Para
ilmuwan politik dan hubungan internasional telah begitu gigih melakukan
analisis terhadap globalisasi dan implikasinya bagi negara bangsa, sedangkan
ilmuwan lainnya gigih memperdebatkan munculnya global culture, lokalisme,
masyarakat global, dan lain sebagainya. Jika literatur-literatur tersebut
dirunut, maka akan ditemukan betapa sulitnya menemukan kata sepakat atas apa
yang disebut globalisasi dan bagaimana dampaknya terhadap kehidupan manusia,
baik di bidang ekonomi, politik, sosial, dan juga budaya. Meskipun demikian,
argumentasi yang menyatakan bahwa globalisasi telah mempengaruhi hampir semua
bidang kehidupan manusia tampaknya jauh lebih bisa diterima meskipun harus
diberi catatan bahwa pengaruhnya berada dalam derajat yang berbeda-beda.
Di antara diskusi tentang globalisasi tersebut, perkembangan media
dan teknologi komunikasi menjadi salah satu faktor penting meskipun pada
awalnya tidak mendapatkan cukup perhatian (Rantanen, 1999). Integrasi,
interkoneksi, dan bahkan interdependensi (Keohane dan Nye, 1977) tidak dapat
dilepaskan dari keberadaan media dan teknologi komunikasi yang beroperasi
lintas batas negara bangsa. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika ada yang
mengatakan bahwa tanpa adanya teknologi komunikasi, maka tidak ada pasar-pasar
global sebagaimana adanya sekarang. Tanpa adanyakomunikasi global maka tidak
akan muncul pasar global (Tehranian, 1999: 4)
Mengenai peran media dalam proses globalisasi tersebut,
Thompson (2000: 202) mengemukakan sebagaimana dapat dilihat pada kutipan di
bawah ini.
“The reordering
of space and time brought about by the development of the media is part of
broader set of processes which have transformed (and are still transforming)
the modern world. These processes are commonly described today as
‘globalization’”
Pada bagian lain, Thompson (Rantanen, 2006:9) mengemukakan
bahwa perkembangan media baru dan komunikasi tidak hanya dalam
jaringan-jaringan transmisi informasi di antara individu yang masih mempunyai
hubungan-hubungan sosial. Namun, perkembangan media dan komunikasi menciptakan
bentuk-bentuk tindakan dan interaksi dan hubungan-hubungan sosial jenis
baru-suatu bentuk hubungan yang berbeda jika dibandingkan dengan bentuk
hubungan face-to-face yang hadir dalam hampir keseluruhan sejarah
manusia. Di sini, komunikasi memberikan kontribusi bagi globalisasi dunia dalam
tiga cara (Rantanen, 1999:4). Pertama, komunikasi global menyediakan “infrastructures”
bagi aliran data, berita, dan citra lintas batas negara bangsa yang
memungkinkan pan-kapitalisme berkembang. Kedua, komunikasi global telah
mendorong peningkatan permintaan melalui “channels of desire” periklanan
global. Ketiga, komunikasi global memberdayakan kelompok-kelompok
marginal (the silent voices) di negara-negara periferi akan hak
menentukan nasib sendiri (self-determination) dan keadilan sosial yang
biasanya hadir dalam bentuk pemujaan mendalam atas identitas vis-a-vis komoditas
di negara-negara center.
Jaringan televisi transnasional telah menantang hubungan-hubungan
tradisional antara televisi dengan negara bangsa melalui jangkauan siarannya
yang bersifat transnasional (Chalaby, 2003:460-462). Dalam kaitan ini, terdapat
tiga tipe coverage, yakni multi-territory, pan-regional, dan global.
Stasiun televisi yang mempunyai coverage multi-territory biasanya muncul
karena tidak mempunyai cukup sumber daya untuk mengembangkan siaran
pan-regional atau jika tidak demikian lebih karenaalasan-alasan ketakutan
sebagai akibat ketiadaan brand dan bahan-bahan untuk menyelenggarakan
siaran pan-regional. Di sisi lain, siaran-siaran televisi pan-regional biasanya
mampu menjangkau keseluruhan kawasan regional. Saluran Pan-Eropa, misalnya,
mampu menjangkau keseluruhan wilayah Eropa, Euronews, dan Eurosport (yang
saat ini berada di bawah kendali TF1, stasiun siaran swasta Perancis), Mezzo,
saluran musik klasik Lagardere, dan Fox Kids. Meskipun tidak menjangkau
keseluruhan Eropa, tetapi setidaknya menjangkau 30 hingga 55 kawasan dengan 15
bahasa. Kelompok terakhir adalah jaringan televisi yang mempunyai jangkauan
global. Jaringan televisi seperti MTV, CNN, dan Discovery telah
menjangkau tidak hanya Eropa, tetapi juga lebih dari 150 negara yang berada di
kawasan seperti Timur Tengah, Asia Selatan, Asia Pasifik, Amerika dan
kadang-kadang Afrika. Stasiun-stasiun ini mempunyai orientasi program global
yang disiarkan selama 24 jam non-stop. Orientasi siarannya yang 24 jam ini
telah membuatnya mempunyai kemampuan untuk meliput dunia secara real time.
CNN World Report dan BBC World, misalnya, dapat meliput dan
menyiarkan krisis dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dunia sebagaimana
terjadi. Sebagai contoh, dalam krisis Timur Tengah, CNN World Report menyiarkan
per jam kejadian.
Globalisasi
yang ditopang oleh perkembangan teknologi komunikasi ini telah menciptakan apa
yang sering disebut oleh ilmuwan Kanada, Marshal McLuhan, sebagai “perkampungan
global” (“global village”). Suatu dunia yang diibaratkan sebagai perkampungan
global di mana sekat-sekat antarwilayah tidak lagi berlaku, dan masing-masing
individu dapat berinteraksi satu dengan yang lain melalui teknologi komunikasi.
Berangkat dari gagasan McLuhan ini, Volkmer (2003) lantas memberikan
argumentasi bahwa kemampuan berita yang dipancarkan melalui satelit secara
simultan oleh stasiun penyiaran ke seluruh dunia dalam suatu waktu bersamaan
telah menciptakan “global public sphere” dan kosmopolitanisme sebagai dasar
terbentuknya warga negara dunia (global citizenship) (dikutip dari Rai dan
Cottle, 2007:2). Teknologi komunikasi telah memungkinkan seseorang berhubungan
secara langsung dengan orang-orang di seluruh dunia, termasuk dengan otoritas
politik. Inilah yang mendorong munculnya kelompok-kelompok yang lebih bersifat
kosmopolitan. Greenpeace, kelompok pecinta lingkungan hidup yang beroperasi
lintas batas negara, menjadi salah satu contohnya. Persoalannyasekarang
bagaimana globalisasi media tersebut berpengaruh terhadap politik
internasional?
0 comments:
Post a Comment