BAB I
PENDAHULUAN
A.
Pendahuluan
Sebagai negara demokrasi
terbesar di Asia, Indonesia menghadapi tantangan pemerintahan baik di pusat
maupun di daerah yang cukup besar yaitu seberapa jauh mereka mampu
mempraktikkan tata pemerintahan yang baik (good governance). Strategi
yang tepat dalam mewujudkan good governance ini adalah efektivitas
pemerintah dalam berkomunikasi dengan rakyatnya. Hal yang penting juga
dilakukan adalah komunikasi dalam pemerintahan itu sendiri dan antar lembaga
pemerintahan. Keberhasilan organisasi pemerintahan lebih banyak ditentukan oleh
keunggulan pemimpinnya. Keunggulan pemimpin ditentukan oleh keunggulannya dalam
berkomunikasi dengan seluruh anggota organisasi dan lingkungan tempat-tempat
dia berada. Karena itu komunikasi pemerintahan merupakan komponen pokok bagi
para pemimpin organisasi pemerintahan. Pembangunan yang diselenggarakan oleh
pemerintah pusat ataupun daerah akan dapat berhasil, jika pemerintah mampu
mengkomunikasikannya kepada rakyatnya. Komunikasi pemerintahan yang berbasis
kearifan lokal yaitu komunikasi pemerintahan yang berlandaskan kepada pandangan
hidup dan berbagai aktivitas yang dilakukan masyarakat lokal dalam menjawab
berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dengan kata lain, kearifan
lokal merupakan sesuatu yang berkaitan secara spesifik dengan budaya lokal.
Organisasi pemerintah daerah saat ini telah mengalami perubahan
yang sangat besar. Pasca reformasi lahirlah Undang-Undang N0. 22 Tahun 1999
tentang pemerintahan daerah. Reformasi terus bergulir, pemberian otonomi luas,
lebih diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan melalui peningkatan
pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya
saing daerah. Tuntutan reformasi seperti ini, tidak bisa lagi dipenuhi oleh
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, sehingga pada tanggal 15 Oktober 2004
diundangkan sebuah undang-undang baru yaitu Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
tentang pemerintahan daerah.
Reformasi politik di Indonesia yang menimbulkan serangkaian
perubahan di bidang politik, sosial budaya dan ekonomi tidak saja berdampak
pada tataran nasional, tetapi juga pada tataran lokal. Sebagai konsekuensi dari
reformasi politik maka perubahan format politik dan sistem pemerintahan, telah
ditindaklanjuti dengan perubahan peraturan perundang-undangan yang mengatur
susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD dalam hal pengisian pemimpin
daerah. Dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah (UU RI No. 32 tahun
2004), pemimpin daerah yang dikenal dengan nama kepala daerah, memegang peran
yang penting dalam rangka pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan,
pemerataan, kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian diperlukan figur kepala
daerah yang inovatif, punya wawasan luas, dan mempunyai kesiapan untuk
melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Sebagai konsekuensi dari gerakan
demokrasi, kepala daerah dipilih secara langsung oleh masyarakat.
Hal ini merupakan wujud
dari bentuk pengisian pejabat publik oleh masyarakat sehingga diharapkan
pertanggungjawabannya kepada masyarakat menjadi lebih konkrit. Pemilihan kepala
daerah yang dilakukan secara langsung juga sebagai bagian dari desentralisasi;
membangun struktur politik lokal mejadi lebih demokratis, membentuk birokrasi
lokal yang efektif, efisien, setara, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
yang lebih baik. Kepala daerah merupakan kepala pemerintah daerah yang dipilih
secara demokratis. Menurut UU RI No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
pemerintah daerah diartikan sebagai Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Kepala daerah adalah
jabatan strategis dan memiliki posisi sentral terhadap eksistensi sebuah
daerah. Secara formal berdasarkan pasal 25 dan 27 UU RI No. 32 tahun 2004,
kepala daerah mempunyai tugas, wewenang, dan kewajiban yang meliputi:
1. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan
yang ditetapkan bersama DPRD.
2. Mengajukan rancangan Perda.
3. Menetapkan Perda yang telah mendapatkan persetujuan bersama DPRD.
4. Menyusun dan mengajukan
rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama.
5. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah.
6. Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat
menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan
perundangundangan dan
7. Melaksanakan tugas dan
wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, kepala daerah mempunyai
kewajiban yang meliputi:
a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Meningkatkan kesejahteraan rakyat.
c. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat.
d. Melaksanakan kehidupan demokrasi.
e. Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan.
f. Menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
g. Memajukan dan mengembangkan daya saing daerah.
h. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik.
i.
Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan
pengelolaan keuangan daerah.
j.
Menjalin hubungan kerja dengan seluruh
instansi vertikal di daerah dan semua perangkat daerah.
k. Menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan daerah
di hadapan rapat paripurna DPRD.
Selain mempunyai kewajiban
seperti yang dimaksudkan diatas, menurut pasal 27 ayat 2, UU RI No. 32 tahun
2004, kepala daerah mempunyai kewajiban juga untuk memberikan laporan
penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah, dan memberikan laporan
keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan
penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat. Dalam UU itu, terlihat
jelas bahwa kepala daerah dalam tugas, wewenang, dan kewajibannya, memerlukan
komunikasi dengan DPRD, Instansi vertikal, aparat penerintah daerah dan dengan
masyarakatnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, memelihara
ketenteraman dan ketertiban masyarakat, melaksanakan kehidupan demokrasi dalam
artian, kepala daerah mempunyai kewajiban menyerap aspirasi, meningkatkan
partisipasi serta menindaklanjuti pengaduan masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kepemimpinan
Dalam komunikasi
organisasi, kajian tentang kepemimpinan seringkali dibahas. Kepemimpinan
mengacu pada perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang atau lebih individu dalam
kelompok yang membantu kelompok mencapai tujuannya. Dalam bidang kepemimpinan,
pemimpin daerah memiliki political leadership yang menyangkut seluruh
aspek kehidupan masyarakat dalam suatu wilayah. Pemimpin yang baik diperoleh
dari proses yang panjang, tidak muncul secara tibatiba. Kepemimpinan merupakan
kemampuan mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh
pemimpin secara sukarela. Seorang kepala daerah yang mempunyai kapasitas
sebagai pejabat politik dan pemimpin pemerintahan di daerahnya, haruslah
mempunyai kepemimpinan di bidang organisasi dan kepemimpinan di bidang sosial.
Di bidang organisasi, seorang kepala daerah mempunyai bawahan yang patuh pada
berbagai ikatan norma-norma organisasi formal. Di bidang sosial, seorang kepala
daerah memiliki kapasitas dan kualitas pribadi dalam menggerakkan bawahannya.
Dalam hal ini aspek sosial
danpolitik lebih dominan daripada aspek administratif. Kepemimpinan di bidang
sosial lebih banyak diperoleh dari proses politik yang membawa dirinya menjadi
kepala daerah. Kepemimpinan berhubungan erat dengan komunikasi, tujuan komunikasi
adalah mencapai kesamaan makna. Pada dasarnya kesamaan makna ini merupakan
upaya untuk mempengaruhi karena makna yang dimaksud adalah makna yang
dikehendaki oleh satu pihak yang ditujukan pada pihak lain. Kepemimpinan
merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu yang
dikehendaki oleh pemimpin secara sukarela. Keberhasilan seorang pemimpin dapat
diperoleh dari keberhasilannya dalam kegiatan komunikasi.
Dia tidak mungkin menjadi pemimpin tanpa punya pengikut. Oleh
karena itu, pemimpin haruslah mempunyai kemampuan membina hubungan komunikatif
dengan pengikut-pengikutnya. Dia hendaknya mempunyai daya tarik dan
kredibilitas. Seorang pemimpin yang juga sebagai komunikator, hendaknya
mempunyai daya tarik misalnya daya tarik fisik, busana, suara dan dukungan
fisik lainnya serta kesamaan diantara pemimpin sebagai komunikator dengan
khalayaknya. Kredibilitas menurut Rakhmat (1991) adalah seperangkat persepsi
khalayak tentang sifat-sifat komunikator, sehingga sesungguhnya kredibilitas
tidak melekat dalam diri komunikator. Kredibilitas mencakup dua komponen yaitu
keahlian dan dapat dipercaya. Keahlian adalah kesan yang dibentuk oleh khalayak
tentang kemampuan komunikator dalam hubungannya dengan topik yang dibicarakan
seperti cerdas. Mampu, ahli, berpengalaman atau terlatih. Sedangkan kepercayaan
adalah kesan khalayak tentang komunikator yang berkaitan dengan wataknya
seperti jujur, bermoral, tulus, adil, sopan dan sebagainya. Faktor homofili
atau kebersamaan komunikator dengan khalayak akan mempermudah interaksi yang
memberikan efek positif.
Menurut Anwar Arifin (2003), keakraban atau hubungan baik antara
komunikator politik dengan khalayak merupakan hal yang penting dalam proses dan
efektivitas komunikasi politik. Keakaraban ini dapat dicapai, jika komunikator
dengan khalayak dapat hidup bersama dan bermain bersama. Hal ini dapat terwujud
bila antara komunikatordengan khalayaknya banyak memiliki kesamaan, terutama
dalam hal nilai-nilai, pendidikan, status dan sebagainya.
Tingkat perbedaan antara komunikator dengan khalayak merupakan
masalah paling menonjol dalam komunikasi inovasi atau komunikasi yang
menharapkan perubahan atau pembaruan. Untuk mengatasi hal tersebut, komunikator
politik harus mempelajari kerangka referensi dan kerangka pengalaman khalayak
yang dikenal sebagai filter konseptual dan berusaha menciptakan sebanyak
mungkin persamaan. Dalam hal ini komunikator harus memiliki kemampuan empati,
yaitu kemampuan menempatkan diri pada posisi diri orang lain. Empati merupakan
kepribadian saat seseorang dengan mudah menyesuaikan diri dengan kondisi,
situasi dan kepribadian orang lain (Arifin, 2003).
1.2.
Kepemimpinan di Pemerintah Daerah
Kemajuan dibidang ekonomi dan politik ternyata tidak membuat
Indonesia bebas dari ancaman sebagai negara gagal. Hal ini disebabkan
pemerintah lebih memperhatikan pertumbuhan ekonomi dan politik serta
mengabaikan kearifan lokal sebagai bagian dari karakter bangsa. Bahaya ini
bertambah besar karena sikap dan mental para pemimpin disetiap instansi
pemerintah yang tidak mempedulikan warna merah sebagai isyarat alam tentang
datangnya bahaya menuju kondisi kritis merah padam sebagai negara gagal. Negara
gagal dicerminkan oleh ketidakmampuan mengorganisasi aparatur secara efektif
yang mengarah kekacaubalauan. Hal yang urgen disini adalah bidang kepemimpinan.
Menurut Bappenas enam puluh persen keberhasilan pembangunan ditentukan daerah
karena otonomi daerah. Dalam komunikasi organisasi, kajian tentang kepemimpinan
seringkali dibahas. Kepemimpinan mengacu pada perilaku yang ditunjukkan oleh
seseorang atau lebih individu dalam kelompok yang membantu kelompok mencapai
tujuannya. Dalam bidang kepemimpinan, pemimpin daerah memiliki political
leadership yang menyangkut seluruh aspek kehidupan masyarakat dalam suatu
wilayah. Pemimpin yang baik diperoleh dari proses yang panjang, tidak muncul
secara tiba-tiba.
Kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain untuk
melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh pemimpin secara sukarela. Seorang
kepala daerah yang mempunyai kapasitas sebagai pejabat politik dan pemimpin
pemerintahan di daerahnya, haruslah mempunyai kepemimpinan dibidang organisasi
dan kepemimpinan dibidang sosial. Di bidang organisasi, seorang kepala daerah
mempunyai bawahan yang patuh pada berbagai ikatan norma-norma organisasi
formal. Dibidang sosial, seorang kepala daerah memiliki kapasitas dan kualitas
pribadi dalam menggerakkan bawahannya. Dalam hal ini aspek sosial dan politik
lebih dominan daripada aspek administratif. Kepemimpinan dibidang sosial lebih
banyak diperoleh dari proses politik yang membawa dirinya menjadi kepala
daerah. Kepemimpinan berhubungan erat dengan komunikasi, tujuan komunikasi
adalah mencapai kesamaan makna. Pada dasarnya kesamaan makna ini merupakan
upaya untuk mempengaruhi karena makna yang dimaksud adalah makna yang
dikehendaki oleh satu pihak yang ditujukan pada pihak lain. Kepemimpinan
merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu yang
dikehendaki oleh pemimpin secara sukarela.
Keberhasilan seorang
pemimpin dapat diperoleh dari keberhasilannya dalam kegiatan komunikasi. Dia
tidak mungkin menjadi pemimpin tanpa punya pengikut. Oleh karena itu, pemimpin
haruslah mempunyai kemampuan membina hubungan komunikatif dengan pengikut-pengikutnya.
Dia hendaknya mempunyai daya tarik dan kredibilitas. Seorang pemimpin yang juga
sebagai komunikator, hendaknya mempunyai daya tarik misalnya daya tarik fisik,
busana, suara dan dukungan fisik lainnya serta kesamaan diantara pemimpin
sebagai komunikator dengan khalayaknya. Kredibilitas menurut Rakhmat (1991)
adalah seperangkat persepsi khalayak tentang sifat-sifat komunikator, sehingga
sesungguhnya kredibilitas tidak melekat dalam diri komunikator. Kredibilitas
mencakup dua komponen yaitu keahlian dan dapat dipercaya. Keahlian adalah kesan
yang dibentuk oleh khalayak3 Kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi
orang lain untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh pemimpin secara
sukarela.
Seorang kepala daerah yang mempunyai kapasitas sebagai pejabat
politik dan pemimpin pemerintahan di daerahnya, haruslah mempunyai kepemimpinan
dibidang organisasi dan kepemimpinan dibidang sosial. Di bidang organisasi,
seorang kepala daerah mempunyai bawahan yang patuh pada berbagai ikatan
norma-norma organisasi formal. Dibidang sosial, seorang kepala daerah memiliki
kapasitas dan kualitas pribadi dalam menggerakkan bawahannya. Dalam hal ini
aspek sosial dan politik lebih dominan daripada aspek administratif.
Kepemimpinan dibidang sosial lebih banyak diperoleh dari proses politik yang
membawa dirinya menjadi kepala daerah. Kepemimpinan berhubungan erat dengan
komunikasi, tujuan komunikasi adalah mencapai kesamaan makna. Pada dasarnya
kesamaan makna ini merupakan upaya untuk mempengaruhi karena makna yang dimaksud
adalah makna yang dikehendaki oleh satu pihak yang ditujukan pada pihak lain.
Kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain untuk melakukan
sesuatu yang dikehendaki oleh pemimpin secara sukarela. Keberhasilan seorang
pemimpin dapat diperoleh dari keberhasilannya dalam kegiatan komunikasi. Dia
tidak mungkin menjadi pemimpin tanpa punya pengikut. Oleh karena itu, pemimpin
haruslah mempunyai kemampuan membina hubungan komunikatif dengan
pengikut-pengikutnya. Dia hendaknya mempunyai daya tarik dan kredibilitas.
Seorang pemimpin yang juga sebagai komunikator, hendaknya mempunyai daya tarik
misalnya daya tarik fisik, busana, suara dan dukungan fisik lainnya serta
kesamaan diantara pemimpin sebagai komunikator dengan khalayaknya.
Kredibilitas menurut Rakhmat (1991) adalah seperangkat persepsi
khalayak tentang sifat-sifat komunikator, sehingga sesungguhnya kredibilitas
tidak melekat dalam diri komunikator. Kredibilitas mencakup dua komponen yaitu
keahlian dan dapat dipercaya. Keahlian adalah kesan yang dibentuk oleh khalayak
tentang kemampuan komunikator dalam hubungannya dengan topik yang dibicarakan
seperti cerdas, mampu, ahli, berpengalaman atau terlatih. Sedangkan kepercayaan
adalah kesan khalayak tentang komunikator yang berkaitan dengan wataknya seperti
jujur, bermoral, tulus, adil, sopan dan sebagainya.
Faktor homofili atau kebersamaan komunikator dengan khalayak akan
mempermudah interaksi yang memberikan efek positif. Menurut Arifin (2008),
keakraban atau hubungan baik antara komunikator politik dengan khalayak
merupakan hal yang penting dalam proses dan efektivitas komunikasi politik.
Keakaraban ini dapat dicapai, jika komunikator dengan khalayak dapat hidup
bersama dan bermain bersama. Hal ini dapat terwujud bila antara komunikator
dengan khalayaknya banyak memiliki kesamaan, terutama dalam hal nilainilai,
pendidikan, status dan sebagainya. Tingkat perbedaan antara komunikator dengan
khalayak merupakan masalah paling menonjol dalam komunikasi inovasi atau
komunikasi yang menharapkan perubahan atau pembaruan. Untuk mengatasi hal
tersebut, komunikator politik harus mempelajari kerangka referensi dan kerangka
pengalaman khalayak yang dikenal sebagai filter konseptual dan berusaha
menciptakan sebanyak mungkin persamaan. Dalam hal ini komunikator harus
memiliki kemampuan empati, yaitu kemampuan menempatkan diri pada posisi diri
orang lain. Empati merupakan kepribadian saat seseorang dengan mudah
menyesuaikan diri dengan kondisi, situasi dan kepribadian orang lain.
1.3.Komunikasi
yang Perlu Dilakukan Pemimpin Daerah
Nasib rakyat lebih banyak
ditentukan oleh pemimpin politik. Karena itu kajian tentang pemimpin politik
penting untuk dilakukan. Salah satu kajian yang dapat dilakukan adalah melalui
pendekatan komunikasi politik. Komunikasi politik diibaratkan sebagai sirkulasi
darah dalam tubuh. Bukan darahnya tapi apa yang terkandung dalam darah itu yang
menjadikan sistem politik itu hidup (Alfian, 1993). Komunikasi politik
mengalirkan pesan-pesan politik berupa tuntutan, protes dan dukungan (aspirasi
dan kepentingan) ke jantung (pusat) pemrosesan sistem politik dan hasil
pemoresan itu, dialirkan kembali oleh komunikasi politik. Fagen (1966),
mengartikan komunikasi politik sebagai segala komunikasi yang terjadi dalam
suatu sistem politik dan antara sistem tersebut dengan lingkungannya. Menurut
Dahlan (1999) komunikasi adalah unsur yang esensial dalam demokrasi. Batasan
demokrasi banyak ditentukan oleh komunikasi. komunikasi menentukan watak dan
mutu demokrasi pada suatu masyarakat. Bachtiar Aly (2010), menyebut komunikasi
politik sebagai proses penyampaian pesan politik dari elit politik kepada
masyarakat secara timbal balik agar pesan-pesan politik yang disampaikan
memperoleh respons yang diharapkanseperti terjadinya proses pengambilan
keputusan politik secara demokratis, transparan dan tanggung gugat
(akuntabiIitas).
Elit
politik dikenal dengan elit yang memegang kekuasaan politik formal dalam
negara. Menurut Suryadi (1993), dalam komunikasi politik terjadi pola hubungan
memberi dan menerima, yang berarti bagaimana elit politik menggunakan
kekuasaannya kepada mayarakat dan bagaimana masyarakat itu menanggapi serta
menerima keinginan keinginan elit politik, begitu juga sebaliknya. Pola
hubungan seperti ini tergantung pada ideologi yang melandasi sistem politik negara
yang bersangkutan. Jika ideologinya demokratis maka komunikasi politiknya akan
demokratis pula. Dalam hal ini, elit politik ketika mempengaruhi atau
mengendalikan masyarakat tidak semata-mata mengandalkan kekuasaan formal yang
dimilikinya maupun wibawa dan pengaruhnya untuk senantiasa memaksakan kehendak
dengan cara yang bertentangan dengan norma atau etika yang berlaku dalam
masyarakat.
Elit menerapkan kekuasaannya berdasarkan nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat tersebut, sehingga masyarakat dapat menerima dan patuh
terhadap kekuasaan tersebut. Elit lokal, yaitu para elit yang memerintah di
tingkat daerah seperti kepala daerah memegang peranan penting dalam komunikasi
politik karena dia adalah pemimpin masyarakat di daerahnya yang harus
memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakatnya.
Kepala
daerah dapat juga sebagai penghubung untuk menyerasikan kebijakan pembangunan
atau kebijakan politik nasional dengan aspirasi yang lahir dan berkembang dalam
masyarakat sehingga menjadi kekuatan actual yang dapat mendorong laju
pembangunan. Tugas yang berat ini dapat dilalui oleh kepala daerah tentu saja
jika ada keterbukaan, keadilan dan suasana dialogis sehingga terjadi komunikasi
yang seimbang antara elit daerah/kepala daerah dengan masyarakat.
1.4.Komunikasi
Dialogis
Bertukar pandangan atau dialog merupakan salah satu bentuk tradisi
masyarakat lokal yang masih banyak digunakan seperti di Sumatera Barat, Riau,
dan daerah lain. Martin Buber dalam Dahlan (2009) memandang dialog sebagai inti
komunikasi. Menurutnya dialog merupakan hubungan Saya-Anda (I-You), yaitu
manusia dengan manusia, yang ditandai dengan kebersamaan, keterbukaan hati,
kelangsungan, kejujuran, spontanitas, keterusterangan, tidak pura-pura, tidak
manipulatif, kerukunan, intensitas dan cinta kasih dalam arti bertanggung jawab
kepada orang lain.
Dialog berbeda dengan
komunikasi Saya-Benda (I-It) atau komunikasi monologis yang ditandai
dengan cinta diri, penipuan, kepura-puraan, kelicikan, dominasi, eksploitasi
dan manipulasi. Dalam menangani berbagai persoalan di daerah, bentuk komunikasi
dialogis hendaknya lebih banyak dilakukan untuk memberikan pemahaman tentang
suatu masalah kepada masyarakat dan cata-cara yang ditawarkan untuk mengatasi
masalah tersebut. Selain itu, bentuk dialogis yang menghasilkan komunikasi dua
arah, sangat tepat untuk menjaring aspirasi masyarakat, dan dapat dengan cepat
mengartikulasikan aspirasi itu sehingga lebih mudah dipahami oleh pembuat
kebijakan publik. Dalam komunikasi politik, dialog mensyaratkan bahwa kepala
daerah menempatkan diri dalam posisi pengambil peran yang baik untuk memahami
berbagai makna yang terdapat dalam dunia simbolik rakyat, tidak memaksakan
“kebenaran” atau pendapatnya sendiri kepada masyarakat. (Mulyana, 2001).
BAB III
PENUTUP
Komunikasi yang dilakukan pemimpin daerah janganlah dianggap
sebagai panacea atau obat mujarab dalam mengatasi persoalan-persoalan di daerah.
Komunikasi tanpa memperdulikan persoalan-persoalan yang mendasar dalam
masyarakat tidak akan memberikan hasil yang diharapkan. Sebagai contoh,
terjadinya konflik di berbagai daerah memerlukan perhatian oleh kepala daerah,
persoalan konflik yang dipicu oleh kesenjangan ekonomi, kemiskinan hendaknya
dapat dicarikan jalan keluarnya. Persoalan konflik yang terjadi sangatlah
kompleks karena tidak hanya menyangkut persoalan politik semata, tetapi juga
persoalan ekonomi, sosial, dan budaya. Komunikasi yang dilakukan oleh pemimpin
daerah dapat membantu atau memberikan kontribusi untuk mempercepat penyelesaian
masalahmasalah di daerah.
Dan komunikasi pemerintahan hendaknya dapat menyesuaikan dengan
perkembangan pemerintahan yang saat ini berubah, dari government (penyelenggaraan
pemerintahan) ke governance. Dalam hal ini terjadi perubahan interaksi
dari kekuasaan dan kontrol menjadi pertukaran informasi, komunikasi dan
persuasi dengan penyediaan informasi kepada masyarakat untuk dapat mengawal
pemerintahan. Dalam mewujudkan tata kelola (governant), kepercayaan
merupakan faktor penting. Ketika masyarakat semakin skeptis dengan
pemerintahan, maka komunikasi pemerintahan yang berbasis kearifan lokal harus
diperkuat untuk menjaga kepercayaan. Komunikasi tanpa memperdulikan
persoalan-persoalan yang mendasar dalam masyarakat dan tidak dilakukan
berdasarkan kearifan lokal dari daerah tersebut, tidak akan memberikan hasil
yang diharapkan. Komunikasi berbasis kearifan lokal yang dilakukan oleh
pemimpin daerah dapat membantu atau memberikan kontribusi untuk mempercepat
penyelesaian masalah-masalah di daerah.
Daftar
Pustaka
Alfian,
1993, Komunikasi Politik dan Sistem Politik Indonesia, Gramedia, Jakarta.
Aly,
Bachtiar, 2010, “Komunikasi Politik sebagai Penjuru Penyelesaian Konflik dan
Mengoptimalkan Sinergitas Hubungan Pusat dan Daerah, Gramedia, Jakarta.
Arifin,
Anwar, 2008, Komunikasi Politik:Paradigma, Teori, Aplikasi, Strategi dan
Komunikasi Politik Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Dahlan, M.
Alwi, 2009, “Teknologi Informasi dan Demokrasi”. Jurnal ISKI No. 4 Oktober 2009.
Mulyana,
Deddy, 2001, “Merancang Peran Baru Humas dalam Pengembangan Otonomi Daerah”
dalam Jurnal Komunikasi Mediator Volume 2 Nomor 1 Tahun 2001.
Rakhmat,
Jalaluddin, 1991, Psikologi Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Jakarta.
Suryadi,
Samsu, 1993, ”Elit Politik dalam Komunikasi Politik di Indonesia” dalam
Indonesia dan Komunikasi Politik, Gramedia, Jakarta.
0 comments:
Post a Comment