REVISI TERHADAP
TEORI PEMBANGUNAN FOUCAULTDIAN:
Sebuah upaya
mengembangkan teori Deliberatif
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Pendahuluan
Teori
pembangunan adalah serangkaian teori yang digunakan sebagai acuan cara untuk
membangun sebuah masyarakat. Ide tentang pentingnya perhatian terhadap teori
pembangunan pada awalnya muncul ketika keinginan dari negara-negara maju untuk
mengubah kondisi masyarakat dunia ketiga yang baru merdeka. Pada
perkembangannya teori pembangunan berkembang dan mempunyai beragam pendekatan
yang memberikan kritik satu dengan yang lain. Oleh para ahli, keberagaman
pendekatan ini diberi label teori pembanguna modernisasi, teori pembangunan
struktural, poststruktural, postdevelopment, poskolonial, feminisme, dan
sebagainnya.
Pada kesempatan ini saya akan
membahas dan mencoba melakukan kritik terhadap salah satu pendekatan teori
pembangunan, yaitu pendekatan poststruktural yang menggunakan pendekatan
Foucault, yang akan saya sebut dengan pendekatan Foucaultdian. Kritik ini bukan
berasal dari ketidaksetujuan saya terhadap ide kaum Foucaultdian, tetapi lebih
pada tawaran revisi terhadap ide-ide teori pembangunan Foucaultdian yang telah
ada. Adapun langkah yang akan saya lakukan dalam membahas ide ini adalah pertama, saya akan membahas tentang teori
poststrukturalis, kedua, ide-ide
Michel Foucault,ketiga, teori
pembangunan foauldian, dan keempat, terhadap
pendekatan foucault dan pada akhirnya saya menawarkan revisi dan teori
pembangunan alternatof.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Post
strukturalis
Pendekatan post-strukturalis berbeda dengan pendekatan yang berkembang pada abad pencerahan yang didominasi oleh cara berfikir yang positivistik yang memandang realitas sosial secara dualistik, yaitu secara subjek dan objek. Pendekatan post-strukturalis juga tidak memandang realitas dunia dari sisi kondisimaterial, tetapi memandang dari luar materi dan tidak memisahkan antara subjek dan objek[1].
Pendekatan
ini menekankan pada konstalasi kekuatan yang terdapat dalam proses-proses
pembentukan dan produksi makna dan bahasa. Lebih jauh lagi, dalam pendekatan ini bahasa yang muncul dalam bentuk
wacana tidak hanya dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar
pembicara. Bahasa sebagai representasi yang berperan pula dalam membentuk
jenis-jenis subyek tertentu, tema-tema wacana tertentu, dan maupun
strategi-strategi didalamnya. Dikatakan dalam pendekatan ini, wacana politik
merupakan “representasi” dalam dirinya sendiri, dan merupakan ruang bagi
digelarnya kuasa tertentu yang mengkonstruksi realitas sosial. Jadi dalam
pendekatan ini realitas sosial bukan lah sesuatu yang muncul dengan sendirinya
karena keinginan sejarah, tetapi realitas muncul karena konstruksi sosial oleh
agen-agen kekuasaan dalam memproduksi wacana.
Pendekatan post-struktural juga sering dikatakan sebagai
pendekatan yang juga melanjutkan tema-tema struktural. Perbedaannya dengan pendekatan ini dengan pendekatan struktural Marxis, adalah pendekatan ini tidak hanya melihat dunia hanya pada faktor-faktor produksi ketika mengkritik kapitalisme, tetapi
juga juga melihat budaya yang sebagai faktor penting yang menciptakan realitas
politik yang diciptakan oleh modernisasi[2].
Analisis pendekatan ini terhadap budaya berbeda dengan pendekatan modernisasi,
bahkan mengkritik pendekatan modernisasi. Kritiknya adalah pendekatan
modernisasi memandang budaya hadir di dalam masyarakat mempunyai tahap-tahap
yang linear seiring dengan perkambangan ekonomi masyarakat tersebut, sedang
pendekatan ini poststrukturalis memandang budaya tidak dapat dilepaskan dari
wacana yang hadir, dimana wacana tersebut diproduksi dari hubungan antar
pengetahuan dan kekuasaan[3].
Dengan demikian, pendekatan post-strukturalis memandang wacana yang melahirkan
budaya adalah produk dari hubungan pengetahuan dan kekuasaan. Analisis dalam
pendekatan ini lebih luas dari struktural, yang hanya melakukan analsisis
hubungan struktur yang hadir di dalam masyarakat, tetapi hubungan yang berada
diluar struktur, seperti wacana dan praktis.
3. Ide-ide
Michel Foucault
Ide foucault dapat digolongkan sebagai ide post-strukturalis karena ide Foucault memandang realitas dunia sebagai sebuah realitas yang diciptakan kekuasaan yang melakukan produksi maupun reproduksi pengetahuan yang menghasilkan wacana, dan dapat mengkonstruksi realitas sosial. Menurut foucault, pengetahuan tidak berada di luar kekuasan. Baginya, kekuasaan lah yang menentukan pengetahuan dalam arti yang bekerja menetapkan mekanisme dan patokan yang memungkinkan untuk membedakan proposisi benar atau salah; menetapkan teknik dan prosedur dalam mencapai kebenaran di atas; menetapkan status bagi mereka yang ditugasi untuk mengatakan hal-hal yang dianggap benar. Kekuasan menurut foucault tidak berada pada tempat yang sempit, baginya kekuasaan bukan hanya kekuasaan negara, tetapi kekuasaan yang menjamin ”normalitas, ”regulalitas”, ”familiaritas”. Negara memang penting, namun kekuasaan untuk menjamin normalitas adalah lebih sekedar dari kekuasaan negara. Pertama, negara tidak mencakup semua kekuasaan yang aktual. Negara, bisa beroperasi secara efektif berdasarkan relasi kekuasaan yang sudah ada, seperti dalam hubungan gender, keluarga, teknologi bahkan tubuh dan seksualitas. Foucault memberikan kritik yang tajam terhadap pengetahuan modern.
Pengetahuan yang berakar
pada ide yang berkembang pada masa renaisance, yang ingin mendorong
munculnya peradababan baru dengan berbasiskan pada rasionalitas dan empiris.
Tokoh utama yang berpengaruh pada abad ini adalah Rene Descartes yang
menyampaikan filsafat rasionalisme dan Francois Bacon dengan ide empirisme
pengetahuan yang berakar pada ide yang berkembang pada masa renaisance,
yang ingin mendorong munculnya peradababan baru dengan berbasiskan pada
rasionalitas dan empiris. Tokoh utama yang berpengaruh pada abad ini adalah
Rene Descartes yang menyampaikan filsafat rasionalisme dan Francois Bacon
dengan ide empirisme. Menurutnya pengetahuan moderen telah menciptakan
kebenaran melalui produksi pengetahuan ilmiah yang disebarkan melalui
institusiinstitusi seperti Universitas, angkatan bersenjata, dan media.
Penciptaannya ini tidak dapat dilepaskan dari hasrat kekuasaan untuk melakukan
kontrol. Selanjutnya Ia menyampaikan bahwa politik ekonomi kebenaran diproduksi
kekuasaan melalui pengetahuan:
Kebenaran berpusat pada bentuk diskursus ilmiah dan instiusi yang
memproduksinya. Ia adalah subjek bagi rangkaian konstan ekonomi dan politik
(kebutuhan akan kebenaran sama banyaknya dengan produksi ekonomi atau kekuasaan
politik); ia adalah objek difusi besar-besaran dan konsumsi besarbesaran (yang
beredar melalui perangkat pendidikan dan
informasi yang meluas secara relatif dalam lembaga sosial, tanpa ada batas yang
tegas); Ia diprodusi dan ditransmisikan dibawah aparatur sentral dan
dominan-kalau tidak eksklusif-dari segelintir aparatur besar dan ekonomi
(universitas, angkatan bersenjata, tulisan media); dan terakhir ia adalah
masalah dari keseluruhan debat politik dan konfrontasi sosial (Perjuangan
ideologis)[4].
Dengan demikian Foucault telah merelatifkan semua yang selama ini
dianggap sebagai kebenaran mutlak. Menurutnya kebenaran itu adalah produk dari
pengetahuan modern, yang ditampilkan dalam bentuk pengetahuan ilmiah. Dengan
pengetahuan ilmiah yang demikian, maka pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki
oleh masyarakat yang dianggap tidak modern dapat ditundukkan, dengan demikian, kekuasaan
yang mereproduksi pongetahuan modern akan dengan mudah mengontrol pengetahuan
yang dimilki oleh masyarakat lokal.
Foucault mengenalkan dua metode untuk membongkar cara kekuasaan
menciptakan kebenaran, yang disebutnya dengan arkeologi dan geneologi. Arkeologi
adalah metode yang digunakan oleh Foucault untuk menemukan kondisikondisi dasar
yang menyebabkan sebuah diskursus tercipta. Dengan metode ini Foucault ingin
menemukan pengetahuan tertindas oleh pengetahuan yang dominan. Menurutnya
metode arkeologi mengkaji praktek-praktek wacana dan bukan pada subjek yang
mengetahuinya serta bukan seperti pada pendekatan fenomenologis yang membahas
tentang kesadaran transendental. Tidak seperti sejarah ide, arkeologi
berkehendak mengetahui dan menyelidiki perubahan-perubahan keputusan,
diskontinuitas dan redistribusi tiba-tiba yang menciptakan sejarah diskursus.[5]
Metode genelogi terlahir dari pendapat Foucault bahwa pengetahuan
tidak berada di luar kekuasan. Baginya, kekuasaanlah yang menentukan
pengetahuan dalam arti yang bekerja menetapkan mekanisme dan patokan yang
memungkinkan untuk membedakan proposisi benar atau salah; menetapkan teknik dan
prosedur dalam mencapai kebenaran atas; menetapkan status bagi mereka yang
ditugasi untuk mengatakan hal yang dianggap benar[6].
4. Teori
pembangunan Foucaultdian
Ide
foucault yang melakukan kritik terhadap wacana modernisme dengan pendekatan
post-struktural melalui pembongkaran hubungan antara ilmu pengetahuan dan
kekuasaan digunakan oleh Arturo Escobar dan Mansur Faqih untuk membongkar
hubungan antara pengetahuan dan kekuasaan dibalik wacana teori pembangunan
sebelumnya, yaitu teori–teori modernisasi yang hadir didunia ketiga semasa
perang dingin dalam bentuk wacana developmentalisme[7].
Pendekatan ini telah melahirkan teori pembangunan baru, yang melihat
pembangunan bukan pesoalan kebijakan, tetapi juga sebagai masalah wacana yang
dapat kita sebut dengan teori pembangunan poststruktural[8].
Kemunculan teori pembanguan
postruktural tidak dapat dilepaskan dari kritik terhadap teori pembanguan yang
berakar dari abad pencerahan, yang mereka anggap telah gagal menyelesaikan
masalah masyarakat dunia ketiga. Mereka beranggapan teori pembangunan dengan
paradigma modernisasi terlalu eksistensialis, ahistoris, dan ideologis. Akibat ketiga
hal tersebut teori pembangunan tidak berakar pada masyarakat yang dibangun.
Arturo escobar dan Mansur faqih berpendapat teori pembangunan yang
hadir adalah sebuah wacana yang tidak dapat dilepaskan hubungannya dengan
kekuasaan. Oleh karena itu mereka berusaha mendekonstruksi wacana pembangunan
yang memdominasi masyarakat dunia ketiga.
Meskipun lebih memfokuskan kritik terhadap wacana
developmentalisme, sebenarnya kritik pengikut foucault ini juga mencakup dua
teori pembangunan yang menjadi arus
besar yaitu, teori pembangunan modernisasi dan teori depedensi/ketergantungan
yang menggunakan teori strukturalis marxis. Hal ini karena kritik teori ini
menunjuk cara berfikir era pencerahan yang terlalu menggunakan ukuran yang
universal untuk melihat perkembangan masyarakat yaitu ukuran yang universal
untuk melihat perkembangan masyarakat yaitu ukuran masyarakat modern dalam hal
ini masyarakat barat untuk mengukur kemajuan semua masyarakat didunia.
Perbedaan kedua teori ini hanyalah pada cara melihat masalah dan strategi untuk
mencapai masyarakat modern. Kalau teori pembangunan modernisme melihat faktor
utama penyebab kemiskinan adalah faktor internal, seperti mental untuk mengejar
kemajuan, modal, dan masalah ketrampilan. Oleh karenanya harus ada upaya
mengubah kondisi internal tersebut seperti pengalaman masyarakat barat. Maka
teori ketergantungan lebih memfokuskan pada faktor eksternal, yaitu struktural
ekonomi politik global yang bersifat timpang, oleh karenanya harus ada
perubahan terhadap struktur politik dan ekonomi dunia.
Dalam rangka mendekontruksi wacana pembangunan dan memahami
hubungan kekuasaan dibalik develovmentalism,
maka mereka menelusuri iklim geopolitik saat wacana tersebut muncul. Menurut
mereka kemunculan wacana ini sangat erat dengan perubatan pengaruh antara dua
negara super power yaitu Amerika Serikat dan Unie soviet. Gagasan
ini muncul sebagai strategi politik Amerika dan Uni soviet. Gagasan ini muncul
sebaga bagia strategi politik amerika serikat untuk memperluas pengaruh politik
amerika serikat terhadap negara-negara maju.
Dengan demikian pendekatan arkeologi keduanya menelusuri proses
kekuasaan dan produksi pengetahuan yang melatari kemunculan wacana developmentalisme. Menurut mereka wacana
ini dimulai sejak tahun 1940-an, khususnya pada tanggal 20 januari 1949, yakni
saat presiden amerika serikat Hary S Trunab mengumumkan kebijakan
pemerintahnya. Menurut Trunab seluruh dunia seharusnya mendapatkan “Fais democratic deal” melalui
intervensi amerika serikat untuk mengatasi masalah kemiskinan global. Setelah
pitado ini istilah develoment dan lawannya ”undedevelopment” resmu menjdai bahasa dan doktrin kebijakan
politik luar negeri amerika serikat [9].
Adapun hasil penelusuran terhadp proses penyebaran discources developmentalisme digambarkan
oleh Escobar (1990). Adapun strategi utama pengarahan development, menurut escobar dilakukan melalui :
1. Pengkombinasian
problem secara progresif sebagai ketidaknormalan
untuk di perlakukan dengan intervensi spesifik. Hal ini menghasilkan “bidan
intervensi kekuasaan”.
2. Profesionalisasi development,
penyeleksian oleh para ahli mengenai hal-hal yang sebenarnya bisa menjadi masalah
politik kedalam terminologi “scientific” netral, bertujuan menjadi rejim
kebenaran dan norma, atau “bidang kontrol pengetahuan”.
3. Institusionalisasi development,
formasi jaringan situs kekuasaan/pengetahuan yang mengikat orang untuk
berperilaku dan rasionalisasi tertentu.
Menurut
kaum post-strukturalis wacana dapat menciptakan impian dan kemudian
dilaksanakan. Oleh karena itulah, wacana decelopmentalisme
diproduksi oleh para pakar ilmu sosial amerika serikat pada tahun 1950-an
dan 1960-an untuk memberikan impian kepada masyarakat dunia ketiga tentang masa
depan yang lebih baik yang jauh dari
kemisikinan dengan ukuran dan pengalaman masyarakat barat. Untuk menciptakan
impian tersebut, maka para pakar yang berfilisasi pada the center for international studies di Massachusetts Institute of
Technology (MIT) amerika serikat inilah yang membantu mengembangkan discourse akadaemik mengenai development. Salah satu hasil penting
dari studi mereka adalah gagasan development
dan modernisasi. Dalam pandangan ini development
sebagai sebuah evolusi perjalanan dari masyarakat tradisional menuju
masyarakat modern. Ide ini dapat di
temukan dalam teori pertumbuhan yang sangat terkenal yakni pada skema lima
tahap pertumbuhan W.W. Rostow. Asumsinya adalah semua masyarakat termasuk
masyarakat barat pernah mengalami “tradisional” dan akhirnya menjadi “modern”.
Sikap manusia tradisional dianggap masalah. Rostow memfokuskan perlunya elite
wirawasta yang menjadi motor proses tersebut. Berdasarkan tafsir McClelland
atas Max Weber, bahwa etika protestan manjadi pendorong pertumbuhan ekonomi di
barat. Apa yang disebut dengan rahasia Weber tentang etika protestan menurutnya
adalah “the need for achievement”(N-anch).
Alasannya penyebabnya negara dunia ketiga terbelakang adalah karena rendahnya “need for achoecment” tersebut. Sekali
lagi disini adalah sikap dan budaya manusia yang dianggap sumber masalah. Dan
prototip dari The achieving society adalah masyarakat kapitalis[10].
Ketika wacana ini telah menjadi
bagian dari kebijakan politik luar ngeri amerika serikat, maka kekuatan
pengaruh politik amerika serikat yang besar berhasil membuat Gagasan Developmentalisme menjadi gagasan
massif. Selain menjadi doktrin politik bantuan luar negeri amerika serikat yang
dilaksanakan oleh USAID, Dokrin ini juga dianut baik pada pemerintahan dunia
ketiga maupun LSM, lembaga-lembaga pendidikan di barat juga serempat menjadi
wacana kajian sebagai dagangan baru. Pada masa itu Hampir setiap universitas
membuat kajian baru yang dikenal dengan “developmental
studies”. Melalui developmental
studies ini, proses penyerapan kapitalisme di pejuru dunia dipecerpat,
yakni melalui teknokrat, intelektual LSM, pemimpin dunia ketiga dimana mereka
menjadi sasaran utama program tersebut.
Dijelaskan bahwa proses yang mereka
tempu melalui penciptaan netwoek
kelembagaan (seperti lembaga dana internasional, universitas, lembaga riset,
badan perencaan pembangunan nasional), dengan maksut agar aparat
Developmentalisme kemudian berfungsi. Dan begiu aparat Developmentalisme
terkonsoldasi, mereka menentuka apa yang dibicarakan, dipikirkan, dan
diidamkan. Pendek kata diarahkan menuju arah developmentalisme dan modernisasi[11].
Selain didukung oleh amerika
serikat, penyebaran developmentalisme juga didukung oleh lembaga internasional
seperti Bank Dunia (World Bank), IMF,
Hayter (1985) mencatat bahwa konsistensi secara ideologi dari Bank Dunia
terhadap ideologi development (Hayter
1985 : 111). “Development aid” sering
dikembangkan dalam rangka menjamin status qou. Mereka mengikat negara
berkembang pada ekonomi kaya. Bagian terbesar dari pada yang disebut dengan ‘aid’ biasanya dikelola oleh pemerintah
dunia ketiga untuk menjalani ‘loasns’
Bank Dunia. Sebagian yang dijatahkan oleh pemberi bantuan dalam rangka
melicinka ekspor serta mendukung kepentingan bisnis mereka sendiri yang mereka
tanamkan kedunia ketiga[12].
Dari uraian diatas jelaslas bahwa
pendekatan post-strukturalisme dalam teori pembangunan pembangunan berpendapat
bahwa wacana development bukanlah
wacana yang netral. Dibalik wacana tersebut terkadang nafsu negara-negara maju
untuk mengontrol dan menguasai politik dan ekonomi negaradunia ketiga. Melalui discourse developmentalis, dunia pertama
menetapkan kontrol terhadap negara dunia ketiga, dimana dunia ketiga
pertama-tama diberi label “kekurangan” dan berada dalam kondisi keterbelakagan,
untuk dunia ketiga perlu belajar mengikuti jalan yang pernah ditemuh masyarakat
barat.
Dengan berhasil melakukan hegemoni
wacana terhadap masyarakat dunia ketiga, maka Developmentalisme akhirnya berhasi melakukan penunggalan impian dan
tujuan pembangunan masyarakat dunia ketiga, serta cara untuk mencapainya.
Dengan demikian ide ini tidak memberikan ruang bagi pengetahuan lain di luar
pengetahuan yang mendukung developmentalisme
untuk tumbuh dan berkembang. Hal ini tentu saja menindas dan bahkan mematikan
pengetahuan yang berbeda dengan teori-teori modernisasi seperti pengetahuan
lokal, misalnya cara pertanian tradisional, kelembagaan sosial yang dimiliki
masyarakat tradisional, pendidikan tradisional seperti pesantren. Singkat kata
kaum developmentalis berpendapat pengetahuan lokal, tradisional dan pengetahuan
lain diluar pengetahuan moderen adalah pengetahuan yang menghambat masyarakat
menuju kemajuan. Oleh karena itu pengetahuan tersebut harus diubah dan
digantikan dengan pengetahuan moderen.[13]
Pada akhirnya developmentalisme tidaklah membuat masyarakat dunia ketiga pada
kondisi yang lebih baik. Penindasan terhadap pengetahuan lokal telah mematikan
pengetahuan lokal yang telah tumbuh dan berkembang didalam masyarakat.
Akibatnya teori-teori pembangunan moderisasi tidak mempunyai akar yang kuat
didalam masyarakat duina ketiga. Teori ini juga membuat masyarakat dunia ketiga
mempunyai ketergantungan terhadap produk dan modal dari negara maju, sebab
ukuran pembangunan mereka mengikuti
kriteria dan cara yang telah ditentukan oleh masyarakat barat,
akibatnya negara ketiga semakin berada
dalam kontrol negara barat.
Dengan membongkar kepentingan
negara-negara barat yang telah menciptakan sebuah ukuran yan universal dalam
membangun masyarakat, maka teori pembangunan post-struktural Foucaultdiab ingun
memberikan tawaran-tawaran berbeda dengan pengetahuan developmentalisme dalam
menciptakan ukuran kemajuan sebuah masyarakat. Menurut mereka ukuran kemajuan
masyarakat harus diukur dan dibangun berdasarkan kriteria dan pengetahuan yang
tumbuh dan berkembang didalam masyarakat itu sendiri. Sedang kan cara yang
untuk mencapai tujuan tersebut tidak dilakukan dengan cara yang tunggal.
Dasar keyakinan kaum posstruktural
adalah pengetahuan lokal atau pengetahuan sebuah komunitas adalah pengetahuan
yang mempunyai akar kuat didalam masyakarat, karena dibangun dari pengalaman
hidup masyarakat itu sendiri. Salah satu contoh upaya yang ditujukan oleh
penganut Foucaultdian adalah dalam dunia pertanian. Mereka membuktikan
penerapan pengetahuan ilmiah moderen, yang menggunakan pupuk anorganic ternyata
tidak lebih baik dari pupuk yang diciptakan oleh petani tradisional. Bahkan
penggunaan pupuk anorganik ini malah teah merusak kesuburan tanah, menjadi
penyebab penyakit kanker dan membutuhkan modal yang tinggi.
Dalam mencapai tujuan tersebut
Mansur Faqih menawarkan konsep kemunculan intelektual organik dari Gramsci
sebagai cara membangun dan menumbuhkan pengetahuan lokal yang telah ditindas
oleh pengetahuan moderen. Menurutnya intelektual organic adalah intelektual
yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat yang mengangkat dan melakukan
tranformasi di dalam masyarakat guna mengangkat dan mengembangkan pengetahua
lokal. Dalam melakukakn tugasnya para intelektual organis berperan guna
melakukan counter hegemoni, terhadap wacana yang dominan, dalam hal ini
developmetalisme.
Dengan
demikian para penganut foucault memimpikan munculnya sebuah konstruksi sosial
yang tidak seragam didunia. Dimana dalam keadaan ini mereka menginginkan
masayarakat tumbuh dan berkembag berdasarkan pengetahuan yang mereka milliki
sendiri, bukan berdasarkan kriteria yang dibangun oleh barat. Untuk itu mereka
menginginkan konstruksi dunia yang telah di bangun oleh negara-negara barat
melalui wacana developmentalisme didekontruksi.
5.
Revisi
terhadap teori pebangunan Foucaultdian
Dari uraian diatas dijelaskan para teori pembanguna yang mengikuti
Foucault melakukan kritik tajam terhadap wacana teori pembangunan yang di
anggap oleh mereka diciptakan oleh kekiasaan untuk meraih kontrol ploitik dan
ekonomi. Para Foucaultdian ini juga menginginkan adanya dekonstruksi terhadap
wacana pembangunan yang dianggap telah mengkontriksi realitas sosial.
Sebagiamana saya jelaskan diatas bahwa tulisan ini dibuat untuk melakukan
revisi terhadap teori pembangunan Foucaultdian yang berkembang. Maka bagian ini
adalah bagian yang dibuat unuk memenuhi tujuan tersebut. Tetapi sebelum saya
mealukan kritik terhadap teori pembangunan Foucaultdian, bagian ini saya awali
dengan kritik dari John Dryzek terhadap ide-ide Foucault.
Dryzek menyepakati bahwa antara pengetahuan dan kekuasaan
mempunyai kaitan yang erat. Namun ia tidak sependapat dengan foucaultdian yang
berpendapat bahwa pertama, aktor yang
menjadi subjek terbesar wacana bersikap pasif dan tidak membuat penilaian dan
pemilihan komparatif terhadapa wacana bersikap berbeda. Kedua, Dryzek juga tidak sependapat bahwa ada kekuasaan
mengkontruksi pengetahuan berkuasa secara tunggal dalam ruang dan waktu apapun.
Menurutnya, dalam realitas politik banyak wacana yang diproduksi dan
direproduksi kekuasaan oleh aktor. Berikut pendapat Dryek :
Faucaltdian komit pada ide
bahwa invidu adalah merupaka subjek tersebar dalam wacana dimana merema begerak
dan jarak berbalik dan membuat penilaian dan pemilihan komparatif antar wacana
yang berbeda. Ini seharusnya menjadi fakta/dasar ketidaksetujuan saya. Wacana
memang powerful, namun waana bukannya tidak dapat dimasuki/impenetrable.
Foucaltdian juga sering melukiskan wacana dalam istilah yang hegemonik, yang
berarti bahwa wacana tunggal secara tipikal dominan dalam ruang dan waktu
apapun, mengkondisikan tidak hanya dalam istilah kesepakatan namun juga
perselisihan.[14]
Drzek mengambil contoh penolakan terhadap Hegemoni wacana tunggal
dalam wacana lingkungan hidup. Menurutnya pada perkembangan hegemoni wacana
indutrialisme mulai terpecah sejak tahun 1960-an. Sejak masa itu wacana
lingkungan hidup dapat berkembang dan mempengaruhi wacana industrialusme. Wacana
ini kemudian masing-masing dapat saling berkompetisi, tetapi juga dapat saling
melengkapi. Bertikut pendapat Drzyzet :
........ Kebalikannya, saya
percaya bahwa kebergaman seperti halnya hegemoni. Arena enviromental
mengungkapkan bahwa sepanjang wacana industrialime yang sungguh menghehemoni,
“lingkungan” sulit dikonsepkan sebelum 1960. Namun hegemoni akhirnya mulai
terpecah, memudahkan wacana environmental dapat diobsercasi sekarang. Ketika
paham enviromental total melakukan tantangan terhadap wacana industrialisasi,
hal ini bukan merupakan sebuah kesatuan counter wacana terhadapa
industrualisme. Malahan, enviromentalisme disusun oeleh berbagai macam wacana
yang terkadang saling melengkapi, tetapi terkadang juga sering berkompetisi.[15]
Dari pendapat Dryzek ini, saya ingin mencoba mengunakannya untuk
melakukan revisi terhadap teori pembangunan Faucaultdian dan juga dapat melihat
sebuah jalan baru guna menata masyarakat baru. Saya mengatakan sebagai sebuah
revisi, karena Dryzek sebenarnya tetap berada dalam kerangka Foucaultdian,
yaitu sependapat bahwa wacana diproduksi oleh pengetahuan dan hubungan
kekuasaan. Perbdeaannya adalah menurutnya wacana tidak tunggal, dan bisa muncul
dan berkembang karena kemampuan manusia melakukan refleksi dari tindakan yang
dilakukannya.
Menurut saya, pandangan Dryzek ini lebih melihat manusia sebagai
makhluk yang mempunyai kapasitas untuk merefleksi. Misalny, meskipun masyarakat
secara permukaan tunduk pada pengetahuan
modern, tetapi sebenarnya ia mampu melakukan tefleksi dan melakukan
pembandingan. Menurut saya, saya pendapat ini telah juga dibuktikan oleh James
Scott, yang menemukan perlawanan diam dari aktor-aktor yang ditindas oleh
kekuasaan[16].
Selain itu kekuasaan dan pengetahuan modern juga mempunyai kemampuan refleksi
melihat realitas yang diciptakannya. Dengan demikian, teori-teori wacana
pembangunan tidak dapat dinilai secara hitap putih seperti yang dibayangkan
oleh Foucaultdian sebelumnya. Teori pembangunan baru dapat dilahirkan melalui
wacana-wacana yang saling mendukung antar pengetahuan yang ada.
Dengan demikian kekuasaan yang dikontrol dan yang juga mengontrol
sama-sama mampu melakukan refleksi. Maka hasul refleksi tersebut akan
melahirkan pengetahuan baru dan akhirnya membentuk wacana baru. Pengetahuan
baru dan pengetahuan lama tersebut dapat saling berhimpit, yang dapat saling
mendukung bila kekuasaan yang memproduksi mempunyai kepentingan yang sama
tetapi dapat juga menidakan bila kekuasaan yang ada di balik pengetahuan
tersebut mempunyai kepentingan yang saling bertentangan. Contohnya modernisasi
dan industrialisasi secara besar-besaran yang dilakukan selama tiga abad
terakhir ini telah melahirkan kerusakan ekologi. Kemudian kaum modernisasi
melihat bahwa modernisasi yang melakukan telah membawa manusia hidup dalam resiko
tinggi dan juga mengancam keberlangsungan industri, maka mereka berefleksi dan
mengembangkan ide modernsasi ekolgi.
Selain menggunakan pendekatan Dryzek, kritik lain yang dapat kita
berkan terhadap pendekatan Foucaultdian lama adalah pendekatan yang membongkar
pengetahuan modernis dan mengajak kembali membangun institusi lokal adalah
pendekatan yang utopis bila hal tersebut dilakukan secara keseluruhan. Sebab,
saat ini pengetahuan modernisme sudah menancapkan akar tajam dalam setiap
kehidupan manusia modern. Konsep dan institusi nation state, berserta aparat dan perangkatnya, termasuk juga
konsep pasar adalah sebuah produk dari pengetahuan moderen yang sudah sangat
kokoh dan sulit untuk diganggugugat. Yang dapat dilakukan adalah penataan
kembalu dalam bentuk sektoral, tetapi tidak keseluruhan.
Jadi posisi teori pembangunan Foucaultdian lama adalah sebuah
teori yang hanya bisa berada pada posisi mengkritik dampak dari modernisme dan alternatif yang diberikan adalah sebuah
alternatif yang utopis. Walaupun demikian, menurut saya kritik ini telah mampu
membuat pengikut teori modernisme melakukan refleksi. Hasil refleksi ini dapat
kita lihat dari ide-ide modernisme yang telah mampu mengakomodasi isu-isu
gender, ekologi, dan masyarakat lokal. Ide-ide muncul dalam bentuk pembangunan
berperspektif gender, pemangunan berkelanjutan dan pembangunan yang
berperspektif hak-hak masyarakat adat[17].
6.
Jalan
dan problem menuju teori pembangunan deliberatif
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan pendekatan teori pembangunan Faucaltdian adalah
pendekatan yang mampu melakukan kritik mendasar dan membongkar kepentingan
kekuasaan yang berada dibalik wacana developmentalisme. Pendekatan ini menolak
penunggalan dan kriteria kemajuan yang telah ditetapkan oleh teori pembangunan
modernisasi. Bagi pendekatan ini setiap masyarakat atau komunitas mempunyai
ukuran dan kriteria sendiri tentang kemajuan. Ukuran dan kriteria dari
masing-masing masyarakat atau komunitas tersebut harus dikembangkan dan
dijadikan kriteria kemajuan. Penunggalam wacana pembangunan yang dikembangkan
teori pembangunan modernisasi hanyalah alat dari kekuatan negara-negara
kapitalis untuk melakukan kontrol terhadap masyarakat dunia ketiga.
Kritik terhadap pendekatan
Foucaultdian adalah pendekatan ini terlalu melihat dunias secara hitam putih,
dengan melihat ada wacana besar disebabkan oleh kekuasaan negara kapitalis,
terapi tidak melihat realitas bahwa ada beragam wacana yang hadir di dunia,
hasil dari kemampuan manusia merefleksikan semua tindakan yang dilakukannya, baik
kekuasaaan yang mendominasi, maupun yang didominasi. Selain itu pendekatan ini
juga pendekatan yang utopis, sebab tawaran pendekatan yang menolak semua
intitusi modern adalah pendekatan yang tidak realistis.
Oleh karena itu, pendekatan teori
pembangunan yang dikembangkan oleh para pengikut Foucault perlu direvisi. Ilmu
pengetahuan dan kekuasaan memang dua hal yang sering terkait dalam proses
penciptaan wacana. Namun, yang perlu diperhatikan adalah wacana akan selalu
berkembang dan beragam. Sebab, manusia adalah makhluk yang selalu melakukan
refleksi.
Fakta kemampuan refleksi manusia
dapat dilihat dari kritik ide-ide foucaultdian yang telah berhasil membuat
manusia melakukan refleksi. Ide-ide ini telah memicu dialog dan berhasil
memunculkan wacana-wacana baru. Bahkan sekarang wacana ini telah diakomodasi
oleh PBB dan menjadi topik utama dalam kovensi-konvensi PBB, bahkan pemimpin
negara-negara didunia telah mengkonstruksi sebuah tujuan pembangunan bersama
yang mengakomodasi keduanya dalam program yang disebut Millenim Development Goals (MDGs).
Dengan fakta-fakta tersebut saya
mengajukan teori pembangunan deliberatif yang berasal dari teori deliberatif
demokrasi yang berakar dari ide Jurgen Habermas tentang masyarakat komunikatif
sebagai sebuah tawaran alternatif baru[18]. Pendapat Habermas tentang perlunya ruang
publik sebagai sebuah arena untuk berdialog dan menegosiasikan kepentingan
adalah sebuah tawaran yang tepat untuk mengkonstruksi pembangunan yang
partisipatif dan mempunyai akar yang kuat di dalam masyarakat. Arena dan ruang
dialog tersebut harus hadir dalam kesetaraan dan tidak hanya dalam lingkup
lokal atau pun nasional tetapi harus juga mencakup masyarakat global. Hal ini
diperlukan untuk mengkonstruksi teori pembangunan komunitas dengan pengetahuan
dan kekuasaan modern. Meskipun demikian dalam membangun dialog analisis kunci
Foucault tidak dapat dilepaskan. Sebab, dalm ruang dialog tersebut tetap
terjadi dinamika antara kekuasaan dan pengetahuan masing-masing aktor untuk
melakukan kontrol.
Oleh karena itu uoaya mendorong
dialog tentu saja hadir tidak hanya dalam bentuk wacana, tetapi juga kesetaraan
dalam kekuasaan. Hal ini diperlukan agar dialog yang hadir tidak hanya dialog
permukaan, tetapi untuk mendorong munculnya arena dialog yang lebih luas.
Sekaligus kapasitas untuk mengawal dan melaksanaka hasik diakog.
Dalam hal ini kekuatan masyarakat
sipil global diperlukan untuk mendorong munculnya dialog tersebut. Namun, yang
terjadi persoalan adalah ide-ide hasil dialog saat ini tidak dapat berjalan
dengan lancar. Sebab, meskipun banyak negara telah mengadopsi ide-ide hasil
dialog yang dimediasi oleh PBB, ide tersebut lebih bajyak berhenti di konvensi,
sebab saat ini ada kekuatan lain, seperti intitusi perdagangan dunia (WTO),
yang juga mengembangan teori pembangunan neoliberal, sering menjadi penghambat
pelaksanaan ide-ide ini. Penyebabnya adalah karena WTO beranggapan ide-ide ini
adalah ide yang sering meghambat perdangan bebas, sebagaimana yang diinginkan
oleh wacana neoliberalisme.
Tidak terlaksana hasil dialog yang
diikuti oleh negara-negara didunia ini, tentu saja karena dialog hanya berhenti
di koncensi dan tidak ada kapasitas power
untuk mengeksekusinya. Oleh karena itu power
yang besar untuk mengeksekusi keputusan tersebut amat diperlukan. Menurut saya,
komunitas masyarakat sipil global, adalah aktor yang berpotensial guna
memperbesar power guna membuka ruang
dialog dan mengawal eksekusi hasil dialog tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Budi
Hardiman, Fransisco, Kritik ideologi
pertautan pengetahuan dan kepentingan, pustaka filsafat kanisius, Yogyakarta 1993.
Dryzek,
John. S., The politics of the earth: enviromental discourses, Oxford
University Press,1997
Escobar, Arturo, Encountering develompent The making and making of the third world, Princeton University press,Princeton new jersey 2005
Pieterse, Jean Nederveen, Development theory Decontruction/ Recontuction, Vistaar publication new delhi,2000.
Peet, Rhicard dan Hartwick Elaine, Theories of Development, The Guilford Press, 2003.
Ritzer
George, Teori sosial postmodern, Kreasi wacana 2003
Scott,
James C., Senjatanya Orang-orang Kalah: Bentuk Perlawanan sehari-hari Kaum
Tani, Terj. A.Rahman Zainudin, Sayogyo, Mien Joebhaar, (Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta. 2000).
Scott. James C., Perlawanan kaum tani, Yayasan Obor, Jakarta,1993 Shimogaki Kazuo, Kiri Islam; antara moderisme dan postmodernisme, telaah kritis atas pemikiran Hasan Hanafi, LKiS, 1994
[1] Kazuo Shimogki, Kiri Islam; antara moderisme dan
postmodernisme, telaah kritis atas pemikiran Hasan Hanafi, LKiS, 1994
[2] George
ritzer, Teori sosial postmodern, Kreasi wacana, Yogyakarta 2003
[3] ibid
[4]
M Foucault,
Power/Knowledge, ed. Colin Gordon (New York; Panthenon Books, 1980) hal 133,
dalam Kazuo
Shimogki,
Kiri Islam; antara moderisme dan postmodernisme, telaah kritis atas pemikiran
Hasan Hanafi, LKiS, 1994
[5] Peet ,richard and
hartwith elaine, theories of development , the guilford presss, 2003.
ritzer,George Teori sosial postmodern, Kreasi wacana 2003
[6] Ibid
[7]
Escobar,
arturo, Encontering develompent The making and making of the third
world,Princeton University press,Princeton new jersey 2005. Fakih, Mansour
Teologi kaum tertindas, Seri Dian II Tahun I, Spiritualitas Baru: Agama dan
Aspirasi Rakyat, Interfidei, 1994
[8]
Baca lebih
lanjut Piterse,jean nederveen, Development theory Decontruction/ Recontuction,
Vistaar publication new delhi,2000.
[9] ibit
[10] Ibit
[11] ibid
[12] Kruijer,1987;116 dalam ibid
[13] Mansour
Fakihh, Teologi kaum tertindas, Seri Diam II Tahun I, Spiritualisasi Baru:
Agaman Aspirasi Rakyat, Interfidei,1994
[14] Dryzek,john,S,
The politics of the earth enviromental discourses, Oxford University Press,
1997
[15] ibid
[17] Contohnya masyrakat
dunia sekarang telah mensepakati (millenium development goals) MDGs. Bahakn
Bank Dunia pun telah mengkampnyekan pentingnya kekuatan masyarakat dalam
pembangunan dengan mengangkat idu modal sosial.
[18]
Budi hardiman,
fransisco, Kritik ideologi pertautan pengethaun dan kepentingan, pusta filsafat
kanisius,Yogyakarta 1993.
0 comments:
Post a Comment