Pendekatan sosiologis merupakan pendekatan perilaku
memilih yang berasal dari Eropa, kemudian dikembangkan oleh ilmuwan sosial yang
berlatar belakang pendidikan Eropa. Oleh karena itu kemudian Scott C. Flanagan
yang dikutip dalam Muhammad Asfar (2006:137) menyebutnya sebagai model
sosiologi politik Eropa. Pendekatan ini disebut juga dengan Mahzab Columbia.
Pendekatan sosiologis melihat perilaku pemilih dipengaruhi oleh segala kegiatan
yang berkonteks sosial.
Pendekatan ini lebih menekankan kepada faktor-faktor
sosiologis yang kemudian membentuk perilaku memilih seseorang. Pendekatan ini
pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan
pengelompokkan-pengelompokkan sosial mempunyai pengaruh yang cukup signifikan
dalam menentukan perilaku memilih seseorang. Perilaku pemilih tentu dapat
dijelaskan akibat pengaruh identifikasi seseorang terhadap suatu kelompok
sosial dan norma-norma yang dianut oleh kelompok atau organisasinya.
Pada dasarnya semua kelompok masyarakat mempunyai
kepentingan, manajemen, aktivitas rutin dan komunikasi internalnya
masing-masing. Sejalan dengan pendapat di atas, Muhammad asfar yang dikutip
dalam Adman Nursal (2004: 55) mengungkapkan bahwa :
“Pendekatan sosiologis pada dasarnya menjelaskan
bahwa karakteristik sosial dan pengelompokkan sosial seperti usia, jenis
kelamin, agama, pekerjaan, latar belakang keluarga, kegiatan-kegiatan kelompok
formal maupun informal dan lainnya mempunyai pengaruh yang signifikan dalam
pembentukan perilaku pemilih.”
Kemudian, menurut Khoirudin (2004:96) pendekatan
sosiologis melihat masyarakat sebagai suatu kelompok yang bersifat vertikal
dari tingkat terbawah hingga teratas dimana menurut paham ini
tingkatan-tingkatan atau kelompok yang berbeda inilah yang membentuk persepsi,
sikap, keyakinan dan sikap politik dari masing-masing individu. Hal ini
mengindikasikan bahwa subkultur dalam masyarakat memiliki kognisi sosial
tertentu yang akhirnya bermuara pada perilaku tertentu.
Menurut Paul F. Lazarsfeld dalam Efriza (2012:493)
pemberian suara dalam pemilu pada dasarnya adalah suatu pengalaman kelompok.
Perubahan perilaku memilih seseorang cenderung mengikuti arah predisposisi
politis lingkungan sosial individu tersebut. Pengaruh terbesar berasal dari
keluarga dan lingkungan rekan atau sahabat erat individu terkait. Pendapat ini
kemudian didukung oleh Dieter Roth dalam Efriza (2012:493) yang berpendapat
bahwa perilaku memilih seseorang dalam pemilu cenderung mengikuti arah
predisposisi politik lingkungan sosial dimana ia berada.
Kemudian Gerald Pomper dalam Efriza (2012:494)
berpendapat bahwa predisposisi sosial-ekonomi pemilih dan keluarga pemilih
mempunyai pengaruh yang signifikan dengan perilaku memilih seseorang.
Preferensipreferensi politik keluarga baik itu preferensi politik ayah ataupun
preferensi politik ibu akan berpengaruh pada preferensi politik anak.
Selain itu, David Apter dalam Efriza (2012:495)
menguraikan tentang pengaruh dari keluarga terhadap anak dalam memilih yaitu
adanya kesamaan pilihan seorang anak dengan pilihan orang tuanya. Kesamaan
pilihan seorang anak dengan orang tuanya merupakan suatu hal yang wajar karena
pada lembaga keluarga itulah seseorang pertama kali mempunyai akses pembentukan
identitas diri, mempelajari nilai-nilai lingkungan dan sosialnya termasuk peran
politiknya. Pada proses paling dini, pembentukan sikap termasuk sikap politik
seseorang dilakukan dalam lingkungan keluarga.
Pengelompokan sosial baik secara formal seperti
keanggotaan seseorang dalam organisasi keagamaan, organisasi profesi, maupun
kelompok-kelompok okupasi serta pengelompokkan secara informal seperti
keluarga, pertemanan ataupun kelompok-kelompok kecil lainnya merupakan sesuatu
yang penting dalam memahami perilaku memilih seseorang.
Mengenai pengkategorian karakteristik sosial dan
pengelompokkan sosial, Bone dan ranney dalam Adman Nursal (2004:56) membagi
menjadi tiga tipe yakni kelompok kategorial yang terdiri atas orang-orang yang
memiliki karakteristik politik yang berbeda-beda dan tidak menyadari tujuan
dari kelompoknya. Perbedaan ini terjadi karena masing-masing anggota kelompok
memberi reaksi yang berbeda-beda terhadap suatu peristiwa politik, pengalaman
politik yang dimiliki serta peran peran sosial yang diemban. Pengelompokkan
sosial terbentuk atas dasar faktor-faktor berikut :
a. Perbedaan
jenis kelamin.
b. Perbedaan
usia.
c. Perbedaan
pendidikan.
Kategori kedua adalah kelompok sekunder yakni
kelompok yang menyadari identifikasi dan tujuan kelompoknya dan terdapat ikatan
psikologis anggota terhadap kelompoknya. Kelompok ini diklasifikasikan sebagai
berikut :
a. Pekerjaan.
b. Kelas
sosial dan status sosial ekonomi.
c. Kelompok-kelompok etnis seperti ras, agama,
dan daerah asal.
Tipe kelompok yang terakhir adalah kelompok primer
yang terdiri atas orangorang yang melakukan kontak dan interaksi langsung secara
teratus dan sering. Kelompok ini memiliki pengaruh yang paling kuat dan
langsung terhadap perilaku politik seseorang. Mereka yang tergolong dalam
kelompok ini yaitu :
a. Orang
tua.
b. Teman
sepermainan (peergroup).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat
disimpulkan bahwa model pendekatan sosiologis mengasumsikan perilaku pemilih
ditentukan oleh karakteristik sosial, pengelompokkan sosial pemilih, dan
karakteristik sosial tokoh atau partai yang dipilih. Pemilih memiliki orientasi
tertentu terkait karakteristik dan pengelompokkan sosialnya dengan pilihan atas
partai atau calon tertentu.
Berdasarkan uraian beberapa pendapat ahli sebelumnya
maka kajian dalam penelitian ini akan difokuskan pada pendekatan sosiologis
melalui analisis bagaimana kelompok-kelompok yang terbentuk karena adanya
pengkategorian karakteristik sosial dan pengelompokkan sosial baik yang
bersifat formal dan informal dapat memberikan preferensi politik dan membentuk
perilaku pemilih pemula dalam menentukan pilihannya pada pemilihan kepala Pekon
Banyu Urip tahun 2013. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Muhammad Arsal
dalam Adman Nursal (2004: 55), bahwa karakteristik sosial dan
pengelompokkan-pengelompokkan sosial mempunyai pengaruh yang signifikan dalam
menentukan perilaku memilih seseorang. Pengelompokkan sosial tersebut tersebut
terdiri dari etnisitas, maupun agama. Pengelompokkan sosial tersebut dapat
bersifat formal seperti organisasi dan perkumpulan ataupun bersifat informal
seperti keluarga, pertemanan, dan kelompok-kelompok kecil lainnya.
0 comments:
Post a Comment