1.
Konsep lingkungan Hidup
Lingkungan
hidup didefenisikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya keadaan,
dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya. Lingkungan mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Lingkungan juga membentuk dan terbentuk
oleh lingkungan hidupnya.
Hubungan antara
manusia dengan lingkungan hidupnya adalah sirkuler. Interaksi antara manusia
dengan lingkungan hidupnya bersifat kompleks, karena pada umumnya dalam
lingkungan hidup itu terdapat banyak unsur. Pengaruh terhadap suatu unsur akan
merambat pada unsur lain.
Secara umum, lingkungan itu dibedakan antara lingkungan
abiotik dan lingkungan biotik atau organik, sedangkan jika ditelaah dari konsep
ekologi manusia, lingkungan itu dibedakan antara lingkungan alam, lingkungan
sosial, dan lingkungan budaya.
a. Lingkungan Abiotik, yaitu segala kondisi yang ada
disekitar makhluk hidup yang bukan berupa organisme hidup seperti : batuan,
tanah, mineral, udara, air, energi matahari, serta proses dan daya yang terjadi
padanya.
b. Lingkungan Biotik, yaitu segala makhluk hidup mulai
dari mikroorganisme yang tidak dapat kita lihat secara kasat mata sampai kepada
binatang dan tumbuh-tumbuhan raksasa yang ada disekitar kita atau makhluk lain
yang berpengaruh terhadap kehidupan dipermukaan bumi, manusia termasuk kedalam
lingkungan biotik ini.
c. Lingkungan Alam, yaitu kondisi alamiah baik abiotik
maupun biotik yang belum banyak dipengaruhi oleh tangan manusia yang
berpengaruh terhadap kehidupan umat manusia.
d. Lingkungan Sosial, yaitu manusia baik secara individu
maupun kelompok yang ada diluar diri kita. Keluarga, teman, tetangga, penduduk
sekampung, sampai manusia antar bangsa, merupakan lingkungan sosial yang
berpengaruh terhadap perubahan dan perkembangan kehidupan kita.
e. Lingkungan Budaya, yaitu segala kondisi baik yang
berupa materi maupun non materi yang dihasilkan oleh manusia melalui aktivitas,
kreativitas dan penciptaan yang berpengaruh terhadap kehidupan umat manusia.
Lingkungan budaya yang berupa benda atau materi meliputi bangunan, peralatan,
senjata, pakaian, dan sebagainya.
Menurut Soerjono Soekanto (
http://blog.unila.ac.id/young/sosiologi-lingkungan diakses pada tanggal 2 April
2016 pukul 10:01 WIB ) lingkungan dibedakan dalam kategori-kategori sebagai
berikut:
a. Lingkungan fisik, yakni semua benda mati yang ada
disekeliling manusia.
b. Lingkungan biologi, yakni segala sesuatu disekeliling
manusia yang berupa organisme yang hidup (manusia termasuk juga di dalamnya).
c. - Lingkungan sosial yang terdiri dari orang-orang,
baik individual maupun kelompok yang berada di sekita manusia.
2.
Lembaga
Sosial
Dalam pengertian sosiologis, lembaga dapat digambarkan
sebagai suatu organ yang berfungsi dalam kehidupan masyarakat. Lembaga Sosial
adalah keseluruhan dari sistem norma yang terbentuk berdasarkan tujuan dan
fungsi tertentu dalam masyarakat. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman
Soemardi lembaga itu mempunyai tujuan untuk mengatur antar hubungan yang
diadakan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang paling penting. Lembaga itu
tidak hanya melibatkan pola aktivitas yang lahir dari segi sosial untuk
memenuhi keperluan manusia, tetapi juga pola organisasi untuk melaksanakannya.
Kebutuhan itu antara lain: mencari rezeki, memenuhi keperluan, menjaga
ketertiban, dan lain sebagainya. Dengan demikian lembaga mencakup berbagai
aspek, yaitu kebiasaan, tata kelakuan, norma atau kaidah hukum. Hal ini berarti
istilah lembaga merupakan kumpulan dari berbagai cara berperilaku yang diakui
oleh anggota masyarakat sebagai sarana untuk mengatur hubungan-hubungan sosial.
Terjadinya lembaga sosial bermula dari tumbuhnya suatu
kekuatan ikatan hubungan antar manusia dalam suatu masyarakat. Ikatan hubungan
antar manusia tersebut sangat erat kaitannya dengan keberlakuan suatu norma
sebagai patokan dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti kebutuhan rasa
keindahan, keadilan, pendidikan, ketentraman keluarga, dan sebagainya. Menurut
Soerjono Soekanto, bahwa tumbuhnya lembaga sosial oleh karena manusia dalam
hidupnyamemerlukan keteraturan, maka dirumuskan norma-norma dalam masyarakat.
Mula-mula norma tersebut secara tidak disengaja, namun lama-kelamaan norma
tersebut dibuat secara sadar ( Syani, 2007 : 75-77 ).
Keberadaan lembaga sosial selalu melekat pada setiap
masyarakat. Hal ini disebabkan karena setiap masyarakat pasti memiliki
kebutuhan-kebutuhan pokok yang apabila dikelompokkan, maka akan terhimpun
menjadi lembaga sosial. Lembaga sosial ini merupakan adanya himpunan
norma-norma segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok didalam
kehidupan masyarakat. Lembaga sosial dapat dikatakan tumbuh sejalan dengan
kehidupan manusia. Hal ini terjadi karena dalam hidupnya manusia memerlukan
keteraturan. Oleh karena itu, maka dirumuskan norma-norma dalam masyarakat (
Basrowi, 2005 : 94 ).
Adapun lembaga sosial ini dalam kehidupan masyarakat
memiliki fungsi untuk memberikan pedoman pada anggota-anggota masyarakat,
bagaimana mereka harus bersikap atau bertingkah laku dalam menghadapi
masalah-masalah yang muncul atau berkembang di lingkungan masyarakat, termasuk
yang menyangkut hubungan pemenuhan kebutuhan, menjaga keutuhan masyarakat yang
bersangkutan, dan memberikan pengarahan kepada masyarakat untuk mengadakan
sistem pengendalian sosial, yaitu sistem pengawasan masyarakat terhadap
anggota-anggotanya
(http://okayana.blogspot.com/2009/11/lembaga-sosial-lembaga-keluarga.html
diakses pada 05 April 2016 pukul 12:32
WIB).
3.
Organisasi
Sosial
Manusia pada umumnya dilahirkan seorang diri, namun
dalam kehidupannya harus berkelompok atau bermasyarakat. Manusia tidak dapat
berdiri sendiri namuntergantung pada orang lain. Manusia tanpa manusia lainnya
pasti akan mati. Dalam hubungannya dengan manusia lain manusia berinteraksi
dengan lingkungan sekitarnya dan orang lain, karena manusia mempunyai naluri
untuk selalu hidup dengan orang lain. Manusia menurut kodratnya itu dilahirkan
untuk menjadi bagian dari suatu kebulatan masyarakat. Dengan demikian manusia
itu merupakan bagian dari suatu organisasi sosial.
Landasan dari adanya hasrat untuk selalu berada dalam
kesatuan dengan orang lain adalah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya,
baik kebutuhan yang mendasar dan kebutuhan sosial maupun kebutuhan intergratif.
Oleh karena manusia memiliki kebutuhan yang beraneka ragam, dan cara-cara yang
dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut bermacam-macam pula, maka
manusia menentukan bentuk kehidupan sosial tertentu dengan sebaik-baiknya.
Manusia sejak dilahirkan mempunyai dua hasrat atau
keinginan pokok yaitu; 1) keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain
disekelilingnya yaitu masyarakat dan 2) keinginan untuk menjadi satu dengan
suasana alam sekelilingnya.
Untuk dapat menghadapi dan menyesuaikan diri dengan
kedua lingkungan tersebut diatas, manusia menggunakan pikiran, perasaan dan
kehendaknya. Organisasi sosial atau social organization didalam
kehidupan manusia ini, merupakan himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang
hidup bersama. Hubungan tersebut antara lain menyangkut kaitan timbal balik
yang saling pengaruh- mempengaruhi dan juga suatu pertanyaan, apakah setiap
himpunan manusia dapat dinamakan kelompoksosial? untuk itu, diperlukan beberapa
persyaratan tertentu, antara lain; 1) adanya kesadaran pada setiap anggota
kelompok bahwa dia merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan, 2)
adanya hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota yang lain,
3) adanya faktor yang dimiliki bersama sehingga hubungan antara mereka
bertambah erat, yang dapat merupakan nasib yang sama, kepentingan yang sama,
tujuan yang sama, ideologi yang sama, 4) berstruktur, berkaidah dan mempunyai
pola perilaku, 5) bersistem dan berproses ( http://www.scribd.com/doc/9406552/Organisasi-Sosial-Masyarakat
diakses pada 11 April 2016 pukul 14:11).
Istilah organisasi secara harfiah dapat diartikan
sebagai suatu kesatuan orang-orang yang tersusun dengan teratur berdasarkan
pembagian tugas tertentu. Istilah sosial berarti segala sesuatu yang berhubungan
dengan pergaulan manusia dalam masyarakat. Organisasi sosial yang merupakan
gabungan dari kedua istilah tersebut dapat diartikan sebagai suatu susunan atau
struktur dari berbagai hubungan antar manusia yang terjadi dalam masyarakat,
dimana hubungan tersebut merupakan suatu kesatuan yang teratur. Secara luas
organisasi sosial diartikan sebagai jaringan tingkah laku manusia dalam ruang
lingkup yang kompleks pada setiap masyarakat. Secara ringkas organisasi sosial
dapat didefenisikan sebagai suatu rangkaian pelapisan terstruktur hubungan
antar manusia yang saling ketergantungan ( Syani, 2007 : 115 ).
Organisasi sosial adalah dimana terdapat suatu
struktur organisasi dan suatu faktor, yang dimiliki bersama oleh
anggota-anggota kelompok-kelompok itu, sehingga hubungan antara mereka
bertambah erat. Faktor-faktor itu yang terdiri darikepentingan yang sama,
ideologi yang sama, politik yang sama. Hal ini merupakan ikatan yang bersifat
pokok untuk jangka waktu tertentu.
Terbentuknya suatu organisasi sosial, pada mulanya
karena adanya desakan minat dan kepentingan individu dalam masyarakat.
Kepentingan-kepentingan itu tidak disalurkan melalui lembaga-lembaga sosial,
melainkan disalurkan melalui bentuk persekutuan manusia yang relatif lebih
teratur dan formal. Dalam hal ini sama halnya dengan terbentuknya Kompas USU
yakni karena pada mulanya berawal dari ide beberapa orang mahasiswa USU dari
berbagai fakultas. Ketika itu USU sebagai sebuah universitas terbesar di
Sumatera Utara belum punya wadah penyalur hobi dan minat mahasiswa, khususnya
dalam bidang pecinta alam dan studi lingkungan hidup.
Didalam suatu organisasi sosial terdapat proses yang
dinamis, dimana hubungan antar manusia didalamnya senantiasa berubah-ubah,
tindakan masing-masing orang terhadap orang lain selalu berulang-ulang dan
terkoordinasi. Namun demikian dalam organisasi sosial mencerminkan pula suatu
pola tingkah laku yang terstruktur dalam setiap proses perubahannya. Jadi
organisasi sosial, disamping sebagai suatu kondisi yang bersifat dinamis, juga
sebagai kondisi yang bersifat struktural ( Syani, 2007 : 115-116 ).
Bentuk dan struktur organisasi merupakan tempat yang
memungkinkan bagi pengembangan aktivitas manusia dengan berbagai aturan yang
diakui bersama. Dikatakan demikian oleh karena waktu, tempat dan keadaan
tertentu dalam rangka memprediksi tujuannya, sudah ditetapkan secara jelas dan
diupayakan setidaknya setiap anggota memahami tujuan organisasinya. Dalam hal
ini terbentuknya Kompas USU dengan membawa tujuan organisasi yaitu membina insan
akademis yang sadar, mampu dan bertanggung jawab melestarikan alam sebagai
lingkungan hidup yang sehat.
Dalam organisasi sosial, anggota-anggotanya tersusun (
terstruktur ) secara sistematis, masing-masing mempunyai status dan peranan
yang bersifat formal, masing-masing memelihara dan berusaha bersama untuk
mencapai tujuan bersama. Setiap organisasi mempunyai perannya tersendiri dalam
kaitannya untuk mencapai tujuannya. Dapat diketahui sebelumnya bahwa peran
adalah adanya sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari
seseorang atau kelompok berdasarkan posisinya di masyarakat. Dalam hal ini jika
dikaitkan dengan peran Kompas USU dalam meningkatkan partisispasi anggota untuk
menjaga lingkungan hidup maka dapat dilihat dari program kegiatan organisasi
Kompas serta implementasinya.
a. Gerakan Lingkungan dan Gerakan Sosial
Sejarah gerakan lingkungan hidup di dunia dimulai pada
kurun waktu antara 1970-1980 tepatnya ketika pada tanggal 22 April 1970
diadakan perayaan Hari Bumi. Ini merupakan peristiwa awal lahirnya gerakan
lingkungan yang diperingati sampai saat
ini dan mulai saat itu pula gerakan-gerakan lingkungan di Amerika mengalami
perubahan dimana persoalan lingkungan menjadi hal yang paling penting dan sangat
diperhatikan, kemudian terjadinya penggabungan organisasi-organisasi lingkungan
hidup.
Pada tahun 1980-1988 terjadi perubahan dimana gerakan
lingkungan kehilangan ciri spontanitasnya sebagai simbol dari semakin besarnya
tingkat pergantian cara pendekatan, kemudian pada kurun waktu 1988-1992 dimana
pada saat itu terjadi bencana-bencana yang menimpa lingkungan dengan semakin
banyak kasus hujan asam, limbah radioaktif, rekayasa genetik, punahnya spesies
langka dan sebagainya. Pada tahun 1990 ketika diadakan peringatan Hari Bumi
secara besar-besaran merupakan tonggak/titik puncak dan kesadaran baru tentang
gerakan lingkungan (24 April 1990 dirayakan di 140 negara).
Adapun sejarah gerakan lingkungan hidup di Indonesia
dapat dilihat setelah masa kepemimpinan Soekarno (Orde lama) beralih pada masa
Soeharto (Orde Baru) yang tidak pernah berpihak pada lingkungan. Dimana pada
masa itu pemerintah cenderung pada persoalan ekonomi pembangunan, sedangkan
persoalan lingkungan dikesampingkan demi peningkatan ekonomi. Masa kepemimpinan
Soekarno dimana pada saat itu penerapan politik lingkungan hidup kerakyatan (
paham ecopopulism) merupakan gerakan lingkungan hidup, seperti
perusahaan-perusahaan asing dinasionalisasikan dan lahan-lahan kritis segera
diselamatkan (pembentukan panitia penyelemat hutan, tanah dan air). Pada masa
kepemimpinan Soeharto lahir paham eco-developmentalis menempuh jalan
refonnasi hukum, dimana hukum adalah alat bagi peningkatan ekonomi untuk
membuka jalan bagi investasi asing (muncul UU Penanaman Modal Asing).
Dengan adanya UUPMA ini memberikan andil yang sangat
besar sekali terhadap perubahan lingkungan di Indonesia dimana negara-negara
pemodal bebas mengeksplorasi (memanfaatkan sumber daya alam dengan bebas untuk
kepentingan ekonomi (terutama untuk pemilik modal) maka yang terjadi adalah kerusakan
lingkungan, sehingga pada masa kurun waktu 1970-1984 muncullah gerakan
lingkungan di Indonesia (organisasi-organisasi lingkungan di Indonesia). Salah
satu organisasi yang muncul pada saat itu adalah Mapala UI (tanun 1970-an) yang
berbasis mahasiswa yang masih bertahan sampai sekarang, dan setelah itu
mulailah muncul lembaga-lembaga pusat studi lingkungan hidup, kemudian pada
tahun 1970-an dan 1980-an muncullah ormas-ormas baru, seperti WALHI (Wahana
Lingkungan hidup Indonesia) , FISKA (Forum Indonesia untuk swadaya di Bidang
Kependudukan), HKTI (Himpunan Kerukunan ’Tani Indonesia), Himpunan Nelayan
Seluruh Indonesia (HNS), KNPI (komite Nasional Pemuda Indonesia), dan lain
sebagainya.
Gerakan lingkungan hidup (environmental movement)
dikenal juga dengan berbagai nama, seperti environmentalisme dan environmental
activism. Ketiga istilah yang tampak sejenis tersebut digunakan secara
berbeda dari satu wacana ke wacana yang lain, namun pada hakekatnya
menggambarkan satu fenomena yang sama, yakni gerakan sosial yang fokus bergerak
dibidang perlindungan, pelestarian, dan keadilanlingkungan hidup. Meskipun
berada dalam satu wadah besar terdapat beragam aliran pemikiran dalam gerakan
lingkungan. Keragaman tersebut tercermin pula pada pilihan-pilihan aksi, praksis,
ataupun metode gerakan mereka sendiri, sebuah kondisi yang membuat aktivisme
lingkungan bisa mewujud dalam beragam nada dan warna.
Gerakan lingkungan hidup bisa dilihat sebagai bagian
dari perilaku bersama (collective behavior) yang secara formal mewujud
dalam bentuk berbagai kelompok dan organisasi lingkungan. Mekanisme collective
action yang bekerja mampu mempengaruhi faktor-faktor cost and benefits yang
membuat seseorang memutuskan untuk bergabung dan terus terlibat dalam gerakan
lingkungan. Faktor-faktor pendorong tersebut penting untuk dipahami karena
kelompok dan organisasi lingkungan hidup pada dasarnya tergolong sebagai
organisasi sukarela (voluntary organizations), yakni kelompok-kelompok
formal yang anggotanya berasal dari individu-individu yang bergabung secara
sukarela; tanpa paksaan, tanpa alasan-alasan komersial; untuk memajukan
sejumlah tujuan bersama. Definisi diatas sejalan dengan pembahasan definisi
gerakan sosial, yakni menekankan perbedaan organisasi-organisasi dalam gerakan lingkungan
dengan organisasi komersial.
Adapun dalam teori gerakan sosial, gerakan sosial
terjadi apabila sekelompok individu terlibat dalam suatu usaha yang
terorganisir baik untuk merubah ataupun mempertahankan unsur tertentu dari
masyarakat yang lebih luas. Adapun karakteristik dari gerakan sosial yakni
adanya pengenalan sasaran, rencana-rencana untuk mencapai sasaran, dan adanya
ideologi. Gerakan sosial pada umumnya memiliki rangkaian sasaran yang luas yang
ditetapkan dengan jelas. Gerakan sosial yang bertujuan memperbaiki kondisi
hidup satu kelompok masyarakat harus merumuskan semua tujuannya secara
terperinci dan sarana yang tersedia untuk mencapai tujuan itu sangat
bervariasi. Ideologi gerakan sosial adalah sesuatu yang dapat mempersatukan
para anggotanya.
b.
Kelompok
Pecinta Alam
Kelompok pecinta alam merupakan salah satu kelompok
yang mempunyai bentuk kegiatan dalam rangka membina anggota atau masyarakat
untuk lebih mencintai alam dan lingkungannya. Disamping itu, kelompok pecinta
alam juga berfungsi sebagai media untuk menyebarkan informasi, penyegaran dan
pembahasan masalah-masalah yang berkaitan dengan upaya-upaya konservasi sumber
daya alam.
Selama ini kelompok atau perkumpulan pecinta alam
lebih dikenal dalam lingkungan pemuda, khususnya para pelajar dan mahasiswa.
Melalui wadah tersebut mereka melakukan kegiatan rekreasi serta mencari
tantangan atau petualangan di alam bebas, kegiatan tersebut biasanya dilakukan
pada hari-hari libur atau liburan semester. Kelompok pecinta alam tersebut
sebagian besar anggotanya dari unsur generasi muda yang biasanya tumbuh dan
berkembang secara swadaya dengan aktivitas yang berbeda-beda, sampai saat ini
belum ada ketentuan yang mengatur organisasi pecinta alam baik mengenai
kriteria organisasi maupun syarat-syarat pembentukannya. Karena itu organisasi
pecinta alam menjadi sangat bervariasi dan kadang-kadang mudah sekali memudar
atau tidak aktif sehingga pemerintah sulit untuk mengadakan monitoring dan
pembinaan secara maksimal.
Pecinta alam di Indonesia saat ini belum dirasakan
sebagai salah satu akar gerakan lingkungan, terbukti dalam korelasinya saat ini
dengan banyaknya kelompok pecinta alam seiring pula dengan kerusakan yang tidak
terkendali. Dimanakah letak penyimpangan ini karena keberadaan pecinta alam dalam
tataran yang ideal dapat menumbuhkembangkan generasi yang peduli lingkungan.
Ini patut dikembangkan baik dalam pola gerakan maupun pengembangan
organisasinya. Model gerakan lingkungan yang berasal dari pecinta alam pada
periode kelahirannya lebih menekankan pada kecintaan terhadap alam yang
diwujudkan dengan naik gunung, camping, pelatihan konservasi, dan penghijauan
di lereng-lereng gunung.
c.
Teori Tindakan Sosial ( Social Action )
Weber dalam buku Sunarto, 2004:12 sebagai pengemuka
dari paradigma ini mengartikan sosiologi sebagai studi tentang tindakan sosial
antar hubungan sosial. Inti tesisnya adalah “tindakan yang penuh arti” dari
individu, yang dimaksudkannya dengan tindakan sosial itu adalah tindakan
individu sepanjang tindakannya itu mempunyai makna atau arti subyektif bagi
dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. Sebaliknya, tindakan individu
yang diarahkan kepada benda mati atau obyek fisik semata tanpa dihubungkannya
dengan tindakan orang lain maka itu bukan merupakan tindakan sosial. Tindakan
seseorang melemparkan batu ke dalam sungai bukan tindakan sosial. Akan tetapi,
tindakan tersebut dapat berubah menjadi tindakan sosial kalau dengan
melemparkan batu tersebut dimaksudkan untuk menimbulkan reaksi dari orang lain.
Menurut Marx Weber, tidak semua tindakan manusia dapat
dianggap sebagai tindakan sosial. Suatu tindakan hanya dapat disebut tindakan
sosial apabila tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku
orang lain dan berorientasi pada perilaku orang lain. Dan suatu tindakan ialah
perilaku manusia yang mempunyai makna subjektif bagi pelakunya ( Sunarto, 2004:
12 ).
Dalam pembahasan tindakan sosial, tidak selalu dan
semua perilaku dapat dimengerti sebagai suatu manifestasi rasionalitas. Menurut
Marx Weber, metode yang bisa dipergunakan untuk memahami arti-arti subjektif
tindakan sosial seseorang adalah dengan verstehen. Istilah ini tidak
hanya merupakan introspeksi diri sendiri, bukan tindakan subjektif orang lain.
Sebaliknya, apa yang dimaksud Weber dengan verstehen adalah kemampuan
untuk berempati atau kemampuan untuk menempatkan diri dalam kerangka berpikir
orang lain yang perilakunya mau dijelaskan dan situasi serta tujuan-tujuannya
mau dilihat menurut perspektif itu.
Suatu tindakan adalah perilaku manusia yang mempunyai
makna subjektif bagi pelakunya. Sosiologi bertujuan untuk memahami (verstehen)
mengapa tindakan sosial mempunyai arah dan akibat tertentu, sedangkan tiap
tindakan mempunyai makna subjektif bagi pelakunya, maka ahli sosiologi yang
hendak melakukan penafsiran bermakna, yang hendak memahami makna subjektif
suatu tindakan sosial harus dapat membayangkan dirinya ditempat pelaku untuk
dapat ikut menghayati pengalamannya.
Marx Weber mengklasifikasikan ada empat jenis tindakan
sosial yang mempengaruhi sistem dan struktur sosial masyarakat ( Narwoko, 2008:
19 ). Keempat jenis tindakan sosial itu adalah :
1.
Rasionalitas
Instrumental. Disini tindakan sosial yang dilakukan seseorang didasarkan atas
pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan
ketersediaan alat yang dipergunakan untuk mencapainya.
2.
Rasionalitas
Orientasi Nilai. Dalam tindakan jenis ini adalah bahwa alat-alat yang ada hanya
merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuan-tujuannya
sudah ada didalam hubungannya dengan nilainilai individu yang bersifat absolut.
Artinya, nilai itu merupakan nilai akhir bagi individu yang bersangkutan dan
bersifat nonrasional, sehingga tidak memperhitungkan alternatif.
3.
Tindakan
Tradisional. Dalam tindakan jenis ini, seseorang memperlihatkan perilaku
tertentu karena kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang
sadar atau perencanaan.
4.
Tindakan Afektif.
Tipe ini didominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau
perancanaan sadar. Tindakan afektif ini sifatnya spontan, tidak rasional, dan
merupakan ekspresi emosional dari individu.
Marx Weber mengakui bahwa empat jenis tindakan sosial
yang diutarakan adalah merupakan tipe ideal dan jarang bisa ditemukan dalam
kenyataan. Akan tetapi, terlepas dari persoalan itu, apa yang hendak
disampaikan Weber adalah bahwa tindakan sosial apa pun wujudnya hanya dapat
dimengerti menurut arti subjektif dan pola-pola motivasional yang berkaitan
dengan itu. Untuk mengetahui arti subjektif dan motivasi individu yang bertindak,
yang diperlukan adalah kemampuan untuk berempati pada peranan orang lain.
Bagi Weber, dunia terwujud karena tindakan sosial.
Manusia melakukan sesuatu karena mereka memutuskan untuk melakukannya dan
ditujukan untuk mencapai apa yang mereka inginkan/kehendaki. Setelah memilih
sasaran, mereka memperhitungkan keadaan, kemudian memilih tindakan. Perhatian
Weber pada teori-teori tindakan berorientasi tujuan dan motivasi pelaku, tidak
berarti bahwa ia hanya tertarik pada kelompok kecil, dalam hal ini interaksi
spesifik antar individu.
Weber berpendapat bahwa bisa membandingkan struktur
beberapa masyarakat dengan memahami alasan-alasan mengapa warga masyarakat
tersebut bertindak, kejadian historis (masa lalu) yang mempengaruhi karakter
mereka, dan memahami tindakan para pelakunya yang hidup dimasa kini, tetapi
tidak mungkin menggeneralisasi semua masyarakat atau semua struktur sosial.
d.
Teori Aksi (
Action Theory )
Teori ini sepenuhnya mengikuti karya Weber. Dalam hal
ini ada beberapa asumsi fundamental teori aksi yang dikemukakan oleh Hinkle
dengan merujuk pada karya Mac Iver, Znanicki dan Parsons sebagai berikut:
1.
Tindakan manusia
muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subyek dari situasi eksternal dalam
posisinya sebagai obyek.
2.
Sebagai subyek
manusia bertindak atau berprilaku untuk mencapai tujuantujuan tertentu,
tindakan manusia bukan tanpa tujuan.
3.
Dalam bertindak
manusia menggunakan cara, teknik, prosedur, metode serta perangkat yang
diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan tersebut.
4.
Kelangsungan tindakan
manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tak dapat diubah dengan sendirinya.
5.
Manusia memilih,
menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan yang akan sedang, dan yang telah
dilakukannya ( Ritzer, 2002: 46 ).
Teori Max Weber ini dikembangkan oleh Talcott Parsons
yang menyatakan bahwa aksi/action itu bukan perilaku/behavour. Aksi merupakan
tindakan mekanis terhadap suatu stimulus sedangkan perilaku adalah suatu proses
mental yang aktif dan kreatif. Talcott Parsons beranggapan bahwa yang utama
bukanlah tindakan individu melainkan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang
menuntut dan mengatur perilaku itu. Kondisi objektif disatukan dengan komitmen
kolektif terhadap suatu nilai akan mengembangkan suatu bentuk tindakan sosial
tertentu.
Sebagian besar para sosiolog memusatkan perhatian
mereka kepada persoalan makroskopik evolusi sosial. Meskipun mereka juga
mendiskusikan tindakan aktif dan pandangan kreatif manusia, namun pandangan
mereka cenderung melihat kehidupan bermasyarakat sebagai memberikan tekanan kekuasaan
terhadap perilaku individu.
1 comments:
terimakasih broo
Post a Comment