Menurut Em Zul
Fajri dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia bahwa etnis berkenaan dengan
kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyaiarti atau
kedudukan karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Sedangkan
menurut Ariyuno Sunoyo dalam Kamus Antropologi, bahwa: “Etnis adalah suatu
kesatuan budaya dan teritorial yang tersusun rapi dan dapat digambarkan ke
dalam suatu peta etnografi”.
Setiap kelompok
memiliki batasan-batasan yang jelas untuk memisahkan antara satu kelompok etnis
dengan etnis lainnya. Menurut Koentjaraningrat, konsep yang tercakup dalam
istilah etnis adalah golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas
akan kesatuan kebudayaan, sedangkan kesadaran dan identitas seringkali dikuatkan
oleh kesatuan bahasa juga.
Suku bangsa yang
sering disebut etnik atau golongan etnik mempunyai tanda-tanda atau ciri-ciri
karakteristiknya. Ciri-ciri tersebut terdiri dari:
a. Memiliki
wilayah sendiri
b. Mempunyai
struktur politik sendiri berupa tata pemerintahan dan pengaturan kekuasaan yang
ada
c. Adanya bahasa
sendiri yang menjadi alat komunikasi dalam interaksi
d. Mempunyai
seni sendiri (seni tari lengkap dengan alat-alatnya, cerita rakyat, seni ragam
hias dengan pola khas tersendiri)
e. Seni dan
teknologi arsitektur serta penataan pemukiman
f. Sistem
filsafat sendiri yang menjadi landasan pandangan, sikap dan tindakan
g. Mempunyai
sistem religi (kepercayaan, agama) sendiri.
Etnisitas secara
substansial bukan sesuatu yang ada dengan sendirinya tetapi keberadaannya
terjadi secara bertahap. Etnisitas adalah sebuah proses kesadaran yang kemudian
membedakan kelompok kita dengan mereka. Basis sebuah etnisitas adalah berupa
aspek kesamaan dan kemiripan dari berbagai unsur kebudayaan yang dimiliki,
seperti misalnya adanya kesamaan dan kemiripan dari berbagai unsur kebudayaan
yang dimiliki, ada kesamaan struktural sosial, bahasa, upacara adat, akar
keturunan, dan sebagainya. Berbagai ciri kesamaan tersebut, dalam kehidupan
sehari-hari tidak begitu berperan dan dianggapbiasa. Dalam kaitannya, etnisitas
menjadi persyaratan utama bagi munculnya strategi politik dalam membedakan
“kita” dengan “mereka”.
Dari beberapa
macam argumentasi menganai etnis tersebut di atas, dapat ditarik benang merah
bahwa yang mana etnis adalah sebuah komunitas masyarakat yang memiliki berbagai
macam kesamaan dalam kehidupan sosio-kulturalnya, kesamaan tersebut yang
membedakan mereka dengan komunitas-komunitas lainnya dalam masyarakat. Olehnya
itu yang muncul dalam kehidupan sehara-hari lebih menjurus pada pengklaiman
“keakukan dan kekitaan”.
Orang yang
berasal dari suatu kelompok etnis cenderung melihat budaya mereka sebagai yang
terbaik. Kecenderungan ini disebut sebagai etnosentrisme, yaitu kecenderungan
untuk memandang norma dan nilai yang dianut seseorang sebagai hal yang mutlak
dan digunakan sebagai standar untuk menilai dan mengukur budaya lain.
Dalam interaksi
sosial, individu membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek
psikologis yang dihadapinya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
sikap menurut Azwar (1998) adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain
yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan
agama, serta faktor emosi dalam diri individu. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan dan perubahan sikap ini adalah faktor internal dan eksternal
individu.
a. Faktor-faktor
internal
Pengamatan dalam
komunikasi melibatkan proses pilihan di antara seluruh rangsangan objektif yang
ada di luar diri individu. Pilihan tersebut berkaitan erat dengan
motif-motifyang ada dalam diri individu. Selektivitas pengamatan berlangsung
karena individu tidak dapat mengamati semua stimulus yang ada.
b. Faktor-faktor
eksternal
Sikap dapat
dibentuk dan diubah berdasarkan dua hal, yaitu karena interaksi kelompok dan
komunikasi.
Gerungan juga
menambahkan apabila sikap sudah terbentuk dalam diri manusia, maka hal tersebut
menentukan pola tingkah lakunya terhadap objek-objek sikap. Pembentukan sikap
ini tidak terjadi dengan sendirinya, namun berlangsung dalam interaksi manusia,
yaitu interaksi di dalam kelompok dan diluar kelompok. Pengaruh dari luar
kelompok ini belum cukup untuk merubah sikap sehingga membentuk sikap baru.
Dalam narasi
politik Indonesia pasa reformasi 1998 terlihat secara jelas bagaimana politik
etnis sebagai embrio atau dinamika tersendiri dalam perhelatan politik lokal.
Seiring dengan dinamika fragmentasi masyarakat lokal kedalam berbagai macam sub
sistem sosial membuat etnisitas sebagai suatu kekuatan politik dalam mendorong
percaturan politik, baik Pemilu Presiden, DPR dan DPRD maupun pemilihan kepala
daerah.
0 comments:
Post a Comment