a. Teori
Kedaulatan Rakyat.
Dalam
teori ini terdapat 2 (dua) istilah yang terlebih dahulu harus dipahami
maknanya, yakni: kedaulatan dan rakyat. Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi
dalam suatu negara yang berlaku bagi seluruh wilayah dan rakyat negara
tertentu. Sedangkan rakyat suatu negara adalah semua orang yang berada didalam
wilayah negara dan tunduk kepada kekuasan negara.
Teori
kedaulatan rakyat muncul pada zaman Renaissance yang mendasarkan hukum pada
akal dan rasio. Dasar ini pada abad ke-18 Jeans Jacque Rousseau memperkenalkan
teorinya, bahwa dasar terjadinya suatu negara adalah ”perjanjian masyarakat” (contract
social) yang diadakan oleh dan antara anggota masyarakat untuk mendirikan
suatu negara. Adapun teori Jeans Jacque Rousseau tersebut dikemukakannya dalam
bukum karangannya yang berjudul Le Contract Social. Teori ini menjadi
dasar faham kedaulatan rakyat yang mengajarkan bahwa negara berstandar atas
kemauan rakyat, demikian pula halnya semua peraturan-peraturan adalah penjelmaan
kemauan rakyat tersebut.
Demokrasi
sebagai asas yang dipergunakan dalam kehidupan ketatanegaraan dewasa ini banyak
dianut oleh negara-negara didunia, yakni suatu negara dengan sistem
pemerintahan yang bersumber pada kedaulatan rakyat.
Menurut
paham kedaulatan rakyat, rakyat memerintah dan mengatur diri mereka sendiri
(demokrasi). Hanya rakyat yang berhak mengatur dan menentukan
pembatasan-pembatasan terhadap diri mereka sendiri. Oleh sebab itu dalam
penyelenggaraan negara modern, keikutsertaan rakyat mengatur dilakukan melalui
badan perwakilan yang menjalankan fungsi membuat undang-undang.
Hubungan
antara rakyat dan kekuasaan negara sehari-hari lazimnya berkembang atas dasar
dua teori, yaitu teori demokrasi langsung (direct democracy) dimana
kedaulatan rakyat dapat dilakukan secara langsung dalam arti rakyat sendirilah
yang melaksanakan kekuasaan tertinggi yang dimilikinya, serta teori demokrasi
tidak langsung (representative democracy). Dizaman modern sekarang ini
dengan kompleksitas permasalahan yang dihadapi, maka ajaran demokrasi
perwakilan menjadi lebih populer. Biasanya pelaksanaan kedaulatan ini disebut
sebagai lembaga perwakilan.
Oleh
sebab itu menurut Sjahran Basah, kalaupun demokrasi langsung dimungkinkan
terjadi pada masa yunani purba, hal itu disebabkan oleh karena:
1.
Karena pengertian negara idntik dengan
pengertian kota, dan yang dimaksud dengan kota pada waktu itu ialah hanya
tempat sekitar itu saja, maka wilayah daerahnya terbatas sekali.
2.
Dari segi jumlah penduduknya sebagai
warga sebuah kota sudah tentu jumlahnya masih sedikit.
Sejalan
dengan realitas tersebut, maka ada beberapa sebab demokrasi langsung tidak
dapat diterapkan, antara lain:
1.
Pada umumnya wilayah suatu negara luas,
dan kemungkinan tidak terdiri dari suatu daratan, melainkan terdiri atas banyak
pulau-pulau.
2.
Pada umumnya rakyat suatu negara sudah
berjumlah besar.
3.
Masalah negara yang bersifat politis,
jumlahnya semakin meningkat dan kompleks serta rumit, sehingga rakyat awam
(biasa) akan mendapatkan kesulitan apabila dimintai pendapatnya secara langsung
(ditempat), untuk menilai dan menelaahnya, guna dipakai sebagai dasar untuk
mengambil suatu keputusan, terutama bagi negara-negara yang tingkat pendidikan
rakyatnya belum begitu maju.
Realitas
tersebut menunjukkan bahwa ciri khas dari paham demokrasi (kedaulatan rakyat)
adalah adanya pemerintahan yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan
bertindak sewenang-wenang terhadap warganya, karena kekuasaan itu cenderung
disalahgunakan disebabkan karena pada manusia itu terdapat banyak kelemahan dan
jika hendak mendirikan negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat
dan corak masyarakat Indonesia, maka negara kita harus berdasar atas aliran
pikiran (staats idee) negara yang integralistik, negara yang bersatu
dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan-golongan dalam
lapangan apapun.
Seiring
dengan itu, negara Indonesia juga menganut paham kedaulatan rakyat. Pemilik
kekuasaan tertinggi yang sesungguhnya dalam negara Indonesia adalah rakyat.
Kekuasaan itu harus disadari berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat. Dalam sistem konstitusional berdasarkanUndang-Undang Dasar, pelaksanaan
kedaulatan rakyat disalurkan dan diselenggarakan menurut prosedur
konstitusional yang ditetapkan dalam hukum dan konstitusi (constitutional
democracy).
Demokrasi
tidak boleh hanya dijadikan hiasan bibir dan bahan retorika belaka. Demokrasi
juga bukan hanya menyangkut pelembagaan gagasan-gagasan luhur tentang kehidupan
bernegara yang ideal, melainkan juga merupakan persoalan tradisi dan budaya
politik dan egaliter dalam realitas pergaulan hidup yang berkeragaman atau
plural, dengan saling menghargai perbedaan satu sama lain. Oleh karena itu, perwujudan
demokrasi haruslah diatur berdasar atas hukum. Perwujudan gagasan demokrasi
memerlukan instrumen hukum, efektifitas dan keteladanan kepemimpinan, dukungan
sistem pendidikan masyarakat, serta basis kesejahteraan sosial ekonomi yang
berkembang makin merata dan berkeadilan.
Karena
itu, prinsip kedaulatan rakyat (democracy) dan kedaulatan hukum (nomocracy)
hendaklah diselenggarakan secara beriringan sebagai dua sisi dari mata uang
yang sama. Untuk itulah, maka Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
hendaklah menganut pengertian bahwa Negara Republik Indonesia itu adalah negara
hukum yang demokratis dan sekaligus negara demokratis yang berdasar atas hukum
yang tidak terpisahkan satusama lain. Keduanya juga merupakan perwujudan nyata
dari keyakinan segenap bangsa Indonesia akan prinsip ke Maha-Kuasaan Tuhan Yang
Maha Esa.
Implementasinya
dalam ketatanegaraan Republik Indonesia, Undang- Undang Dasar 1945 telah
menegaskan sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia, yang pada hakekatnya
menunjukkan mekanisme penyelenggaraan Negara Republik Indonesia sebagaimana
dirumuskan dalam penjelasan umum, yakni:
1.
Indonesia adalah negara berdasar atas
hukum.
2.
Pemerintahan berdasar atas sistem
konstitusi, tidak bersifat absolutisme.
3.
Kedaulatan berada ditangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
4.
Presiden ialah penyelenggara
pemerintahan negara.
5.
Presiden tidak bertanggungjawab kepada
Dewan Perwakilan Rakyat.
6.
Menteri negara adalah pembantu Presiden,
Menteri Negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
7.
Kekuasaan Kepala Negara tidak tak
terbatas.
Sendi
demokrasi tersebut tidak hanya terdapat pada pemerintah pusat, tetapi juga
harus direalisir dalam susunan pemerintahan daerah sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945, yang menganut prinsip bahwa satuan
pemerintahan tingkat daerah penyelenggaraannya dilakukan dengan memandang dan
mengingat dasar dalam sistem pemerintahan negara. Prinsip ini menghendaki
perwujudan keikutsertaanmasyarakat baik dalam ikut merumuskan kebijakan maupun
mengawasi penyelenggaraan pemerintahan daerah.
b. Teori
dan Sistem Pemilihan Umum
Pemilihan umum
adalah merupakan institusi pokok pemerintahan perwakilan yang demokratis,
karena dalam suatu negara demokrasi, wewenang pemerintah hanya diperoleh atas
persetujuan dari mereka yang diperintah. Mekanisme utama untuk
mengimplementasikan persetujuan tersebut menjadi wewenang pemerintah adalah
melalui pelaksanaan pemilihan umum yang bebas, jujur dan adil, khususnya untuk
memilih presiden / kepala daerah. Bahkan dinegara yang tidak menjunjung tinggi
demokrasi sekalipun, pemilihan umum diadakan untuk memberi corak legitimasi kekuasaan
(otoritas).
Oleh karena itu,
pemilihan umum yang dituntut demokrasi bukanlah sembarang pemilihan umum, akan
tetapi pemilihan umum dengan syarat-syarat tertentu. Pemilihan umum yang tidak
memenuhi syarat-syarat tersebut hanyalah merupakan simbol belaka yang tidak
banyak artinya bagi perkembangan demokrasi. Meskipun ketentuan
perundang-undangan yang ada memang sudah memberikan syarat-syarat tersebut,
sebagaimana misalnya istilah langsung, umum, bebas, rahasia yang bila
dilaksanakan sesuai arti yang terkandung didalamnya sudah menjamin
terselenggaranya pemilihan umum yang demokratis, akan tetapi yang diperlukan
adalah meningkatkan kualitas pemilihan umum dari pemilihan umum ke pemilihan
umum, sehingga pemilihan umum yang diadakan semakin lama semakin baik.
Dengan demikian, pemilihan umum yang demokratis
haruslah diselenggarakan dalam suasana keterbukaan, adanya kebebasan
berpendapat dan berserikat, atau dengan perkataan lain pemilihan umum yang demokratis
harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1.
Sebagai
aktualiasi dari prinsip keterwakilan politik.
2.
Aturan permainan
yang fair.
3.
Dihargainya
nilai-nilai kebebasan.
4.
Diselenggarakan
oleh lembaga yang netral atau mencerminkan berbagai kekuatan politik secara
proporsional.
5.
Tiadanya
intimidasi.
6.
Adanya kesadaran
rakyat tentang hak politiknya dalam pemilihan umum.
7.
Mekanisme
pelaporan hasilnya dapat dipertanggungkawabkan secara moral dan hukum.
Dalam hubungan
yang demikian, maka pemilihan umum sangat erat kaitannya dengan sistem
pemilihan umum (electoral system). Akan tetapi, berkaitan dengan electoral
system tersebut harus dibedakan antara electoral laws dengan electoral
process. Didalam ilmu kepemiluan yang disebut dengan electoral laws adalah
proses pembentukan pemerintahan melalui pilihan sistem pemilihan umum yang
diartikulasikan kedalam suara, dan kemudian suara tersebut diterjemahkan kedalam
pembagian kewenangan pemerintahan diantara partai politik yang bersaing.
Berdasarkan pandangan yang demikian, electoral laws
berkenaan dengan sistem pemilihan dan aturan yang menata jalannya pemilihan
umum serta distribusi hasil pemilihan umum. Dalam kaitan ini sistem pemilihan
umum adalah rangkaian aturan yang menurutnya pemilih mengekspresikan prefensi
politik mereka, dan suara pemilih diterjemahkan menjadi kursi. Defenisi ini
mengisyaratkan bahwa sistem pemilihan umum mengandung elemen-elemen struktur
kertas suara dan cara pemberian suara, besar distrik serta penerjemahan suara
menjadi kursi. Dengan demikian hal-hal seperti administrasi pemilihan umum dan
hak pilih, walaupun penting berada diluar lingkup pembahasan sistem pemilihan
umum.
Sedangkan electoral process adalah menyangkut
mekanisme yang dijalankan didalam mengelola pemilihan umum, mulai dari
pendaftaran pemilih, pencalonan, kampanye (baik yang menyangkut isi, tema,
prosedur, dan teknik) pemberian suara, serta penghitungan suara.
Berkenaan dengan pemilihan umum, Soeharto dalam buku
Otobiografi ”Soeharto, Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya”, mengemukakan:
Pemilu bukan merupakan tujuan, melainkan sebagai alat
untuk menyehatkan kehidupan demokrasi kita. Saya menyadari untuk menyehatkan
kehidupan demokrasi itu, pemilu memang bukan merupakan satu-satunya alat.
Meskipun demikian, pemilu adalah alat yang paling penting, yang sesuai dengan
keinginan hati nurani kita semua. Justeru melalui pemilu inilah rakyat sendiri
dapat secara langsung aktif memilih wakilnya yang dipercaya.
Didalam sistem pemiliha umum, paling tidak terdapat 3
(tiga) elemen sebagai berikut:
Pertama, besar
distrik, yang dimaksud dengan distrik adalah wilayah geografis suatu negara
yang batas-batasnya dihasilkan melalui suatu pembagian untuk tujuan pemilihan
umum. Dengan demikian luas sebuah distrik dapat sama besar dengan wilayah
administrasi pemerintahan, dapat pula berbeda. Oleh karena itu besar distrik
adalah banyaknya anggota lembaga perwakilan yang akan dipilih dalam suatu
distrik pemilihan. Besar distrik bukan berarti jumlah pemilih yang ada dalam
distrik tersebut. Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat dibedakan menjadi
distrik beranggota tunggal (single member distric) dan distrik
beranggota jamak (nulty member distric).
Kedua,
struktur kertas suara, yaitu cara penyajian pilihan diatas kertas suara. Cara
penyajian pilihan ini menentukan pemilih dalam memberikan suara. Jenis pilihan
dapat dibedakan menjadi 2(dua), yaitu kategorikal, dimana pemilih hanya memilih
satu partai atau calon, dan ordinal, dimana pemilih mempunyai kebebasan lebih
dan dapat menentukan preferensi atau urutan dari partai atau calon yang
diinginkannya. Kemungkinan lain adalah gabungan dari keduanya.
Ketiga,
electoral formula, adalah bahagian dari sistem pemilihan umum yang berhubungan
dengan penerjemahan suara menjadi kursi. Termasuk didalamnya rumus yang
digunakan untuk menerjemahkan perolehan suara menjadi kursi, serta ambang batas
pemilihan (electoral threshold).
0 comments:
Post a Comment