BAB II
PROSPEK DAN PELUANG PASAR
Karet (termasuk karet alam) merupakan kebutuhan yang vital
bagi kehidupan manusia sehari-hari, hal ini terkait dengan mobilitas manusia
dan barang yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban
kendaraan, conveyor belt, sabuk
transmisi, dock fender, sepatu dan sandal karet. Kebutuhan karet alam maupun
karet sintetik terus meningkat sejalan dengan meningkatnya standar hidup
manusia. Kebutuhan karet sintetik relatif lebih mudah dipenuhi
karena sumber bahan baku relatif
tersedia walaupun harganya mahal, akan tetapi karet alam dikonsumsi sebagai
bahan baku industri tetapi diproduksi sebagai komoditi perkebunan. Pertumbuhan
ekonomi dunia yang pesat pada sepuluh tahun terakhir, terutama China dan
beberapa negara kawasan Asia-Pasifik dan Amerika Latin seperti India, Korea
Selatan dan Brazil, memberi dampak
pertumbuhan permintaan karet alam yang cukup tinggi, walaupun pertumbuhan
permintaan karet di negara-negara industri maju seperti Amerika Serikat, Eropa
Barat dan Jepang relatif stagnan. Menurut
perkiraan International Rubber Study Group (IRSG), diperkirakan akan terjadi
kekurangan pasokan karet alam pada periode dua dekade ke depan.
Hal ini menjadi
kekuatiran pihak konsumen, terutama pabrik-pabrik ban seperti Bridgestone,
Goodyear dan Michellin. Sehingga pada
tahun 2004, IRSG membentuk Task Force
Rubber Eco Project (REP) untuk melakukan studi tentang permintaan dan penawaran
karet sampai dengan tahun 2035. 3 Hasil
studi REP meyatakan bahwa permintaan
karet alam dan sintetik dunia pada tahun 2035 adalah sebesar 31.3 juta ton
untuk industri ban dan non ban, dan 15 juta ton diantaranya adalah karet
alam. Produksi karet alam pada tahun 2005
diperkirakan 8.5 juta ton. Dari studi ini diproyeksikan pertumbuhan produksi
Indonesia akan mencapai 3% per tahun, sedangkan Thailand hanya 1% dan Malaysia
-2%.
Pertumbuhan
produksi untuk Indonesia dapat dicapai melalui peremajaan atau penaman baru
karet yang cukup besar, dengan perkiraan produksi pada tahun 2020 sebesar 3.5
juta ton dan tahun 2035 sebesar 5.1 juta ton. Sejak pertengahan tahun 2002
harga karet mendekati harga US$ 1.00/kg,dan sampai sekarang ini telah mencapai
US$ 1.90kg untuk harga SIR 20 diSICOM Singapura. Diperkirakan harga akan mencapai US$ 2.00 pada tahun 2007 dan
pada jangka panjang sampai 2020 akan
tetap stabil, dikarenakan permintaan yang terus meningkat terutama dari China,
India, Brazil dan negara-negara yang mempunyai pertumbuhan ekonomi yang tinggi
di Asia-Pasifik.
TEKNOLOGI BUDIDAYA KARET
Untuk membangun kebun karet diperlukan manajemen dan
teknologi budidaya tanaman karet yang mencakup, kegiatan sebagai berikut:
• Syarat tumbuh tanaman
karet
• Klon-klon karet
rekomendasi
• Bahan tanam/bibit
• Persiapan tanam dan
penanaman
• Pemeliharaan tanaman:
pengendalian gulma, pemupukan dan pengendalian penyakit
• Penyadapan/panen
1. Syarat Tumbuh Tanaman Karet
Pada dasarnya tanaman karet memerlukan persyaratan terhadap kondisi
iklim untuk menunjang pertumbuhan dan keadaan tanah sebagai media
tumbuhnya.
a. Iklim
Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 150
LS dan 150 LU. Diluar itu pertumbuhan tanaman karet agak
terhambat sehingga memulai produksinya juga terlambat.
b. Curah hujan
Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai
4.000 mm/tahun,dengan hari hujan berkisar antara 100 sd. 150 HH/tahun. Namun demikian, jika sering hujan pada pagi
hari, produksi akan berkurang.
c.Tinggi tempat
Pada dasarnya tanaman karet
tumbuh optimal pada dataran rendah
dengan ketinggian 200 m dari permukaan laut.
Ketinggian > 600 m dari
permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet. Suhu optimal diperlukan
berkisar antara 250C sampai 350C.
d.Angin
Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk penanaman karet
e.. Tanah
Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya
lebih mempersyaratkan sifat fisik
tanah dibandingkan dengan sifat
kimianya. Hal ini disebabkan perlakuan
kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet dapat dilaksanakan dengan
lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan sifat fisiknya. Berbagai jenis tanah
dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis muda dan
tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m.
Tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur,
tekstur, sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat
kimianya secara umum kurang baik karena
kandungan haranya rendah.
Tanah alluvial
biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya
kurang baik. Reaksi tanah berkisar antara pH 3, 0 - pH 8,0 tetapi tidak sesuai
pada pH < 3,0 dan > pH 8,0. Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet
pada umumnya antara lain
- Sulum tanah sampai 100 cm, tidak terdapat
batu-batuan dan lapisan cadas
- Aerase
dan drainase cukup
- Tekstur
tanah remah, poreus dan dapat menahan air
- Struktur
terdiri dari 35% liat dan 30% pasir
- Tanah
bergambut tidak lebih dari 20 cm
- Kandungan
hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro
- Reaksi
tanah dengan pH 4,5 - pH 6,5
- Kemiringan
tanah < 16% dan
- Permukaan
air tanah < 100 cm.
2. Klon-klon Karet Rekomendasi
Harga karet alam yang membaik saat ini harus
dijadikan momentum yang mampu mendorong percepatan pembenahan dan peremajaan
karet yang kurang produktif dengan menggunakan klon-klon unggul dan perbaikan
teknologi budidaya lainnya.
Pemerintah telah menetapkan
sasaran pengembangan produksi karet alam Indonesia sebesar 3 - 4 juta ton/tahun pada tahun 2025. Sasaran
produksi tersebut hanya dapat dicapai apabila minimal 85% areal kebun karet (rakyat) yang saat ini kurang produktif
berhasil diremajakan dengan menggunakan klon karet unggul.
Kegiatan pemuliaan
karet di Indonesia telah banyak menghasilkan klon-klon karet unggul sebagai
penghasil lateks dan penghasil kayu.
Pada Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet 2005, telah direkomendasikan klon-klon unggul baru
generasi-4 untuk periode tahun 2006 – 2010, yaitu klon: IRR 5, IRR 32, IRR 39,
IRR 42, IRR 104, IRR 112, dan IRR 118. Klon IRR 42 dan IRR 112 akan diajukan
pelepasannya sedangkan klon IRR lainnya sudah dilepas secara resmi.
Klon-klon tersebut
menunjukkan produktivitas dan kinerja yang baik pada berbagai lokasi, tetapi
memiliki variasi karakter agronomi dan sifat-sifat sekunder lainnya. Oleh karena itu pengguna harus memilih dengan
cermat klon-klon yang sesuai agroekologi wilayah pengembangan dan jenis-jenis
produk karet yang akan dihasilkan. Klon-klon lama yang sudah dilepas yaitu GT 1,
AVROS 2037, PR 255, PR 261, PR 300, PR 303, RRIM 600, RRIM 712, BPM 1, BPM 24,
BPM 107, BPM 109, PB 260, RRIC 100 masih memungkinkan untuk dikembangkan,
tetapi harus dilakukan secara hati-hati baik dalam penempatan lokasi maupun
sistem pengelolaannya.Klon GT 1 dan RRIM 600
di berbagai lokasi dilaporkan mengalami gangguan penyakit daun Colletotrichum dan Corynespora. Sedangkan klon BPM 1, PR 255, PR 261 memiliki masalah dengan mutu
lateks sehingga pemanfaatan lateksnya terbatas hanya cocok untuk jenis produk
karet tertentu. Klon PB 260 sangat peka
terhadap kekeringan alur sadap dan gangguan angin dan kemarau panjang,
karena itu pengelolaanya harus dilakukan
secara tepat.
3. Bahan Tanam
Hal
yang paling penting dalam penanaman karet adalah bibit/bahan tanam, dalam hal
ini bahan tanam yang baik adalah yang berasal dari tanaman karet okulasi. Persiapan bahan tanam dilakuka paling tidak
1,5 tahun sebelum penanaman. Dalam hal
bahan tanam ada tiga komponen yang perlu disiapkan, yaitu: batang bawah (root
stoct), entres/batang atas (budwood), dan okulasi
(grafting) pada penyiapan bahan tanam. Persiapan batang bawah merupakan suatu
kegiatan untuk memperoleh bahan tanam yang mempunyai perakaran kuat dan daya
serap hara yang baik.
Untuk mencapai kondisi tersebut, diperlukan pembangunan pembibitan
batang bawah yang memenuhi syarat teknis yang mencakup persiapan tanah
pembibitan, penanganan benih, perkecambahan, penanaman kecambah, serta usaha
pemeliharaan tanaman di pembibitan.
Untuk mendapatkan bahan tanam hasil okulasi yang baik
diperlukan entres yang baik, Pada dasarnya mata okulasi dapat diambil dari dua
sumber, yaitu berupa entres cabang dari kebun produksi atau entres dari kebun
entres. Dari dua macam sumber mata
okulasi ini sebaiknya dipilih entres dari kebun entres murni, karena entres
cabang akan menghasilkan tanaman yang pertumbuhannya tidak seragam dan
keberhasilan okulasinya rendah. Okulasi
merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman yang dilakukan dengan menempelkan
mata entres dari satu tanaman ke tanaman
sejenis dengan tujuan mendapatkan sifat yang unggul. Dari hasil okulasi akan diperoleh bahan tanam
karet unggul berupa stum mata tidur, stum mini, bibit dalam polibeg, atau stum
tinggi. Untuk tanaman karet, mata entres
ini yang merupakan bagian atas dari tanaman dan dicirikan oleh klon yang
digunakan sebagai batang atasnya. Penanaman bibit tanaman karet harus tepat
waktu untuk menghindari tingginya angka kematian di lapang. Waktu
tanam yang sesuai adalah pada musim hujan.
Selain itu perlu disiapkan tenaga kerja untuk kegiatan-kegiatan untuk
pembuatan lubang tanam, pembongkaran, pengangkutan, dan penanaman bibit. Bibit
yang sudah dibongkar sebaiknya segera ditanam dan tenggang waktu yang diperbolehkan paling
lambat satu malam setelah pembongkaran. Secara lebih terperinci penyiapan bahan
tanam karet okulasi dapat dilihat Buku Sapta Bina Usahatani Karet Rakyat (tahun
1996, edisi ke-2) atau Booklet Pengelolaan Bahan Tanan Karet (tahun 2005) yang dikeluarkan oleh Balai
Penelitian Sembawa, Pusat Penelitian Karet.
4. Persiapan Tanam dan Penanaman
Dalam pelaksanaan penanaman
tanaman karet diperlukan berbagai langkah yang dilakukan secara sistematis
mulai dari pembukaan lahan sampai dengan penanaman.
a. Pembukaan lahan (Land Clearing)
Lahan tempat tumbuh tanaman karet harus bersih dari
sisa-sisa tumbuhan hasil tebas tebang, sehingga jadwal pembukaan lahan harus disesuaikan
dengan jadwal penanaman. Kegiatan
pembukaan lahan ini meliputi :
(a) pembabatan semak belukar, (b) penebangan pohon, (c) perecanaan
dan pemangkasan, (d) pendongkelan akar kayu, (e) penumpukan dan pembersihan.
Seiring dengan pembukaan lahan ini dilakukan penataan lahan dalam blok-blok,
penataan jalan-jalan kebun, dan penataan saluran drainase dalam
perkebunan.
Penataan blok-blok.
Lahan kebun dipetak-petak
menurut satuan terkecil dan ditata ke dalam blok-blok berukuran 10 -20 ha,
setiap beberapa blok disatukan menjadi satu hamparan yang mempunyai waktu tanam
yang relatif sama.
Penataan Jalan-jalan
Jaringan jalan harus ditata dan
dilaksanakan pada waktu pembangunan tanaman baru (tahun 0) dan dikaitkan
dengan penataan lahan ke dalam blok-blok
tanaman. Pembangunan jalan di areal
datar dan berbukit dengan pedoman dapat menjangkau setiap areal terkecil,
dengan jarak pikul maksimal sejauh 200 m.
Sedapatkan mungkin seluruh jaringan ditumpukkan/ disambungkan, sehingga
secara keseluruhan merupakan suatu pola jaringan jalan yang efektif. Lebar jalan disesuaikan dengan jenis/kelas
jalan dan alat angkut yang akan digunakan.
Penataan Saluran Drainase
Setelah pemancangan jarak tanam selesai, maka pembuatan dan
penataan saluran drainase (field drain) dilaksanakan. Luas
penampang disesuaikan dengan curah hujan pada satuan waktu tertentu, dan
mempertimbangkan faktor peresapan dan penguapan. Seluruh kelebihan air pada field drain
dialirkan pada 10parit-parit
penampungan untuk selanjutnya dialirkan
ke saluran pembuangan (outlet drain).
b. Persiapan Lahan
Penanaman
Dalam mempersiapkan lahan
pertanaman karet juga diperlukan pelaksanaan berbagai kegiatan yang secara
sistematis dapat menjamin kualitas lahan yang sesuai dengan persyaratan. Beberapa diantara langkah tersebut antara lain
:
Pemberantasan Alang-alang dan Gulma lainnya
Pada lahan yang telah selesai tebas tebang dan lahan lain yang
mempunyai vegetasi alang-alang, dilakukan
pemberantasan alang-alang dengan menggunakan bahan kimia antara lain
Round up, Scoup, Dowpon atau Dalapon. Kegiatan ini kemudian diikuti dengan
pemberantasan gulma lainnya, baik secara kimia maupun secara mekanis.
Pengolahan Tanah
Dengan tujuan efisiensi biaya, pengolahan lahan untuk pertanaman karet dapat
dilaksanakan dengan sistem minimum tillage, yakni dengan membuat larikan antara
barisan satu meter dengan cara mencangkul selebar 20 cm. Namun demikian pengolahan tanah secara
mekanis untuk lahan tertentu dapat dipertimbangkan dengan tetap menjaga kelestarian
dan kesuburan tanah.
Pembuatan teras/Petakan dan Benteng/Piket
Pada areal lahan yang memiliki kemiringan lebih dari 50 diperlukan
pembuatan teras/petakan dengan sistem kontur dan kemiringan ke dalam sekitar
150. Hal ini dimaksudkan untuk menghambat kemungkinan terjadi erosi oleh air
hujan. Lebar teras berkisar antara 1,25
sampai 1,50 cm, tergantung pada derajat kemiringan lahan. Untuk setiap 6 - 10 pohon (tergantung derajat kemiringan tanah)
dibuat benteng/piket dengan tujuan mencegah erosi pada permukaan petakan.
Pengajiran
Pada dasarnya pemancangan air adalah untuk menerai tempat lubang
tanaman
dengan ketentuan jarak tanaman sebagai berikut :
a) Pada
areal lahan yang relatif datar / landai (kemiringan antara 00 - 80) jarak tanam adalah 7 m x 3 m (= 476 lubang/hektar) berbentuk
barisan lurus mengikuti arah
Timur - Barat berjarak 7m dan arah Utara - Selatan berjarak 3 m (lihat
b) Pada
areal lahan bergelombang atau berbukit (kemiringan 8% - 15%) jarak tanam 8 m x 2, 5 m (=500 lubang/ha) pada teras-teras yang diatur
bersambung setiap 1,25 m
(penanaman secara kontur),
Bahan
ajir dapat menggunakan potongan bambu tipis dengan ukuran 20 cm - 30 cm. Pada setiap titik pemancangan ajir tersebut merupakan tempat penggalian lubang untuk tanaman.
Pembuatan Lubang Tanam
Ukuran lubang untuk tanaman dibuat 60 cm x 60 cm bagian atas , dan
40 cm x 40 cm bagian dasar dengan kedalaman 60
cm. Pada waktu melubang, tanah
bagian atas (top soil) diletakkan di sebelah kiri dan tanah bagian bawah (sub
soil) diletakkan di sebelah kanan Lubang tanaman dibiarkan selama 1 bulan
sebelum bibit karet ditanam.
Penanaman Kacangan Penutup Tanah (Legume cover crops = LCC)
Penanaman kacangan
penutup tanah ini dilakukan sebelum bibit karet mulai ditanam dengan tujuan
untuk menghindari kemungkinan erosi, memperbaiki struktur fisik dan kimia
tanah, mengurangi pengupan air, serta untuk membatasi pertumbuhan gulma.
Komposisi LCC
untuk setiap hektar lahan adalah 4 kg.
Pueraria javanica, 6 kg Colopogonium mucunoides, dan 4 kg Centrosema
pubescens, yang dicampur ke dalam 5 kg Rock Phosphate (RP) sebagai media. Selain itu juga dianjurkan untuk menyisipkan
Colopogonium caerulem yang tahan naungan
(shade resistence) ex biji atau ex steck dalam polibag kecil sebanyak 1.000
bibit/ha. Tanaman kacangan dipelihara dengan melakukan penyiangan, dan
pemupukan dengan 200 kg RP per hektar, dengan cara menyebar rata di atas tanaman kacangan.
c. Seleksi dan Penanaman
Bibit
Seleksi bibit
Sebelum bibit ditanam, terlebih dahulu dilakukan seleksi bibit
untuk memperoleh bahan tanam yang memeliki sifat-sifat umum yang baik antara
lain : berproduksi tinggi, responsif terhadap stimulasi hasil, resitensi
terhadap serangan hama dan penyakit daun dan kulit, serta pemulihan luka kulit yang baik. Beberapa syarat yang harus dipenuhi bibit
siap tanam adalah antara lain :
- Bibit karet di
polybag yang sudah berpayung dua.
- Mata okulasi
benar-benar baik dan telah mulai bertunas
- Akar tunggang
tumbuh baik dan mempunyai akar lateral
- Bebas dari penyakit
jamur akar (Jamur Akar Putih).
Kebutuhan bibit
Dengan jarak tanam 7 m x 3 m (untuk tanah landai), diperlukan bibit
tanaman karet untuk penanaman sebanyak 476 bibit, dan cadangan untuk penyulaman
sebanyak 47 (10%) sehingga untuk setiap hektar kebun diperlukan sebanyak 523
batang bibit karet.
Penanaman
Pada umumnya penanaman karet di lapangan dilaksanakan pada musimpenghujan
yakni antara bulan September sampai Desember dimana curah hujan sudah cukup
banyak, dan hari hujan telah lebih dari 100 hari. Pada saat penanaman, tanah
penutup lubang dipergunakan top soil
yang telah dicampur dengan pupuk RP 100 gram
per lubang, disamping pemupukan dengan urea 50 gram dan SP - 36 sebesar
100 gram sebagai pupuk dasar.
5. Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan yang umum
dilakukan pada perkebunan tanaman karet
meliputi pengendalian gulma, pemupukan
dan pemberantasan penyakit tanaman.
Pengendalian gulma
Areal pertanaman karet, baik tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman sudah
menghasilkan (TM) harus bebas dari gulma seperti alang-alang, Mekania,
Eupatorium, dll sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Untuk mencapai hal tersebut, penyiangan pada tahun pertama dilakukan berdasarkan umur
tanaman.
Program pemupukan
Selain pupuk dasar yang telah diberikan pada saat penanaman,
program pemupukan secara berkelanjutan pada tanaman karet harus dilakukan
dengan dosis yang seimbang dua kali pemberian
dalam setahun. Jadwal pemupukan
pada semeseter I yakni pada Januari/Februari dan pada semester II yaitu
Juli/Agustus. Seminggu sebelum
pemupukan, gawangan lebih dahulu digaru dan piringan tanaman dibersihkan. Pemberian SP-36 biasanya dilakukan dua minggu
lebih dahulu dari Urea dan KCl.
Sementara itu untuk tanaman kacangan penutup tanah, diberikan pupuk RP sebanyak
200 kg/ha, yang pemberiannya dapat
dilanjutkan sampai dengan tahun ke-2 (TBM-2) apabila pertumbuhannya kurang
baik.
Pemberantasan Penyakit Tanaman
Penyakit karet sering
menimbulkan kerugian ekonomis di perkebunan karet. Kerugian yang ditimbulkannya
tidak hanya berupa kehilangan hasil akibat kerusakan tanaman, tetapi juga biaya
yang dikeluarkan dalam upaya pengendaliannya. Oleh karena itu langkah-langkah
pengendalian secara terpadu dan efisien guna memperkecil kerugian akibat
penyakit tersebut perlu dilakukan. Lebih 25 jenis penyakit menimbulkan
kerusakan di perkebunan karet. Penyakit tersebut dapat digolongkan berdasarkan
nilai kerugian ekonomis yang ditimbulkannya.
Penyakit tanaman karet yang umum ditemukan pada perkebunan adalah :
Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus)
Penyakit akar putih disebabkan oleh jamur Rigidoporus microporus (Rigi-doporus
lignosus). Penyakit ini mengakibatkan
kerusakan pada akar tanaman. Gejala pada daun terlihat pucat kuning dan tepi atau ujung daun terlipat ke dalam. Kemudian daun gugur dan ujung ranting menjadi
mati. Ada kalanya terbentuk daun muda, atau bunga dan buah lebih awal. Pada perakaran tanaman sakit
tampak benang-benang jamur berwarna putih
dan agak tebal (rizomorf). Jamur kadang-kadang membentuk badan buah
mirip topi berwarna jingga kekuning-kuningan pada pangkal akar tanaman. Pada
serangan berat,akar tanaman menjadi busuk sehingga tanaman mudah tumbang dan
mati.
Kematian tanaman
sering merambat pada tanaman tetangganya.
Penularan jamur biasanya berlangsung melalui kontak akar tanaman sehat
ke tunggul-tunggul, sisa akar tanaman atau
perakaran tanaman sakit. Penyakit akar putih sering dijumpai pada
tanaman karet umur 1-5 tahun terutama pada pertanaman yang bersemak, banyak
tunggul atau sisa akar tanaman dan pada tanah gembur atau berpasir. Pengobatan
tanaman sakit sebaiknya dilakukan pada waktu serangan dini untuk mendapatkan
keberhasilan pengobatan dan mengurangi resiko kematian tanaman. Bila pengobatan dilakukan pada waktu serangan lanjut maka keberhasilan pengobatan
hanya mencapai di bawah 80%. Cara penggunaan dan jenis fungisida anjuran
yang dianjurkan adalah :
Pengolesan : Calixin CP,
Fomac 2, Ingro Pasta 20 PA dan Shell CP.
Penyiraman : Alto 100 SL, Anvil 50 SC, Bayfidan 250 EC, Bayleton 250 EC,
Calixin 750 EC, Sumiate 12,5 WP dan Vectra 100 SC. Penaburan : Anjap P, Biotri P, Bayfidan 3 G, Belerang dan
Triko SP+ Kekeringan Alur Sadap (Tapping Panel Dryness, Brown Bast) Penyakit
kekeringan alur sadap mengakibatkan kekeringan alur sadap sehingga tidak
mengalirkan lateks, namun penyakit ini tidak mematikan tanaman. Penyakit ini disebabkan oleh penyadapan yang terlalu sering, terlebih jika disertai dengan
penggunaan bahan perangsang lateks ethepon. Adanya kekeringan alur sadap
mula-mula ditandai dengan tidak mengalirnya lateks pada sebagian alur
sadap. Kemudian dalam beberapa minggu
saja kese-luruhan alur sadap ini kering tidak me-ngeluarkan lateks. Bagian yang
kering akan berubah warnanya menjadi cokelat karena pada bagian ini terbentuk
gum (blendok).
Kekeringan kulit
tersebut dapat meluas ke kulit lainnya yang seumur, tetapi tidak meluas dari
kulit perawan ke kulit pulihan atau sebaliknya. Gejala lain yang ditimbulkan
penyakit ini adalah terjadinya pecah-pecah pada kulit dan pembengkakan atau
tonjolan pada batang tanaman.
Pengendalian penyakit ini
dilakukan dengan: Menghindari penyadapan yang terlalu sering dan mengurangi pemakaian Ethepon
terutama pada klon yang rentan terhadap kering alur sadap yaitu BPM 1, PB 235,
PB 260, PB 330, PR 261 dan RRIC 100.
Bila terjadi penurunan kadar karet kering yang terus menerus pada lateks
yang dipungut serta peningkatan jumlah pohon yang terkena kering alur sadap sampai
10% pada seluruh areal, maka penyadapan diturunkan intensitasnya dari 1/2S d/2
menjadi 1/2S d/3 atau 1/2S d/4, dan penggunaan Ethepon dikurangi atau
dihentikan untuk mencegah agar pohon-pohon lainnya tidak mengalami kering alur
sadap.
Pengerokan kulit
yang kering sampai batas 3-4 mm dari
kambium dengan memakai pisau sadap atau alat pengerok. Kulit yang dikerok
dioles dengan bahan perangsang pertumbuhan kulit NoBB atau Antico F-96 sekali
satu bulan dengan 3 ulangan. Pengolesan
NoBB harus diikuti dengan penyemprotan pestisida Matador 25 EC pada bagian yang dioles sekali seminggu untuk mencegah
masuknya kumbang penggerek . Penyadapan dapat dilanjutkan di bawah kulit yang
kering atau di panel lainnya yang sehat dengan intensitas rendah (1/2S d/3 atau
1/2S d/4). Hindari penggunaan Ethepon pada pohon yang kena kekeringan alur
sadap. Pohon yang mengalami kekeringan
alur sadap perlu diberikan pupuk ekstra untuk mempercepat
pemulihan kulit.
6. Penyadapan/Panen
Produksi lateks dari tanaman
karet disamping ditentukan oleh keadaan
tanah dan pertumbuhan tanaman, klon unggul, juga dipengaruhi oleh teknik dan
manajemen penyadapan. Apabila ketiga
kriteria tersebut dapat terpenuhi, maka diharapkan tanaman karet pada umur 5
- 6 tahun telah memenuhi kriteria matang
sadap. Kriteria matang sadap antara lain apabila keliling lilit batang pada
ketinggian 130 cm dari permukaan tanah telah mencapai minimum 45 cm. Jika 60% dari populasi tanaman telah memenuhi
kriteria tersebut, maka areal pertanaman sudah siap dipanen.
Tinggi bukaan sadap
Tinggi bukaan sadap, baik dengan
sistem sadapan ke bawah (Down ward tapping system, DTS) maupun sistem
sadap ke atas (Upward tapping system, UTS) adalah 130 cm diukur dari permukaan
tanah.
Waktu bukaan sadap.
Waktu bukaan sadap adalah 2 kali setahun yaitu, pada (a) permulaan
musim hujan (Juni) dan (b) permulaan masa intensifikasi sadapan (bulan
Oktober). Oleh karena itu, tidak secara otomatis tanaman yang sudah matang
sadap lalu langsung disadap, tetapi harus menunggu waktu tersebut di atas
tiba.
Kemiringan irisan sadap
Secara umum, permulaan sadapan dimulai dengan sudut kemiringan
irisan sadapan sebesar 400
dari garis horizontal. Pada sistem sadapan bawah, besar sudut irisan
akan semakin mengecil hingga 300 bila mendekati "kaki gajah"
(pertautan bekas okulasi). Pada sistem
sadapan ke atas, sudut irisan akan semakin membesar.
Peralihan tanaman dari TMB
ke TM
Secara teoritis, apabila didukung dengan kondisi pertumbuhan yang
sehat dan baik, tanaman karet telah memenuhi kriteria matang sadap pada umur 5
- 6 tahun. Dengan mengacu pada patokan
tersebut, berarti mulai pada umur 6 tahun tanaman karet dapat dikatakan telah merupakan tanaman menghasilkan atau
TM.
Sistem sadap
Dewasa ini sistem sadap telah
berkembang dengan mengkombinasikan intensitas sadap rendah disertai
stimulasi Ethrel selama siklus penyadap.
Untuk karet rakyat, mengingat kondisi sosial ekonomi petani, maka
dianjurkan menggunakan sistem sadap konvensional.
Estimasi Produksi
Produksi lateks per satuan luas dalam kurun waktu tertentu dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain klon karet
yang digunakan, kesesuaian lahan dan agroklimatologi, pemeliharaan
tanaman belum menghasilkan, sistem dan manajemen sadap, dan lainnya. Dengan
asumsi bahwa pengelolaan kebun plasma dapat memenuhi seluruh kriteria yang
dengan dikemukakan dalam kultur tehnis karet diatas, maka estimasi produksi dapat dilakukan dengan mengacu pada
standar produksi yang dikeluarkan oleh Dinas Perkebunan setempat atau Balai
Penelitian Perkebunan yang bersangkutan.Karena produksi kebun karet adalah
lateks, maka estimasi produksi per hektar per tahun dikonversikan ke dalam
satuan getah karet basah.
berikut :
Catatan : Estimasi produksi didasarkan atas asumsi
kadar karet kering (KKK) = 25%
KEBUTUHAN BIAYA INVESTASI DAN ANALISIS FINANSIAL
Tanaman karet memerlukan waktu 5-6 tahun untuk dapat disadap, oleh karena itu pembangunan
perkebunan karet memerlukan investasi
jangka panjang dengan masa tenggang 5-6 tahun.
Dengan asumsi tingkat produksi rata-rata 1.576 kg karet kering/ha/tahun,
harga FOB SIR 20 : US $ 1,50/kg dan
kurs: Rp 10.000/US $ (pada bulan Desember 2005) dan harga di tingkat
petani 80% FOB, dilakukan perhitungan kelayakan finansial usaha perkebunan
karet diukur dengan tingkat Internal Rate of Return (IRR), Net Present Value
(NPV) dan B/C ratio. Bila IRR lebih
besar dari tingkat suku bunga yang
diberlakukan yaitu 18%, maka usaha
perkebunan karet layak secara finansial.
Bila NPV lebih besar dari nol
(positif) maka usaha adalah layak, pada
discount rate yang ditentukan yaitu sebesar 18%. Perhitungan nilai IRR dan NPV berdasarkan
pada arus kas selama 30 tahun dengan asumsi biaya tetap, namun harga jual menggunakan 3 skenario yaitu: harga naik 20%, harga saat
ini dan harga turun 10%,
Tabel 6 menunjukkan bahwa proyek pada tingkat bunga 18% usaha
perkebunan karet masih layak, demikian juga pada saat harga karet turun 20%,
nilai NPV masih positif dan IRR lebih dari 18%. Apabila ada skim kredit yang tingkat
bunganya lebih rendah (14%), maka tingkat kelayakan usaha akan semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Balai Penelitian Sembawa,
1996. Sapta Bina Usahatani Karet Rakyat
(edisi ke-2). Pusat Penelitian Karet,
Balai Penelitian Sembawa, Palembang.
2. Balai Penelitian
Sembawa, 2005. Pengelolaan Bahan Tanam
Karet. Pusat Penelitian Karet, Balai Penelitian Sembawa, Palembang.
3. Bank Indonesia.
2002. Sistem Informasi Pola
Pembiayaan/Lending Model Usaha Kecil (http://www.
bi.go.id/sipuk/lm/ind/karet).
4. Suhendry, I. dan
A. Daslin. 2002.
Kajian Finansial Penggunaan Klon Karet Unggul Generasi IV. Warta Pusat
Penelitian Karet, Vol. 21, No. 1-3, p. 18-29.
0 comments:
Post a Comment