula itu sangat signifikan. Masa remaja merupakan saat-saat di mana mereka
ingin mencoba mengikuti proses pemilu. Kasus ini patut disayangkan. Dimana
pertumbuhan partai di Indonesia tidak diimbangi dengan kemampuan memahami
kepentingan anak muda. Program-program partai belum menjangkau remaja
apalagi mewakilinya”.
Pendidikan
politik bagi remaja merupakan masalah penting dan tidak dapat dipungkiri bahwa
remaja merupakan penerima tongkat estafet pembangunan bangsa Indonesia. Dengan
demikian, partai mestinya tidak mengesampingkan masalah ini. Pendidikan menjadi
penting, karena mereka tidak boleh apatis. Anakanak muda mesti memiliki
kesadaran tinggi sebagai pemilih.
Di
samping iti realitas pendidikan sekolah juga tidak mengenalkan kepada mereka
pada perkembangan politik, juga mempengaruhi semangat remaja pada politik. Remaja
tidak diberikan ruang pengenalan politik oleh kurikulum sekolah maupun
masyarakat sendiri secara sistematis. Sehingga pada umumnya pendidikan politik
remaja diperoleh dari berita-berita di media massa, baik cetak maupun
elektronik dan sekarang melalui media online seperti internet.
Membangun
kesadaran politik bagi remaja di Indonesia sulit bilamana lembaga-lembaga
politik tidak peduli dengan realitas tersebut. Ketika beberapa lembaga politik
hanya mengharapkan kemenangan dalam bursa pemilihan umum, remaja tidak akan
pernah tertarik mempelajari politik. Faktor terbesar yang mempengaruhi
pembentukan kesadaran remaja dalam politik termasuk partisipasi politik
tergantung pada orang tua, terlebih lagi hal ini lembaga-lembaga politik seperti
partai, sekolah dan lingkungan. Bila tidak ada yang mengarahkan, maka mereka
tidak akan pernah memiliki kepedulian untuk berpartisipasi.
Berkenaan
dengan hal tersebut di atas setelah penulis melakukan survei awal, penulis
menemukan partisipasi politik remaja di Kota Lhokseumawe cukup memperhatinkan,
dimana hal ini penulis sampaikan bahwa terdapat beberapa gejala yang harus
mendapat perhatian, antara lain:
1.
Adanya
sebagian kelompok remaja di Kelurahan Penyengat dalam kehidupan politik mereka
hanya sekedar ikut-ikutan, dimana kelompok remaja tersebut dipengaruhi oleh
beberapa faktor; seperti ikut-ikutan kawan, pengaruh keluarga, serta adanya
pengaruh dan iming-iming serta imbalan tertentu dari oknum-oknum peserta pemilu
berupa uang dan barang kebutuhan lainnya menjelang Pemilihan Umum berlangsung,
dimana hal tersebut hanya diberikan pada waktu menjelang penyelenggaraan
pemilihan umum.
2.
Adanya
kecenderungan ketidak pedulian politik dari para remaja di Kota Lhokseumawe,
yang dapat dibuktikan dengan adanya beberapa kelompok remaja yang justru pergi
berlibur ke tempat rekreasi padahal hari itu adalah hari dimana pemilihan umum
dilaksanakan. Temuan lain yang tidak kalah menarik adalah minimnya remaja yang
terdaftar dalam DPT (Daftar Pemilih Tetap) yang datang ke TPS (Tempat Pemungutan
Suara) untuk memberikan hak suaranya dalam pemilihan umum legislatif 9 April
2009 yang lalu.
3.
Adanya beberapa kelompok remaja
lainnya yang beranggapan bahwa berpartisipasi dalam kehidupan politik hanyalah
sia-sia, karena berpartisipasi politik dalam kehidupan politik tidak akan
mempengaruhi proses politik, sehingga tidak ada dorongan untuk berpartisipasi
dalam kehidupan politik.
4.
Adanya
anggapan dari sebagian kelompok remaja di Kelurahan Penyengat (Data LSM
Organisasi Pemuda Penyengat), bahwa anggota legislatif yangmerupakan wakil dari
masyarakat belum dapat memperjuangkan aspirasimasyarakat sesuai dengan
keinginan masyarakat, hal ini terlihat dari setiap kebijakan pemerintah hanya
memperjuangkan kepentingan kelompok tertentu saja, tidak mengedepankan kepentingan
publik (hasil wawancara langsung prapenelitian anggota LSM Organisasi Pemuda
Penyengat), sehingga remaja tidak mempunyai dorongan untuk berpartisipasi dalam
kehidupan politik.
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang akan
diteliti adalah ”Bagaimana tingkat partisipasi politik pemilih pemula dalam
pelaksanaan Pemilu tahun 2009 di Kelurahan Penyengat Kecamatan Tanjungpinang
Kota". Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
sejauhmana partisipasi politik pemilih pemula dalam pelaksanaan Pemilu tahun
2009 di Kelurahan Penyengat Kecamatan Tanjungpinang Kota.
0 comments:
Post a Comment