Kerajaan
Inggris adalah negara monarki konstitusional, dengan kekuasaan eksekutif
dipegang oleh Perdana Menteri dan menteri-menteri dalam kabinet yang mengepalai
departemen-departemen. Menteri-menteri ini berasal dari dan sekaligus
bertanggung jawab kepada Parlemen, lembaga legislatif. Kerajaan Inggris adalah
salah satu dari sedikit negara-negara di dunia saat ini yang tidak memiliki
konstitusi tunggal dan tertulis. Sebaliknya, yang berlaku di negara ini adalah,
konvensi-konvensi, hukum yang berlaku umum, kebiasaan-kebiasaan tradisional,
dan bagian-bagian yang terpisah dari hukum tata negara.
Konstitusi
Kerajaan Inggris memang tidak memiliki bentuk yang terkodifikasi, namun
aturan-aturan hukum yang memuat berbagai hal tertentu dan saling terpisah
banyak ditemukan dengan istilah “constitution”.
Peraturan yang pertama kali dikaitkan dengan istilah konstitusi di negara ini
adalah “Constitutional of Clarendon 1164”
yang disebut oleh Raja Henry II sebagai “constitutions”,
“avitae constitution or leges, a recordatio vel recognition”, menyangkut
hubungan antara gereja dan pemerintahan negara pada masa pemerintahan kakeknya,
yaitu Raja Henry I.
Di
masa-masa selanjutnya, istilah constitutio sering pula digunakan bergantian
dengan istilah lex atau edictum untuk menyebut berbagai
peraturan perundang-undangan (secular
administrative enactments). Kata constitution
juga sering digunakan untuk titah raja atau ratu (a royal edict). Arti constitution
sendiri tercermin dalam pernyataan Sir James Whitelocke pada sekitar tahun 1570-an, yaitu pengertian
konstitusi dalam dua konsepsi. Pertama, konstitusi
sebagai bingkai alami sebuah negara, dan kedua, konstitusi sebagai hukum publik dalam kerajaan (jus publicum regni).
Hukum Dasar atau “Konstitusi” Kerajaan Inggris
Herman Heller menggunakan
beberapa ukuran dalam mengartikan “konstitusi”, dan dengan ukuran tersebut akan
terlihat bahwa konstitusi mempunyai arti yang lebih luas dari sekadar
“undang-undang dasar”. Pandangan orang mengenai konstitusi pada negara-negara
modern menyebabkan pengertian konstitusi saat ini disamakan dengan
undang-undang dasar. Hal ini disebabkan oleh pengaruh paham kodifikasi yang
menghendaki agar semua peraturan hukum ditulis demi mencapai kesatuan hukum, kesederhanaan
hukum, dan kepastian hukum. Konstitusi yang ditulis itulah yang kemudian
disebut sebagai undang-undang dasar.
Dalam praktek ketatanegaraan di
berbagai negara, seringkali konstitusi yang tertulis tidak berlaku secara sempurna.
Ini dapat terjadi baik karena pasal-pasal di dalamnya tidak lagi dijalankan,
maupun karena konstitusi yang disusun hanya merupakan perwujudan kepentingan
suatu golongan tertentu, misalnya kepentingan penguasa. Oleh karena itu, yang
paling penting bukanlah adanya sebuah konstitusi yang tertulis, melainkan
terpenuhinya nilai normatif dalam pemberlakuan konstitusi, meskipun tidak
tertulis. Karl Lowenstein menyebutkan bahwa apabila suatu konstitusi telah
resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi mereka konstitusi itu bukan saja
berlaku dalam arti hukum (legal), tetapi juga merupakan suatu kenyataan
(realitas), maka konstitusi itu telah dilaksanakan secara murni dan konsekuen.
Dalam hal tersebut, maka konstitusi itu telah bernilai normatif.
Walaupun tidak tertulis, hukum
dasar (“konstitusi”) Kerajaan Inggris secara garis besar dapat dinyatakan telah
mengatur hal-hal di bawah ini.
1.
Hak asasi manusia, yang di
dalamnya mengatur pula mengenai:
a.
hak asasi manusia
internasional;
b.
penghormatan
terhadap harkat dan martabat manusia; penghormatan terhadap persamaan derajat
tanpa memandang ras, agama, jenis kelamin, status sosial, dsb.; jaminan
keamanan; penghapusan perbudakan; pemberian hukuman; perkawinan dan keluarga;
hak milik atas benda;
c.
perlindungan
hukum, persamaan dalam hukum, penghormatan terhadap pengadilan, pemulihan nama
baik, asas praduga tak bersalah;
d.
kebebasan
individu, hak pribadi, kebebasan bergerak, kebebasan beragama, kebebasan
berekspresi;
e.
hak
politik, suaka politik, kewarganegaraan, kebebasan berkumpul dan berserikat;
f.
hak
sosial, hak bekerja, waktu kerja, hak memperoleh tempat tinggal yang layak,
pendidikan, ilmu pengetahuan, seni, budaya;
g.
batasan-batasan hak asasi
manusia.
2.
Organisasi negara, yang
meliputi pengaturan tentang:
a.
bentuk umum pemerintahan;
b.
parlemen,
House of Commons, partai, pengambilan
keputusan, legislasi, komisi-komisi, House
of Lords, keuangan, masyarakat Eropa, ombudsman parlemen;
c.
pemerintah, komposisi
pemerintah, lobi, Dewan Penasihat;
d.
pemerintah lokal;
e.
peradilan,
sistem hukum, pengadilan pidana, pengadilan perdata, Tribunal;
f.
Pengadilan Eropa.
Dengan demikian, walaupun hukum
dasar atau “konstitusi” Kerajaan Inggris tidak berada dalam sebuah kesatuan
peraturan tunggal, namun peraturan-peraturan yang terpisah dan berasal dari
konvensi, statuta, dan kebiasaan tradisional tersebut telah mengatur banyak
hal, layaknya berbagai konstitusi tertulis—undang-undang dasar—yang digunakan
di kebanyakan negara.