Monday, July 18, 2016

Menemukan Relasi Bawaslu dan Masyarakat

Pengawasan dan pemantauan pemilu merupakan satu bagian dari upaya kontrol terhadap proses penyelenggaraan pemilu. Keduanya merupakan satu fungsi yang sama seba­gai upaya mengawal penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil. Namun, perbedaan itu lahir akibat pelembagaan yang mengupayakan kontrol terhadap penyelenggara pemilu.Pe­lembagaan fungsi kontrol ini muncul akibat maraknya ben­tuk pelanggaran dan kecurangan dalam Pemilu 1971, yakni manipulasi penghitungan suara oleh petugas pemilu.Atas persoalan itu, perundang-undangan pemilu melahirkan lembaga pengawas pemilu yang sekarang dikenal sebagai Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Sejak saat itu, fungsi kontrol diperankan oleh Bawaslu, yang oleh undang-undang diberikan tugas mengawasi sega­la hal terkait proses pemilu. Fungsi kontrol juga tetap dipe­rankan oleh warga negara melalui apa yang disebut peman­tauan pemilu. Pertanyaannya, bagaimana relasi pengawas dan pemantau pemilu dalam menjalankan fungsi kontrol terhadap pemilihan umum yang jujur dan adil?
Berdasarkan hal itulah,maka kajian ini mengambil judul“Pelibatan dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan Pemilu.” Pelibatan masyarakat menunjukkan satu kewaji­ban Bawaslu sebagai fungsi yang terlembaga dalam penga­wasan pemilu, sedangkan partisipasi masyarakat lebih pada penggunaan hak warga negara untuk mengawal hak pilih­nya.Namun, pelembagaan pengawasan itu tidak serta-merta mengambil hak warga negara untuk melakukan fungsi kon­trolnya dalam menjaga suara atau kedaulatan rakyat.
Mengingat hal itu, penting kiranya melihat upaya Ba­waslu dalam mengawasi dan juga mendorong partisipasi masyarakat.Sebagai fungsi yang terlembagakan, apakah Bawaslu sudah cukup maksimal mendorong partisipasi masyarakat?Ataukah justru mendominasi fungsi pengawa­sannya?
Beban pengawasan dan upaya mendorong partisipasi masyarakat memang diletakkan pada Bawaslu.Hal ini di­sebabkan oleh beberapa faktor, pertama, Bawaslu telah di­berikan mandat undang-undang untuk menjalankan fungsi pengawasan.Bawaslu juga telah dibekali struktur kelemba­gaan yang kuat, bahkan hingga tingkat paling bawah.Begitu juga dengan anggaran pengawasan, diberikan negara untuk mengontrol secara berkala.Artinya, beban kontrol terhadap penyelenggaraan pemilu lebih besar diberikan kepada Ba­waslu.
Kedua, Bawaslu sebagai struktur yang terlembaga memiliki keterbatasan, khususnya personil dan struktur yang bertugas mengawasi. Bawaslu hanya diisi oleh lima orang di tingkat pusat dan tigaorang di tingkat provinsi yang bertu­gas lima tahun, sedangkan Panitia Pengawas Pemilu kabu­paten/kota beranggotakan tiga orang bersifat ad hoc, serta beberapa anggota di tingkat kecamatan dan lapangan yang jumlahnya sangat terbatas. Oleh karena itu, sebagai organ yang bertugas melakukan pengawasan perlu mendorong upaya partisipasi untuk menguatkan kontrol penyelengga­raan pemilu.
Ketiga, tantangan penyelenggaraan pemilu kedepan se­makin kompleks, yakni kecenderungan hadirnya beragam pelanggaran. Pelanggaran pemilu tidak hanya mengganggu kerja penyelenggara, tetapi juga hak politik warga negara. Pelanggaran berupa manipulasi suara pemilih seakan-akan tidak bisa dihindarkan. Ini dibuktikan dari maraknya pe­langgaran sistematis-terstruktur dan masif disetiap pelaks­anaan pemilu maupun pemilihan kepala daerah. Bentuk pelanggaran tersebut secara nyata telah mengkhianati ke­daulatan rakyat, mengkhianati suara pemilih dengan men­jadikan suara pemilih menjadi tidak berarti.
Bentuk-bentuk pelanggaran sistematis-terstruktur dan massif, menjadi dasar empirik yang menjadikan penting pe­libatan dan partisipasi masyarakat. Pelibatan dan partisipa­si yang cukup tinggi diharapkan mampu meminimalisir dan mencegah terjadinya manipulasi suara rakyat. Partisipasi ini diharapkan mampu meminimalisir dan mempersempit ruang gerak pelanggaran terhadap kedaulatan rakyat. Pe­langgaran pemilu khususnya yang bersifat sistematis-terstruktur, dan masif tidak lagi bisa dilakukan secara leluasa, karena pemilih turut-serta mengawasi, memantau, dan me­mastikan pilihannya.
Mengingat kondisi itu, partisipasi masyarakat dalam peng­awasan menemukan urgensinya.Pengawasan oleh masyarakat melengkapi fungsi dan tugas Bawaslu dalam mengontrol peny­elenggaraan pemilu yang jujur dan adil.Namun persoalannya, praktik partisipasi masyarakat dalam pengawasan terus men­galami penurunan.Keterlibatan masyarakat dalam mengawasidan melaporkan pelanggaran tidak cukup signifikan.
Berdasarkan latar belakang di atas, fokus penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana relasi pengawas dan pemantau pemilu dalam menjalankan fungsi kontrol ter­hadap pemilihan umum yang jujur dan adil.Relasi keduanya menjadi dasar untuk menemukan format pelibatan dan par­tisipasi masyarakat yang efektif dalam pengawasan pemilu.Oleh karena itu, pertanyaannya adalah bagaimana peliba­tan masyarakat yang efektif untuk mendorong partisipasi dalam pengawasan pemilu?
Menjawab pertanyaan tersebut, dirumuskanlah bebera­pa pertanyaan berikut ini:
1.      Bagaimana upaya Bawaslu dalam melibatkan dan mendorong partisipasi masyarakat dalampengawa­san pemilu?
2.      Apakah yang menjadi tantangan dan hambatan Ba­waslu dalam melibatkan masyarakat dalam penga­wasan pemilu?
3.      Bagaimana bentuk pelibatan dan partisipasi masy­arakat yang efektif dalam pengawasan pemilu?

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk men­cari model pelibatan masyarakat yang efektif dalam penga­wasan pemilu. Sedangkan secara khusus, tujuan penelitian ini adalah:

1.      Menjelaskan upaya Bawaslu dalammelibatkan dan mendorong partisipasi masyarakat dalam pengawa­san pemilu;
2.      Memaparkan tantangan dan hambatan Bawaslu; dan
3.      Memetakan dan mencari model pelibatan atau parti­sipasi masyarakat yang efektif.

Guna mencapai tujuan tersebut, penelitian ini mengguna­kan metode kualitatif dengan studi kasus yang menempat­kan partisipasi dan pelibatan masyarakat pada Pemilu 2009, Pilkada DKI 2012, dan kebijakan menjelang Pemilu 2014 se­bagai objek penelitian, terkait dengan tingkat partisipasi ma­syarakat dalam setiap tahapan pemilu. Objek lainnya adalah alat pelibatan masyarakat yang digunakan oleh Bawaslu.
Karena penelitian ini terfokus pada model partisipasi dan pelibatan masyarakat, maka untuk melihat gambaran parti­sipasi dan pelibatan masyarakat yang efektif, penelitian ini akan menyinggung peran Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu serta peran lembaga swadaya masyarakat atau NGO dalam mendorong partisipasi masyarakat yang efektif.
Mengingat penelitian kualitatif merupakan penelitian bersifat interpretatif, tidak menutup kemungkinan adanya bias nilai dari peneliti, apalagi dalam meneliti model dan tingkat partisipasi masyarakat. Untuk itu, penelitian ini akan mendengarkan pendapat sumber-sumber dari ahli pemilu, akademisi, dan juga sumber-sumber lainnya yang mengeta­hui metode atau mekanisme partisipasi dan pelibatan ma­syarakat yang efektif, khususnya kelompok masyarakat sipil yang aktif melakukan pengawasan/pemantauan.

Adapun teknik pengumpulan datanya melalui dua cara yakni Pertama, studi pustaka dengan penelusuran ter­hadap sumber-sumber tertulis. Sumber pokok adalah buku-buku literatur dan tulisan ilmiah yang memuat konsep dan teori partisipasi dan pelibatan masyarakat, serta berbagai pendapat dan analisis serta laporan yang memuat konten partisipasi dan pelibatan masyarakat.Dari studi pustaka ini, ditemukanlah penjelasan awal, bagaimana partisipasi dan pelibatan masyarakat yang berkembang saat ini beserta permasalahan yang menyebabkan rendahnya tingkat parti­sipasi. Ada pula hambatan dalam melakukan pelibatan ma­syarakat pada pengawasan pemilu, serta bagaimana penga­ruh keterlibatan dan partisipasi masyarakat terhadap proses pengawasan pemilu.
Kedua, untuk memperkuat dan melengkapi hasil studi pustaka, penelitian ini melakukan wawancara mendalam dengan para narasumber yang meliputi anggota Bawaslu, Anggota Bawaslu DKI, Anggota Panwaslu, serta beberapa informan lain yang memiliki informasi luas dan mendalam tentang pelibatan dan partisipasi masyarakat dalam Penyel­enggaraan Pemilu 2009 dan Pilkada DKI 2012.
Meskipun dirasa cukup, penelitian ini tetap memiliki keterbatasan. Keterbatasan itu, misalnya, meskipun pene­litian ini bertujuan mencari model partisipasi dan pelibatan masyarakat yang efektif dalam pengawasan pemilu,tentu penelitian ini tidak bisa secara langsung dan serta-merta menghasilkan model ideal yang dapat secara efektif diimple­mentasikan kepada publik, karena masih diperlukan proses simulasi terhadap model rekomendasi. Terbatasnya data yang menunjukkan model dan mekanisme untuk mendo­rong partisipasi dan pelibatan masyarakat, sangat mungkin menjadikan penelitian ini penuh dengan pernyataan hipote­sis. Selain itu, karena keterbatasan waktu, tenaga, dan dana, maka penelitian ini tidak mampu menjangkau semua doku­men dan/atau narasumber penting terkait dengan peneli­tian ini.


0 comments: