Sunday, September 18, 2016

Sejarah Konstitusi di Inggris


Kerajaan Inggris adalah negara monarki konstitusional, dengan kekuasaan eksekutif dipegang oleh Perdana Menteri dan menteri-menteri dalam kabinet yang mengepalai departemen-departemen. Menteri-menteri ini berasal dari dan sekaligus bertanggung jawab kepada Parlemen, lembaga legislatif. Kerajaan Inggris adalah salah satu dari sedikit negara-negara di dunia saat ini yang tidak memiliki konstitusi tunggal dan tertulis. Sebaliknya, yang berlaku di negara ini adalah, konvensi-konvensi, hukum yang berlaku umum, kebiasaan-kebiasaan tradisional, dan bagian-bagian yang terpisah dari hukum tata negara.
Konstitusi Kerajaan Inggris memang tidak memiliki bentuk yang terkodifikasi, namun aturan-aturan hukum yang memuat berbagai hal tertentu dan saling terpisah banyak ditemukan dengan istilah “constitution”. Peraturan yang pertama kali dikaitkan dengan istilah konstitusi di negara ini adalah “Constitutional of Clarendon 1164” yang disebut oleh Raja Henry II sebagai “constitutions”, “avitae constitution or leges, a recordatio vel recognition”, menyangkut hubungan antara gereja dan pemerintahan negara pada masa pemerintahan kakeknya, yaitu Raja Henry I.
Di masa-masa selanjutnya, istilah constitutio sering pula digunakan bergantian dengan istilah lex atau edictum untuk menyebut berbagai peraturan perundang-undangan (secular administrative enactments). Kata constitution juga sering digunakan untuk titah raja atau ratu (a royal edict). Arti constitution sendiri tercermin dalam pernyataan Sir James Whitelocke pada sekitar tahun 1570-an, yaitu pengertian konstitusi dalam dua konsepsi. Pertama, konstitusi sebagai bingkai alami sebuah negara, dan kedua, konstitusi sebagai hukum publik dalam kerajaan (jus publicum regni).

Hukum Dasar atau “Konstitusi” Kerajaan Inggris
Herman Heller menggunakan beberapa ukuran dalam mengartikan “konstitusi”, dan dengan ukuran tersebut akan terlihat bahwa konstitusi mempunyai arti yang lebih luas dari sekadar “undang-undang dasar”. Pandangan orang mengenai konstitusi pada negara-negara modern menyebabkan pengertian konstitusi saat ini disamakan dengan undang-undang dasar. Hal ini disebabkan oleh pengaruh paham kodifikasi yang menghendaki agar semua peraturan hukum ditulis demi mencapai kesatuan hukum, kesederhanaan hukum, dan kepastian hukum. Konstitusi yang ditulis itulah yang kemudian disebut sebagai undang-undang dasar.
Dalam praktek ketatanegaraan di berbagai negara, seringkali konstitusi yang tertulis tidak berlaku secara sempurna. Ini dapat terjadi baik karena pasal-pasal di dalamnya tidak lagi dijalankan, maupun karena konstitusi yang disusun hanya merupakan perwujudan kepentingan suatu golongan tertentu, misalnya kepentingan penguasa. Oleh karena itu, yang paling penting bukanlah adanya sebuah konstitusi yang tertulis, melainkan terpenuhinya nilai normatif dalam pemberlakuan konstitusi, meskipun tidak tertulis. Karl Lowenstein menyebutkan bahwa apabila suatu konstitusi telah resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi mereka konstitusi itu bukan saja berlaku dalam arti hukum (legal), tetapi juga merupakan suatu kenyataan (realitas), maka konstitusi itu telah dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Dalam hal tersebut, maka konstitusi itu telah bernilai normatif.
Walaupun tidak tertulis, hukum dasar (“konstitusi”) Kerajaan Inggris secara garis besar dapat dinyatakan telah mengatur hal-hal di bawah ini.
1.      Hak asasi manusia, yang di dalamnya mengatur pula mengenai:
a.       hak asasi manusia internasional;
b.      penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia; penghormatan terhadap persamaan derajat tanpa memandang ras, agama, jenis kelamin, status sosial, dsb.; jaminan keamanan; penghapusan perbudakan; pemberian hukuman; perkawinan dan keluarga; hak milik atas benda;
c.       perlindungan hukum, persamaan dalam hukum, penghormatan terhadap pengadilan, pemulihan nama baik, asas praduga tak bersalah;
d.      kebebasan individu, hak pribadi, kebebasan bergerak, kebebasan beragama, kebebasan berekspresi;
e.       hak politik, suaka politik, kewarganegaraan, kebebasan berkumpul dan berserikat;
f.       hak sosial, hak bekerja, waktu kerja, hak memperoleh tempat tinggal yang layak, pendidikan, ilmu pengetahuan, seni, budaya;
g.      batasan-batasan hak asasi manusia.

2.      Organisasi negara, yang meliputi pengaturan tentang:
a.       bentuk umum pemerintahan;
b.      parlemen, House of Commons, partai, pengambilan keputusan, legislasi, komisi-komisi, House of Lords, keuangan, masyarakat Eropa, ombudsman parlemen;
c.       pemerintah, komposisi pemerintah, lobi, Dewan Penasihat;
d.      pemerintah lokal;
e.       peradilan, sistem hukum, pengadilan pidana, pengadilan perdata, Tribunal;
f.       Pengadilan Eropa.


Dengan demikian, walaupun hukum dasar atau “konstitusi” Kerajaan Inggris tidak berada dalam sebuah kesatuan peraturan tunggal, namun peraturan-peraturan yang terpisah dan berasal dari konvensi, statuta, dan kebiasaan tradisional tersebut telah mengatur banyak hal, layaknya berbagai konstitusi tertulis—undang-undang dasar—yang digunakan di kebanyakan negara.

0 comments: