Pengawasan dan pemantauan pemilu merupakan satu bagian dari upaya
kontrol terhadap proses penyelenggaraan pemilu. Keduanya merupakan satu fungsi
yang sama sebagai upaya mengawal penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil.
Namun, perbedaan itu lahir akibat pelembagaan yang mengupayakan kontrol
terhadap penyelenggara pemilu.Pelembagaan fungsi kontrol ini muncul akibat
maraknya bentuk pelanggaran dan kecurangan dalam Pemilu 1971, yakni manipulasi
penghitungan suara oleh petugas pemilu.Atas persoalan itu, perundang-undangan
pemilu melahirkan lembaga pengawas pemilu yang sekarang dikenal sebagai Badan
Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Sejak saat itu, fungsi kontrol diperankan oleh Bawaslu, yang oleh
undang-undang diberikan tugas mengawasi segala hal terkait proses pemilu.
Fungsi kontrol juga tetap diperankan oleh warga negara melalui apa yang
disebut pemantauan pemilu. Pertanyaannya, bagaimana relasi pengawas dan
pemantau pemilu dalam menjalankan fungsi kontrol terhadap pemilihan umum yang
jujur dan adil?
Berdasarkan hal itulah,maka kajian ini mengambil judul“Pelibatan
dan Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan Pemilu.” Pelibatan masyarakat
menunjukkan satu kewajiban Bawaslu sebagai fungsi yang terlembaga dalam pengawasan
pemilu, sedangkan partisipasi masyarakat lebih pada penggunaan hak warga negara
untuk mengawal hak pilihnya.Namun, pelembagaan pengawasan itu tidak
serta-merta mengambil hak warga negara untuk melakukan fungsi kontrolnya dalam
menjaga suara atau kedaulatan rakyat.
Mengingat hal itu, penting kiranya melihat upaya Bawaslu dalam
mengawasi dan juga mendorong partisipasi masyarakat.Sebagai fungsi yang
terlembagakan, apakah Bawaslu sudah cukup maksimal mendorong partisipasi
masyarakat?Ataukah justru mendominasi fungsi pengawasannya?
Beban pengawasan dan upaya mendorong partisipasi masyarakat memang
diletakkan pada Bawaslu.Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, pertama,
Bawaslu telah diberikan mandat undang-undang untuk menjalankan fungsi
pengawasan.Bawaslu juga telah dibekali struktur kelembagaan yang kuat, bahkan
hingga tingkat paling bawah.Begitu juga dengan anggaran pengawasan, diberikan
negara untuk mengontrol secara berkala.Artinya, beban kontrol terhadap
penyelenggaraan pemilu lebih besar diberikan kepada Bawaslu.
Kedua, Bawaslu sebagai struktur
yang terlembaga memiliki
keterbatasan, khususnya personil dan struktur yang bertugas mengawasi. Bawaslu
hanya diisi oleh lima orang di tingkat pusat dan tigaorang di tingkat provinsi
yang bertugas lima tahun, sedangkan Panitia Pengawas Pemilu kabupaten/kota
beranggotakan tiga orang bersifat ad hoc, serta beberapa anggota di
tingkat kecamatan dan lapangan yang jumlahnya sangat terbatas. Oleh karena itu,
sebagai organ yang bertugas melakukan pengawasan perlu mendorong upaya
partisipasi untuk menguatkan kontrol penyelenggaraan pemilu.
Ketiga, tantangan penyelenggaraan
pemilu kedepan semakin kompleks, yakni kecenderungan hadirnya beragam
pelanggaran. Pelanggaran pemilu tidak hanya mengganggu kerja penyelenggara,
tetapi juga hak politik warga negara. Pelanggaran berupa manipulasi suara
pemilih seakan-akan tidak bisa dihindarkan. Ini dibuktikan dari maraknya pelanggaran
sistematis-terstruktur dan masif disetiap pelaksanaan pemilu maupun pemilihan
kepala daerah. Bentuk pelanggaran tersebut secara nyata telah mengkhianati kedaulatan
rakyat, mengkhianati suara pemilih dengan menjadikan suara pemilih menjadi
tidak berarti.
Bentuk-bentuk pelanggaran sistematis-terstruktur dan massif,
menjadi dasar empirik yang menjadikan penting pelibatan dan partisipasi
masyarakat. Pelibatan dan partisipasi yang cukup tinggi diharapkan mampu
meminimalisir dan mencegah terjadinya manipulasi suara rakyat. Partisipasi ini
diharapkan mampu meminimalisir dan mempersempit ruang gerak pelanggaran
terhadap kedaulatan rakyat. Pelanggaran pemilu khususnya yang bersifat
sistematis-terstruktur, dan masif tidak lagi bisa dilakukan secara leluasa,
karena pemilih turut-serta mengawasi, memantau, dan memastikan pilihannya.
Mengingat kondisi itu, partisipasi masyarakat dalam pengawasan
menemukan urgensinya.Pengawasan oleh masyarakat melengkapi fungsi dan tugas
Bawaslu dalam mengontrol penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil.Namun
persoalannya, praktik partisipasi masyarakat dalam pengawasan terus mengalami
penurunan.Keterlibatan masyarakat dalam mengawasidan melaporkan pelanggaran tidak cukup
signifikan.
Berdasarkan latar belakang di atas, fokus penelitian ini dilakukan
untuk melihat bagaimana relasi pengawas dan pemantau pemilu dalam menjalankan
fungsi kontrol terhadap pemilihan umum yang jujur dan adil.Relasi keduanya
menjadi dasar untuk menemukan format pelibatan dan partisipasi masyarakat yang
efektif dalam pengawasan pemilu.Oleh karena itu, pertanyaannya adalah bagaimana
pelibatan masyarakat yang efektif untuk mendorong partisipasi dalam pengawasan
pemilu?
Menjawab pertanyaan tersebut, dirumuskanlah beberapa pertanyaan
berikut ini:
1. Bagaimana upaya Bawaslu dalam
melibatkan dan mendorong partisipasi masyarakat dalampengawasan pemilu?
2. Apakah yang menjadi tantangan dan
hambatan Bawaslu dalam melibatkan masyarakat dalam pengawasan pemilu?
3. Bagaimana bentuk pelibatan dan
partisipasi masyarakat yang efektif dalam pengawasan pemilu?
Secara
umum, tujuan penelitian ini adalah untuk mencari model pelibatan masyarakat
yang efektif dalam pengawasan pemilu. Sedangkan secara khusus, tujuan
penelitian ini adalah:
1. Menjelaskan upaya Bawaslu
dalammelibatkan dan mendorong partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemilu;
2.
Memaparkan
tantangan dan hambatan Bawaslu; dan
3.
Memetakan
dan mencari model pelibatan atau partisipasi masyarakat yang efektif.
Guna mencapai tujuan tersebut,
penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus yang menempatkan
partisipasi dan pelibatan masyarakat pada Pemilu 2009, Pilkada DKI 2012, dan
kebijakan menjelang Pemilu 2014 sebagai objek penelitian, terkait dengan
tingkat partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan pemilu. Objek lainnya
adalah alat pelibatan masyarakat yang digunakan oleh Bawaslu.
Karena penelitian ini terfokus
pada model partisipasi dan pelibatan masyarakat, maka untuk melihat gambaran
partisipasi dan pelibatan masyarakat yang efektif, penelitian ini akan
menyinggung peran Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu serta peran lembaga
swadaya masyarakat atau NGO dalam mendorong partisipasi masyarakat yang
efektif.
Mengingat penelitian kualitatif
merupakan penelitian bersifat interpretatif, tidak menutup kemungkinan adanya
bias nilai dari peneliti, apalagi dalam meneliti model dan tingkat partisipasi
masyarakat. Untuk itu, penelitian ini akan mendengarkan pendapat sumber-sumber
dari ahli pemilu, akademisi, dan juga sumber-sumber lainnya yang mengetahui
metode atau mekanisme partisipasi dan pelibatan masyarakat yang efektif,
khususnya kelompok masyarakat sipil yang aktif melakukan pengawasan/pemantauan.
Adapun teknik pengumpulan datanya melalui dua cara yakni Pertama,
studi pustaka dengan penelusuran terhadap sumber-sumber tertulis. Sumber pokok
adalah buku-buku literatur dan tulisan ilmiah yang memuat konsep dan teori
partisipasi dan pelibatan masyarakat, serta berbagai pendapat dan analisis
serta laporan yang memuat konten partisipasi dan pelibatan masyarakat.Dari
studi pustaka ini, ditemukanlah penjelasan awal, bagaimana partisipasi dan
pelibatan masyarakat yang berkembang saat ini beserta permasalahan yang
menyebabkan rendahnya tingkat partisipasi. Ada pula hambatan dalam melakukan
pelibatan masyarakat pada pengawasan pemilu, serta bagaimana pengaruh
keterlibatan dan partisipasi masyarakat terhadap proses pengawasan pemilu.
Kedua, untuk memperkuat dan
melengkapi hasil studi pustaka, penelitian ini melakukan wawancara mendalam
dengan para narasumber yang meliputi anggota Bawaslu, Anggota Bawaslu DKI,
Anggota Panwaslu, serta beberapa informan lain yang memiliki informasi luas dan
mendalam tentang pelibatan dan partisipasi masyarakat dalam Penyelenggaraan
Pemilu 2009 dan Pilkada DKI 2012.
Meskipun dirasa cukup, penelitian ini tetap memiliki keterbatasan.
Keterbatasan itu, misalnya, meskipun penelitian ini bertujuan mencari model
partisipasi dan pelibatan masyarakat yang efektif dalam pengawasan pemilu,tentu
penelitian ini tidak bisa secara langsung dan serta-merta menghasilkan model
ideal yang dapat secara efektif diimplementasikan kepada publik, karena masih
diperlukan proses simulasi terhadap model rekomendasi. Terbatasnya data yang
menunjukkan model dan mekanisme untuk mendorong partisipasi dan pelibatan
masyarakat, sangat mungkin menjadikan penelitian ini penuh dengan pernyataan
hipotesis. Selain itu, karena keterbatasan waktu, tenaga, dan dana, maka
penelitian ini tidak mampu menjangkau semua dokumen dan/atau narasumber
penting terkait dengan penelitian ini.
0 comments:
Post a Comment