Friday, September 02, 2016

Pengertian Implementasi


Hinggis (1985) dalam Harbani Pasolong (2011:57) mendefinisikan implementasi sebagai rangkuman dari berbagai kegiatan yang di dalamnya sumber daya manusia menggunakan sumber daya lain untuk mencapai sasaran strategi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1991) ditegaskan arti implementasi / im. ple. men. ta. si. sebagai ; pelaksanaan / penerapan. Sedang secara Etimologis, Implementasi mengandung arti sebagai realisasi atau tindak lanjut dari suatu pelaksanaan yang mencakup perihal perbuatan dan usaha tertentu.
Implementasi dalam arti harfiah adalah pelaksanaan. Untuk lebih jelasnya, implementasi dapat diartikan sebagai suatu usaha atau kegiatan berkesinambungan yang dilakukan untuk mewujudkan rencana atau programmenjadi kenyataan. Bernadine R. Wijaya & Susilo Supardo dalam Harbani Pasolong ( 2011:57) mengatakan bahwa:
“Implementasi adalah proses mentransformasikan suatu rencana ke dalam praktek. Secara garis besar implementasi dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan menurut rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Sedangkan Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier dalam Solichin A.W (2005 : 65), mengatakan bahwa:
“Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan focus perhatian implementasi kebijaksanaan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan Negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian”.
Orang sering beranggapan bahwa implementasi hanya merupakan pelaksanaan dari apa yang telah di putuskan legislative atau cara pengambilan keputusan, seolah-olah tahapan ini kurang berpengaruh. Akan tetapi dalam kenyataan dapat dilihat sendiri bahwa betapapun baiknya rencana yang telah dibuat tetapi tidak ada gunanya apabila itu tidak dilaksanakan dengan baik dan benar. Ia membutuhkan pelaksana yang benar-benar jujur, untuk menghasilkan apa yang menjadi tujuannya , dan benar-benar memperlihatkan rambu-rambu pemerintah yang berlaku.
Selain itu, Gordon (1986) dalam Harbani Pasolong ( 2011:58) mengatakan implementasi berkenaan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan pada realisasi program.
Selanjutnya Van Meter dan Van Hom dalam Solichin A.W (2005:65), kemudian memberikan pengertian tentang implementasi yaitu :
“Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan”.
Pressman dan Wildavsky dalam Solichin A.W (2005:65) menyatakan bahwa:
”Sebuah kata kerja mengimplementasikan itu sudah sepantasnya terkait langsung dengan kata benda kebijaksanaan”.
Sehingga bagi kedua pelopor study implementasi ini maka proses untuk melaksanakan kebijakan perlu mendapatkan perhatian yang seksama dan oleh sebab itu adalah keliru kalau kita menganggap bahwa proses tersebut dengan sendirinya akan berlangsung mulus.
Oleh sebab itu, Solichin A.W (2005 : 59) mengatakan bahwa tidak terlalu salah jika dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek penting dari seluruh proses kebijakan. Lebih jauh lagi Solichin A.W (2005 : 102) kemudian mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi dalam suatu proses implementasi, berupa :
1. Output – output kebijakan (keputusan-keputusan) dari badan-badan pelaksana.
2. Kepatuhan kelompok-kelompok sasaran terhadap keputusan tersebut.
3. Dampak nyata keputusan-keputusan badan pelaksana.
4. Persepsi terhadap dampak keputusan-keputusan tersebut.
Evaluasi sistem politik terhadap undang-undang, baik berupa perbaikan-perbaikan mendasar (upaya untuk melaksanakan perbaikan) dalam muatan atau isinya.

Implementasi kebijakan terdapat berbagai hambatan. Gow dan Morss dalam Harbani Pasolong (2011:59) mengungkapkan antara lain (1) hambatan politik, ekonomi dan lingkungan, (2) kelemahan institusi, (3) ketidakmampuan SDM di bidang teknis dan admistratif, (4) kekurangan dalam bantuan teknis, (5) kurangnya desentralisasi dan partisipasi, (6) pengaturan waktu, (7) system informasi yang kurang mendukung, (8) perbedaan agenda tujuan antar actor, (9) dukungan yang berkesinambungan.

0 comments: