Friday, April 08, 2016

Konsep lingkungan Hidup

1.      Konsep lingkungan Hidup
 Lingkungan hidup didefenisikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya. Lingkungan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Lingkungan juga membentuk dan terbentuk oleh lingkungan hidupnya.
 Hubungan antara manusia dengan lingkungan hidupnya adalah sirkuler. Interaksi antara manusia dengan lingkungan hidupnya bersifat kompleks, karena pada umumnya dalam lingkungan hidup itu terdapat banyak unsur. Pengaruh terhadap suatu unsur akan merambat pada unsur lain.
Secara umum, lingkungan itu dibedakan antara lingkungan abiotik dan lingkungan biotik atau organik, sedangkan jika ditelaah dari konsep ekologi manusia, lingkungan itu dibedakan antara lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya.
a.       Lingkungan Abiotik, yaitu segala kondisi yang ada disekitar makhluk hidup yang bukan berupa organisme hidup seperti : batuan, tanah, mineral, udara, air, energi matahari, serta proses dan daya yang terjadi padanya.
b.      Lingkungan Biotik, yaitu segala makhluk hidup mulai dari mikroorganisme yang tidak dapat kita lihat secara kasat mata sampai kepada binatang dan tumbuh-tumbuhan raksasa yang ada disekitar kita atau makhluk lain yang berpengaruh terhadap kehidupan dipermukaan bumi, manusia termasuk kedalam lingkungan biotik ini.
c.       Lingkungan Alam, yaitu kondisi alamiah baik abiotik maupun biotik yang belum banyak dipengaruhi oleh tangan manusia yang berpengaruh terhadap kehidupan umat manusia.
d.      Lingkungan Sosial, yaitu manusia baik secara individu maupun kelompok yang ada diluar diri kita. Keluarga, teman, tetangga, penduduk sekampung, sampai manusia antar bangsa, merupakan lingkungan sosial yang berpengaruh terhadap perubahan dan perkembangan kehidupan kita.
e.       Lingkungan Budaya, yaitu segala kondisi baik yang berupa materi maupun non materi yang dihasilkan oleh manusia melalui aktivitas, kreativitas dan penciptaan yang berpengaruh terhadap kehidupan umat manusia. Lingkungan budaya yang berupa benda atau materi meliputi bangunan, peralatan, senjata, pakaian, dan sebagainya.

Menurut Soerjono Soekanto ( http://blog.unila.ac.id/young/sosiologi-lingkungan diakses pada tanggal 2 April 2016 pukul 10:01 WIB ) lingkungan dibedakan dalam kategori-kategori sebagai berikut:

a.       Lingkungan fisik, yakni semua benda mati yang ada disekeliling manusia.
b.      Lingkungan biologi, yakni segala sesuatu disekeliling manusia yang berupa organisme yang hidup (manusia termasuk juga di dalamnya).
c.       - Lingkungan sosial yang terdiri dari orang-orang, baik individual maupun kelompok yang berada di sekita manusia.

2.      Lembaga Sosial
Dalam pengertian sosiologis, lembaga dapat digambarkan sebagai suatu organ yang berfungsi dalam kehidupan masyarakat. Lembaga Sosial adalah keseluruhan dari sistem norma yang terbentuk berdasarkan tujuan dan fungsi tertentu dalam masyarakat. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi lembaga itu mempunyai tujuan untuk mengatur antar hubungan yang diadakan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang paling penting. Lembaga itu tidak hanya melibatkan pola aktivitas yang lahir dari segi sosial untuk memenuhi keperluan manusia, tetapi juga pola organisasi untuk melaksanakannya. Kebutuhan itu antara lain: mencari rezeki, memenuhi keperluan, menjaga ketertiban, dan lain sebagainya. Dengan demikian lembaga mencakup berbagai aspek, yaitu kebiasaan, tata kelakuan, norma atau kaidah hukum. Hal ini berarti istilah lembaga merupakan kumpulan dari berbagai cara berperilaku yang diakui oleh anggota masyarakat sebagai sarana untuk mengatur hubungan-hubungan sosial.
Terjadinya lembaga sosial bermula dari tumbuhnya suatu kekuatan ikatan hubungan antar manusia dalam suatu masyarakat. Ikatan hubungan antar manusia tersebut sangat erat kaitannya dengan keberlakuan suatu norma sebagai patokan dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti kebutuhan rasa keindahan, keadilan, pendidikan, ketentraman keluarga, dan sebagainya. Menurut Soerjono Soekanto, bahwa tumbuhnya lembaga sosial oleh karena manusia dalam hidupnyamemerlukan keteraturan, maka dirumuskan norma-norma dalam masyarakat. Mula-mula norma tersebut secara tidak disengaja, namun lama-kelamaan norma tersebut dibuat secara sadar ( Syani, 2007 : 75-77 ).
Keberadaan lembaga sosial selalu melekat pada setiap masyarakat. Hal ini disebabkan karena setiap masyarakat pasti memiliki kebutuhan-kebutuhan pokok yang apabila dikelompokkan, maka akan terhimpun menjadi lembaga sosial. Lembaga sosial ini merupakan adanya himpunan norma-norma segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok didalam kehidupan masyarakat. Lembaga sosial dapat dikatakan tumbuh sejalan dengan kehidupan manusia. Hal ini terjadi karena dalam hidupnya manusia memerlukan keteraturan. Oleh karena itu, maka dirumuskan norma-norma dalam masyarakat ( Basrowi, 2005 : 94 ).
Adapun lembaga sosial ini dalam kehidupan masyarakat memiliki fungsi untuk memberikan pedoman pada anggota-anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bersikap atau bertingkah laku dalam menghadapi masalah-masalah yang muncul atau berkembang di lingkungan masyarakat, termasuk yang menyangkut hubungan pemenuhan kebutuhan, menjaga keutuhan masyarakat yang bersangkutan, dan memberikan pengarahan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial, yaitu sistem pengawasan masyarakat terhadap anggota-anggotanya (http://okayana.blogspot.com/2009/11/lembaga-sosial-lembaga-keluarga.html diakses pada  05 April 2016 pukul 12:32 WIB).

3.      Organisasi Sosial
Manusia pada umumnya dilahirkan seorang diri, namun dalam kehidupannya harus berkelompok atau bermasyarakat. Manusia tidak dapat berdiri sendiri namuntergantung pada orang lain. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Dalam hubungannya dengan manusia lain manusia berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya dan orang lain, karena manusia mempunyai naluri untuk selalu hidup dengan orang lain. Manusia menurut kodratnya itu dilahirkan untuk menjadi bagian dari suatu kebulatan masyarakat. Dengan demikian manusia itu merupakan bagian dari suatu organisasi sosial.
Landasan dari adanya hasrat untuk selalu berada dalam kesatuan dengan orang lain adalah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan yang mendasar dan kebutuhan sosial maupun kebutuhan intergratif. Oleh karena manusia memiliki kebutuhan yang beraneka ragam, dan cara-cara yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut bermacam-macam pula, maka manusia menentukan bentuk kehidupan sosial tertentu dengan sebaik-baiknya.
Manusia sejak dilahirkan mempunyai dua hasrat atau keinginan pokok yaitu; 1) keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain disekelilingnya yaitu masyarakat dan 2) keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya.
Untuk dapat menghadapi dan menyesuaikan diri dengan kedua lingkungan tersebut diatas, manusia menggunakan pikiran, perasaan dan kehendaknya. Organisasi sosial atau social organization didalam kehidupan manusia ini, merupakan himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama. Hubungan tersebut antara lain menyangkut kaitan timbal balik yang saling pengaruh- mempengaruhi dan juga suatu pertanyaan, apakah setiap himpunan manusia dapat dinamakan kelompoksosial? untuk itu, diperlukan beberapa persyaratan tertentu, antara lain; 1) adanya kesadaran pada setiap anggota kelompok bahwa dia merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan, 2) adanya hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan anggota yang lain, 3) adanya faktor yang dimiliki bersama sehingga hubungan antara mereka bertambah erat, yang dapat merupakan nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideologi yang sama, 4) berstruktur, berkaidah dan mempunyai pola perilaku, 5) bersistem dan berproses ( http://www.scribd.com/doc/9406552/Organisasi-Sosial-Masyarakat diakses pada 11 April 2016 pukul 14:11).
Istilah organisasi secara harfiah dapat diartikan sebagai suatu kesatuan orang-orang yang tersusun dengan teratur berdasarkan pembagian tugas tertentu. Istilah sosial berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan pergaulan manusia dalam masyarakat. Organisasi sosial yang merupakan gabungan dari kedua istilah tersebut dapat diartikan sebagai suatu susunan atau struktur dari berbagai hubungan antar manusia yang terjadi dalam masyarakat, dimana hubungan tersebut merupakan suatu kesatuan yang teratur. Secara luas organisasi sosial diartikan sebagai jaringan tingkah laku manusia dalam ruang lingkup yang kompleks pada setiap masyarakat. Secara ringkas organisasi sosial dapat didefenisikan sebagai suatu rangkaian pelapisan terstruktur hubungan antar manusia yang saling ketergantungan ( Syani, 2007 : 115 ).
Organisasi sosial adalah dimana terdapat suatu struktur organisasi dan suatu faktor, yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota kelompok-kelompok itu, sehingga hubungan antara mereka bertambah erat. Faktor-faktor itu yang terdiri darikepentingan yang sama, ideologi yang sama, politik yang sama. Hal ini merupakan ikatan yang bersifat pokok untuk jangka waktu tertentu.
Terbentuknya suatu organisasi sosial, pada mulanya karena adanya desakan minat dan kepentingan individu dalam masyarakat. Kepentingan-kepentingan itu tidak disalurkan melalui lembaga-lembaga sosial, melainkan disalurkan melalui bentuk persekutuan manusia yang relatif lebih teratur dan formal. Dalam hal ini sama halnya dengan terbentuknya Kompas USU yakni karena pada mulanya berawal dari ide beberapa orang mahasiswa USU dari berbagai fakultas. Ketika itu USU sebagai sebuah universitas terbesar di Sumatera Utara belum punya wadah penyalur hobi dan minat mahasiswa, khususnya dalam bidang pecinta alam dan studi lingkungan hidup.
Didalam suatu organisasi sosial terdapat proses yang dinamis, dimana hubungan antar manusia didalamnya senantiasa berubah-ubah, tindakan masing-masing orang terhadap orang lain selalu berulang-ulang dan terkoordinasi. Namun demikian dalam organisasi sosial mencerminkan pula suatu pola tingkah laku yang terstruktur dalam setiap proses perubahannya. Jadi organisasi sosial, disamping sebagai suatu kondisi yang bersifat dinamis, juga sebagai kondisi yang bersifat struktural ( Syani, 2007 : 115-116 ).
Bentuk dan struktur organisasi merupakan tempat yang memungkinkan bagi pengembangan aktivitas manusia dengan berbagai aturan yang diakui bersama. Dikatakan demikian oleh karena waktu, tempat dan keadaan tertentu dalam rangka memprediksi tujuannya, sudah ditetapkan secara jelas dan diupayakan setidaknya setiap anggota memahami tujuan organisasinya. Dalam hal ini terbentuknya Kompas USU dengan membawa tujuan organisasi yaitu membina insan akademis yang sadar, mampu dan bertanggung jawab melestarikan alam sebagai lingkungan hidup yang sehat.
Dalam organisasi sosial, anggota-anggotanya tersusun ( terstruktur ) secara sistematis, masing-masing mempunyai status dan peranan yang bersifat formal, masing-masing memelihara dan berusaha bersama untuk mencapai tujuan bersama. Setiap organisasi mempunyai perannya tersendiri dalam kaitannya untuk mencapai tujuannya. Dapat diketahui sebelumnya bahwa peran adalah adanya sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang atau kelompok berdasarkan posisinya di masyarakat. Dalam hal ini jika dikaitkan dengan peran Kompas USU dalam meningkatkan partisispasi anggota untuk menjaga lingkungan hidup maka dapat dilihat dari program kegiatan organisasi Kompas serta implementasinya.

a.       Gerakan Lingkungan dan Gerakan Sosial
Sejarah gerakan lingkungan hidup di dunia dimulai pada kurun waktu antara 1970-1980 tepatnya ketika pada tanggal 22 April 1970 diadakan perayaan Hari Bumi. Ini merupakan peristiwa awal lahirnya gerakan lingkungan yang diperingati sampai  saat ini dan mulai saat itu pula gerakan-gerakan lingkungan di Amerika mengalami perubahan dimana persoalan lingkungan menjadi hal yang paling penting dan sangat diperhatikan, kemudian terjadinya penggabungan organisasi-organisasi lingkungan hidup.
Pada tahun 1980-1988 terjadi perubahan dimana gerakan lingkungan kehilangan ciri spontanitasnya sebagai simbol dari semakin besarnya tingkat pergantian cara pendekatan, kemudian pada kurun waktu 1988-1992 dimana pada saat itu terjadi bencana-bencana yang menimpa lingkungan dengan semakin banyak kasus hujan asam, limbah radioaktif, rekayasa genetik, punahnya spesies langka dan sebagainya. Pada tahun 1990 ketika diadakan peringatan Hari Bumi secara besar-besaran merupakan tonggak/titik puncak dan kesadaran baru tentang gerakan lingkungan (24 April 1990 dirayakan di 140 negara).
Adapun sejarah gerakan lingkungan hidup di Indonesia dapat dilihat setelah masa kepemimpinan Soekarno (Orde lama) beralih pada masa Soeharto (Orde Baru) yang tidak pernah berpihak pada lingkungan. Dimana pada masa itu pemerintah cenderung pada persoalan ekonomi pembangunan, sedangkan persoalan lingkungan dikesampingkan demi peningkatan ekonomi. Masa kepemimpinan Soekarno dimana pada saat itu penerapan politik lingkungan hidup kerakyatan ( paham ecopopulism) merupakan gerakan lingkungan hidup, seperti perusahaan-perusahaan asing dinasionalisasikan dan lahan-lahan kritis segera diselamatkan (pembentukan panitia penyelemat hutan, tanah dan air). Pada masa kepemimpinan Soeharto lahir paham eco-developmentalis menempuh jalan refonnasi hukum, dimana hukum adalah alat bagi peningkatan ekonomi untuk membuka jalan bagi investasi asing (muncul UU Penanaman Modal Asing).
Dengan adanya UUPMA ini memberikan andil yang sangat besar sekali terhadap perubahan lingkungan di Indonesia dimana negara-negara pemodal bebas mengeksplorasi (memanfaatkan sumber daya alam dengan bebas untuk kepentingan ekonomi (terutama untuk pemilik modal) maka yang terjadi adalah kerusakan lingkungan, sehingga pada masa kurun waktu 1970-1984 muncullah gerakan lingkungan di Indonesia (organisasi-organisasi lingkungan di Indonesia). Salah satu organisasi yang muncul pada saat itu adalah Mapala UI (tanun 1970-an) yang berbasis mahasiswa yang masih bertahan sampai sekarang, dan setelah itu mulailah muncul lembaga-lembaga pusat studi lingkungan hidup, kemudian pada tahun 1970-an dan 1980-an muncullah ormas-ormas baru, seperti WALHI (Wahana Lingkungan hidup Indonesia) , FISKA (Forum Indonesia untuk swadaya di Bidang Kependudukan), HKTI (Himpunan Kerukunan ’Tani Indonesia), Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNS), KNPI (komite Nasional Pemuda Indonesia), dan lain sebagainya.
Gerakan lingkungan hidup (environmental movement) dikenal juga dengan berbagai nama, seperti environmentalisme dan environmental activism. Ketiga istilah yang tampak sejenis tersebut digunakan secara berbeda dari satu wacana ke wacana yang lain, namun pada hakekatnya menggambarkan satu fenomena yang sama, yakni gerakan sosial yang fokus bergerak dibidang perlindungan, pelestarian, dan keadilanlingkungan hidup. Meskipun berada dalam satu wadah besar terdapat beragam aliran pemikiran dalam gerakan lingkungan. Keragaman tersebut tercermin pula pada pilihan-pilihan aksi, praksis, ataupun metode gerakan mereka sendiri, sebuah kondisi yang membuat aktivisme lingkungan bisa mewujud dalam beragam nada dan warna.
Gerakan lingkungan hidup bisa dilihat sebagai bagian dari perilaku bersama (collective behavior) yang secara formal mewujud dalam bentuk berbagai kelompok dan organisasi lingkungan. Mekanisme collective action yang bekerja mampu mempengaruhi faktor-faktor cost and benefits yang membuat seseorang memutuskan untuk bergabung dan terus terlibat dalam gerakan lingkungan. Faktor-faktor pendorong tersebut penting untuk dipahami karena kelompok dan organisasi lingkungan hidup pada dasarnya tergolong sebagai organisasi sukarela (voluntary organizations), yakni kelompok-kelompok formal yang anggotanya berasal dari individu-individu yang bergabung secara sukarela; tanpa paksaan, tanpa alasan-alasan komersial; untuk memajukan sejumlah tujuan bersama. Definisi diatas sejalan dengan pembahasan definisi gerakan sosial, yakni menekankan perbedaan organisasi-organisasi dalam gerakan lingkungan dengan organisasi komersial.

Adapun dalam teori gerakan sosial, gerakan sosial terjadi apabila sekelompok individu terlibat dalam suatu usaha yang terorganisir baik untuk merubah ataupun mempertahankan unsur tertentu dari masyarakat yang lebih luas. Adapun karakteristik dari gerakan sosial yakni adanya pengenalan sasaran, rencana-rencana untuk mencapai sasaran, dan adanya ideologi. Gerakan sosial pada umumnya memiliki rangkaian sasaran yang luas yang ditetapkan dengan jelas. Gerakan sosial yang bertujuan memperbaiki kondisi hidup satu kelompok masyarakat harus merumuskan semua tujuannya secara terperinci dan sarana yang tersedia untuk mencapai tujuan itu sangat bervariasi. Ideologi gerakan sosial adalah sesuatu yang dapat mempersatukan para anggotanya.

b.      Kelompok Pecinta Alam
Kelompok pecinta alam merupakan salah satu kelompok yang mempunyai bentuk kegiatan dalam rangka membina anggota atau masyarakat untuk lebih mencintai alam dan lingkungannya. Disamping itu, kelompok pecinta alam juga berfungsi sebagai media untuk menyebarkan informasi, penyegaran dan pembahasan masalah-masalah yang berkaitan dengan upaya-upaya konservasi sumber daya alam.
Selama ini kelompok atau perkumpulan pecinta alam lebih dikenal dalam lingkungan pemuda, khususnya para pelajar dan mahasiswa. Melalui wadah tersebut mereka melakukan kegiatan rekreasi serta mencari tantangan atau petualangan di alam bebas, kegiatan tersebut biasanya dilakukan pada hari-hari libur atau liburan semester. Kelompok pecinta alam tersebut sebagian besar anggotanya dari unsur generasi muda yang biasanya tumbuh dan berkembang secara swadaya dengan aktivitas yang berbeda-beda, sampai saat ini belum ada ketentuan yang mengatur organisasi pecinta alam baik mengenai kriteria organisasi maupun syarat-syarat pembentukannya. Karena itu organisasi pecinta alam menjadi sangat bervariasi dan kadang-kadang mudah sekali memudar atau tidak aktif sehingga pemerintah sulit untuk mengadakan monitoring dan pembinaan secara maksimal.
Pecinta alam di Indonesia saat ini belum dirasakan sebagai salah satu akar gerakan lingkungan, terbukti dalam korelasinya saat ini dengan banyaknya kelompok pecinta alam seiring pula dengan kerusakan yang tidak terkendali. Dimanakah letak penyimpangan ini karena keberadaan pecinta alam dalam tataran yang ideal dapat menumbuhkembangkan generasi yang peduli lingkungan. Ini patut dikembangkan baik dalam pola gerakan maupun pengembangan organisasinya. Model gerakan lingkungan yang berasal dari pecinta alam pada periode kelahirannya lebih menekankan pada kecintaan terhadap alam yang diwujudkan dengan naik gunung, camping, pelatihan konservasi, dan penghijauan di lereng-lereng gunung.

c.        Teori Tindakan Sosial ( Social Action )
Weber dalam buku Sunarto, 2004:12 sebagai pengemuka dari paradigma ini mengartikan sosiologi sebagai studi tentang tindakan sosial antar hubungan sosial. Inti tesisnya adalah “tindakan yang penuh arti” dari individu, yang dimaksudkannya dengan tindakan sosial itu adalah tindakan individu sepanjang tindakannya itu mempunyai makna atau arti subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. Sebaliknya, tindakan individu yang diarahkan kepada benda mati atau obyek fisik semata tanpa dihubungkannya dengan tindakan orang lain maka itu bukan merupakan tindakan sosial. Tindakan seseorang melemparkan batu ke dalam sungai bukan tindakan sosial. Akan tetapi, tindakan tersebut dapat berubah menjadi tindakan sosial kalau dengan melemparkan batu tersebut dimaksudkan untuk menimbulkan reaksi dari orang lain.
Menurut Marx Weber, tidak semua tindakan manusia dapat dianggap sebagai tindakan sosial. Suatu tindakan hanya dapat disebut tindakan sosial apabila tindakan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain dan berorientasi pada perilaku orang lain. Dan suatu tindakan ialah perilaku manusia yang mempunyai makna subjektif bagi pelakunya ( Sunarto, 2004: 12 ).
Dalam pembahasan tindakan sosial, tidak selalu dan semua perilaku dapat dimengerti sebagai suatu manifestasi rasionalitas. Menurut Marx Weber, metode yang bisa dipergunakan untuk memahami arti-arti subjektif tindakan sosial seseorang adalah dengan verstehen. Istilah ini tidak hanya merupakan introspeksi diri sendiri, bukan tindakan subjektif orang lain. Sebaliknya, apa yang dimaksud Weber dengan verstehen adalah kemampuan untuk berempati atau kemampuan untuk menempatkan diri dalam kerangka berpikir orang lain yang perilakunya mau dijelaskan dan situasi serta tujuan-tujuannya mau dilihat menurut perspektif itu.
Suatu tindakan adalah perilaku manusia yang mempunyai makna subjektif bagi pelakunya. Sosiologi bertujuan untuk memahami (verstehen) mengapa tindakan sosial mempunyai arah dan akibat tertentu, sedangkan tiap tindakan mempunyai makna subjektif bagi pelakunya, maka ahli sosiologi yang hendak melakukan penafsiran bermakna, yang hendak memahami makna subjektif suatu tindakan sosial harus dapat membayangkan dirinya ditempat pelaku untuk dapat ikut menghayati pengalamannya.
Marx Weber mengklasifikasikan ada empat jenis tindakan sosial yang mempengaruhi sistem dan struktur sosial masyarakat ( Narwoko, 2008: 19 ). Keempat jenis tindakan sosial itu adalah :
1.      Rasionalitas Instrumental. Disini tindakan sosial yang dilakukan seseorang didasarkan atas pertimbangan dan pilihan sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan ketersediaan alat yang dipergunakan untuk mencapainya.
2.      Rasionalitas Orientasi Nilai. Dalam tindakan jenis ini adalah bahwa alat-alat yang ada hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yang sadar, sementara tujuan-tujuannya sudah ada didalam hubungannya dengan nilainilai individu yang bersifat absolut. Artinya, nilai itu merupakan nilai akhir bagi individu yang bersangkutan dan bersifat nonrasional, sehingga tidak memperhitungkan alternatif.
3.      Tindakan Tradisional. Dalam tindakan jenis ini, seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena kebiasaan yang diperoleh dari nenek moyang, tanpa refleksi yang sadar atau perencanaan.
4.      Tindakan Afektif. Tipe ini didominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perancanaan sadar. Tindakan afektif ini sifatnya spontan, tidak rasional, dan merupakan ekspresi emosional dari individu.
Marx Weber mengakui bahwa empat jenis tindakan sosial yang diutarakan adalah merupakan tipe ideal dan jarang bisa ditemukan dalam kenyataan. Akan tetapi, terlepas dari persoalan itu, apa yang hendak disampaikan Weber adalah bahwa tindakan sosial apa pun wujudnya hanya dapat dimengerti menurut arti subjektif dan pola-pola motivasional yang berkaitan dengan itu. Untuk mengetahui arti subjektif dan motivasi individu yang bertindak, yang diperlukan adalah kemampuan untuk berempati pada peranan orang lain.
Bagi Weber, dunia terwujud karena tindakan sosial. Manusia melakukan sesuatu karena mereka memutuskan untuk melakukannya dan ditujukan untuk mencapai apa yang mereka inginkan/kehendaki. Setelah memilih sasaran, mereka memperhitungkan keadaan, kemudian memilih tindakan. Perhatian Weber pada teori-teori tindakan berorientasi tujuan dan motivasi pelaku, tidak berarti bahwa ia hanya tertarik pada kelompok kecil, dalam hal ini interaksi spesifik antar individu.
Weber berpendapat bahwa bisa membandingkan struktur beberapa masyarakat dengan memahami alasan-alasan mengapa warga masyarakat tersebut bertindak, kejadian historis (masa lalu) yang mempengaruhi karakter mereka, dan memahami tindakan para pelakunya yang hidup dimasa kini, tetapi tidak mungkin menggeneralisasi semua masyarakat atau semua struktur sosial.

d.      Teori Aksi ( Action Theory )
Teori ini sepenuhnya mengikuti karya Weber. Dalam hal ini ada beberapa asumsi fundamental teori aksi yang dikemukakan oleh Hinkle dengan merujuk pada karya Mac Iver, Znanicki dan Parsons sebagai berikut:
1.      Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subyek dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai obyek.
2.      Sebagai subyek manusia bertindak atau berprilaku untuk mencapai tujuantujuan tertentu, tindakan manusia bukan tanpa tujuan.
3.      Dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik, prosedur, metode serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan tersebut.
4.      Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tak dapat diubah dengan sendirinya.
5.      Manusia memilih, menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan yang akan sedang, dan yang telah dilakukannya ( Ritzer, 2002: 46 ).
Teori Max Weber ini dikembangkan oleh Talcott Parsons yang menyatakan bahwa aksi/action itu bukan perilaku/behavour. Aksi merupakan tindakan mekanis terhadap suatu stimulus sedangkan perilaku adalah suatu proses mental yang aktif dan kreatif. Talcott Parsons beranggapan bahwa yang utama bukanlah tindakan individu melainkan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang menuntut dan mengatur perilaku itu. Kondisi objektif disatukan dengan komitmen kolektif terhadap suatu nilai akan mengembangkan suatu bentuk tindakan sosial tertentu.

Sebagian besar para sosiolog memusatkan perhatian mereka kepada persoalan makroskopik evolusi sosial. Meskipun mereka juga mendiskusikan tindakan aktif dan pandangan kreatif manusia, namun pandangan mereka cenderung melihat kehidupan bermasyarakat sebagai memberikan tekanan kekuasaan terhadap perilaku individu.