Sunday, August 23, 2015

Jenis-Jenis Komunikasi

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Pendahuluan
 Sebagai negara demokrasi terbesar di Asia, Indonesia menghadapi tantangan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah yang cukup besar yaitu seberapa jauh mereka mampu mempraktikkan tata pemerintahan yang baik (good governance). Strategi yang tepat dalam mewujudkan good governance ini adalah efektivitas pemerintah dalam berkomunikasi dengan rakyatnya. Hal yang penting juga dilakukan adalah komunikasi dalam pemerintahan itu sendiri dan antar lembaga pemerintahan. Keberhasilan organisasi pemerintahan lebih banyak ditentukan oleh keunggulan pemimpinnya. Keunggulan pemimpin ditentukan oleh keunggulannya dalam berkomunikasi dengan seluruh anggota organisasi dan lingkungan tempat-tempat dia berada. Karena itu komunikasi pemerintahan merupakan komponen pokok bagi para pemimpin organisasi pemerintahan. Pembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat ataupun daerah akan dapat berhasil, jika pemerintah mampu mengkomunikasikannya kepada rakyatnya. Komunikasi pemerintahan yang berbasis kearifan lokal yaitu komunikasi pemerintahan yang berlandaskan kepada pandangan hidup dan berbagai aktivitas yang dilakukan masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dengan kata lain, kearifan lokal merupakan sesuatu yang berkaitan secara spesifik dengan budaya lokal.
Organisasi pemerintah daerah saat ini telah mengalami perubahan yang sangat besar. Pasca reformasi lahirlah Undang-Undang N0. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Reformasi terus bergulir, pemberian otonomi luas, lebih diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah. Tuntutan reformasi seperti ini, tidak bisa lagi dipenuhi oleh Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, sehingga pada tanggal 15 Oktober 2004 diundangkan sebuah undang-undang baru yaitu Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.
Reformasi politik di Indonesia yang menimbulkan serangkaian perubahan di bidang politik, sosial budaya dan ekonomi tidak saja berdampak pada tataran nasional, tetapi juga pada tataran lokal. Sebagai konsekuensi dari reformasi politik maka perubahan format politik dan sistem pemerintahan, telah ditindaklanjuti dengan perubahan peraturan perundang-undangan yang mengatur susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD dalam hal pengisian pemimpin daerah. Dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah (UU RI No. 32 tahun 2004), pemimpin daerah yang dikenal dengan nama kepala daerah, memegang peran yang penting dalam rangka pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan, kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian diperlukan figur kepala daerah yang inovatif, punya wawasan luas, dan mempunyai kesiapan untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Sebagai konsekuensi dari gerakan demokrasi, kepala daerah dipilih secara langsung oleh masyarakat.
 Hal ini merupakan wujud dari bentuk pengisian pejabat publik oleh masyarakat sehingga diharapkan pertanggungjawabannya kepada masyarakat menjadi lebih konkrit. Pemilihan kepala daerah yang dilakukan secara langsung juga sebagai bagian dari desentralisasi; membangun struktur politik lokal mejadi lebih demokratis, membentuk birokrasi lokal yang efektif, efisien, setara, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Kepala daerah merupakan kepala pemerintah daerah yang dipilih secara demokratis. Menurut UU RI No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah diartikan sebagai Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Kepala daerah adalah jabatan strategis dan memiliki posisi sentral terhadap eksistensi sebuah daerah. Secara formal berdasarkan pasal 25 dan 27 UU RI No. 32 tahun 2004, kepala daerah mempunyai tugas, wewenang, dan kewajiban yang meliputi:
1.      Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD.
2.       Mengajukan rancangan Perda.
3.      Menetapkan Perda yang telah mendapatkan persetujuan bersama DPRD.
4.       Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama.
5.      Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah.
6.      Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundangundangan dan
7.       Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, kepala daerah mempunyai kewajiban yang meliputi:
a.       Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b.      Meningkatkan kesejahteraan rakyat.
c.       Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat.
d.      Melaksanakan kehidupan demokrasi.
e.       Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan.
f.       Menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
g.      Memajukan dan mengembangkan daya saing daerah.
h.      Melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik.
i.        Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah.
j.         Menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah dan semua perangkat daerah.
k.      Menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan daerah di hadapan rapat paripurna DPRD.
 Selain mempunyai kewajiban seperti yang dimaksudkan diatas, menurut pasal 27 ayat 2, UU RI No. 32 tahun 2004, kepala daerah mempunyai kewajiban juga untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat. Dalam UU itu, terlihat jelas bahwa kepala daerah dalam tugas, wewenang, dan kewajibannya, memerlukan komunikasi dengan DPRD, Instansi vertikal, aparat penerintah daerah dan dengan masyarakatnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat, melaksanakan kehidupan demokrasi dalam artian, kepala daerah mempunyai kewajiban menyerap aspirasi, meningkatkan partisipasi serta menindaklanjuti pengaduan masyarakat.




















BAB II
PEMBAHASAN
1.      Kepemimpinan
 Dalam komunikasi organisasi, kajian tentang kepemimpinan seringkali dibahas. Kepemimpinan mengacu pada perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang atau lebih individu dalam kelompok yang membantu kelompok mencapai tujuannya. Dalam bidang kepemimpinan, pemimpin daerah memiliki political leadership yang menyangkut seluruh aspek kehidupan masyarakat dalam suatu wilayah. Pemimpin yang baik diperoleh dari proses yang panjang, tidak muncul secara tibatiba. Kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh pemimpin secara sukarela. Seorang kepala daerah yang mempunyai kapasitas sebagai pejabat politik dan pemimpin pemerintahan di daerahnya, haruslah mempunyai kepemimpinan di bidang organisasi dan kepemimpinan di bidang sosial. Di bidang organisasi, seorang kepala daerah mempunyai bawahan yang patuh pada berbagai ikatan norma-norma organisasi formal. Di bidang sosial, seorang kepala daerah memiliki kapasitas dan kualitas pribadi dalam menggerakkan bawahannya.
 Dalam hal ini aspek sosial danpolitik lebih dominan daripada aspek administratif. Kepemimpinan di bidang sosial lebih banyak diperoleh dari proses politik yang membawa dirinya menjadi kepala daerah. Kepemimpinan berhubungan erat dengan komunikasi, tujuan komunikasi adalah mencapai kesamaan makna. Pada dasarnya kesamaan makna ini merupakan upaya untuk mempengaruhi karena makna yang dimaksud adalah makna yang dikehendaki oleh satu pihak yang ditujukan pada pihak lain. Kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh pemimpin secara sukarela. Keberhasilan seorang pemimpin dapat diperoleh dari keberhasilannya dalam kegiatan komunikasi.
Dia tidak mungkin menjadi pemimpin tanpa punya pengikut. Oleh karena itu, pemimpin haruslah mempunyai kemampuan membina hubungan komunikatif dengan pengikut-pengikutnya. Dia hendaknya mempunyai daya tarik dan kredibilitas. Seorang pemimpin yang juga sebagai komunikator, hendaknya mempunyai daya tarik misalnya daya tarik fisik, busana, suara dan dukungan fisik lainnya serta kesamaan diantara pemimpin sebagai komunikator dengan khalayaknya. Kredibilitas menurut Rakhmat (1991) adalah seperangkat persepsi khalayak tentang sifat-sifat komunikator, sehingga sesungguhnya kredibilitas tidak melekat dalam diri komunikator. Kredibilitas mencakup dua komponen yaitu keahlian dan dapat dipercaya. Keahlian adalah kesan yang dibentuk oleh khalayak tentang kemampuan komunikator dalam hubungannya dengan topik yang dibicarakan seperti cerdas. Mampu, ahli, berpengalaman atau terlatih. Sedangkan kepercayaan adalah kesan khalayak tentang komunikator yang berkaitan dengan wataknya seperti jujur, bermoral, tulus, adil, sopan dan sebagainya. Faktor homofili atau kebersamaan komunikator dengan khalayak akan mempermudah interaksi yang memberikan efek positif.
Menurut Anwar Arifin (2003), keakraban atau hubungan baik antara komunikator politik dengan khalayak merupakan hal yang penting dalam proses dan efektivitas komunikasi politik. Keakaraban ini dapat dicapai, jika komunikator dengan khalayak dapat hidup bersama dan bermain bersama. Hal ini dapat terwujud bila antara komunikatordengan khalayaknya banyak memiliki kesamaan, terutama dalam hal nilai-nilai, pendidikan, status dan sebagainya.
Tingkat perbedaan antara komunikator dengan khalayak merupakan masalah paling menonjol dalam komunikasi inovasi atau komunikasi yang menharapkan perubahan atau pembaruan. Untuk mengatasi hal tersebut, komunikator politik harus mempelajari kerangka referensi dan kerangka pengalaman khalayak yang dikenal sebagai filter konseptual dan berusaha menciptakan sebanyak mungkin persamaan. Dalam hal ini komunikator harus memiliki kemampuan empati, yaitu kemampuan menempatkan diri pada posisi diri orang lain. Empati merupakan kepribadian saat seseorang dengan mudah menyesuaikan diri dengan kondisi, situasi dan kepribadian orang lain (Arifin, 2003).
1.2. Kepemimpinan di Pemerintah Daerah
Kemajuan dibidang ekonomi dan politik ternyata tidak membuat Indonesia bebas dari ancaman sebagai negara gagal. Hal ini disebabkan pemerintah lebih memperhatikan pertumbuhan ekonomi dan politik serta mengabaikan kearifan lokal sebagai bagian dari karakter bangsa. Bahaya ini bertambah besar karena sikap dan mental para pemimpin disetiap instansi pemerintah yang tidak mempedulikan warna merah sebagai isyarat alam tentang datangnya bahaya menuju kondisi kritis merah padam sebagai negara gagal. Negara gagal dicerminkan oleh ketidakmampuan mengorganisasi aparatur secara efektif yang mengarah kekacaubalauan. Hal yang urgen disini adalah bidang kepemimpinan. Menurut Bappenas enam puluh persen keberhasilan pembangunan ditentukan daerah karena otonomi daerah. Dalam komunikasi organisasi, kajian tentang kepemimpinan seringkali dibahas. Kepemimpinan mengacu pada perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang atau lebih individu dalam kelompok yang membantu kelompok mencapai tujuannya. Dalam bidang kepemimpinan, pemimpin daerah memiliki political leadership yang menyangkut seluruh aspek kehidupan masyarakat dalam suatu wilayah. Pemimpin yang baik diperoleh dari proses yang panjang, tidak muncul secara tiba-tiba.
Kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh pemimpin secara sukarela. Seorang kepala daerah yang mempunyai kapasitas sebagai pejabat politik dan pemimpin pemerintahan di daerahnya, haruslah mempunyai kepemimpinan dibidang organisasi dan kepemimpinan dibidang sosial. Di bidang organisasi, seorang kepala daerah mempunyai bawahan yang patuh pada berbagai ikatan norma-norma organisasi formal. Dibidang sosial, seorang kepala daerah memiliki kapasitas dan kualitas pribadi dalam menggerakkan bawahannya. Dalam hal ini aspek sosial dan politik lebih dominan daripada aspek administratif. Kepemimpinan dibidang sosial lebih banyak diperoleh dari proses politik yang membawa dirinya menjadi kepala daerah. Kepemimpinan berhubungan erat dengan komunikasi, tujuan komunikasi adalah mencapai kesamaan makna. Pada dasarnya kesamaan makna ini merupakan upaya untuk mempengaruhi karena makna yang dimaksud adalah makna yang dikehendaki oleh satu pihak yang ditujukan pada pihak lain. Kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh pemimpin secara sukarela.
 Keberhasilan seorang pemimpin dapat diperoleh dari keberhasilannya dalam kegiatan komunikasi. Dia tidak mungkin menjadi pemimpin tanpa punya pengikut. Oleh karena itu, pemimpin haruslah mempunyai kemampuan membina hubungan komunikatif dengan pengikut-pengikutnya. Dia hendaknya mempunyai daya tarik dan kredibilitas. Seorang pemimpin yang juga sebagai komunikator, hendaknya mempunyai daya tarik misalnya daya tarik fisik, busana, suara dan dukungan fisik lainnya serta kesamaan diantara pemimpin sebagai komunikator dengan khalayaknya. Kredibilitas menurut Rakhmat (1991) adalah seperangkat persepsi khalayak tentang sifat-sifat komunikator, sehingga sesungguhnya kredibilitas tidak melekat dalam diri komunikator. Kredibilitas mencakup dua komponen yaitu keahlian dan dapat dipercaya. Keahlian adalah kesan yang dibentuk oleh khalayak3 Kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh pemimpin secara sukarela.
Seorang kepala daerah yang mempunyai kapasitas sebagai pejabat politik dan pemimpin pemerintahan di daerahnya, haruslah mempunyai kepemimpinan dibidang organisasi dan kepemimpinan dibidang sosial. Di bidang organisasi, seorang kepala daerah mempunyai bawahan yang patuh pada berbagai ikatan norma-norma organisasi formal. Dibidang sosial, seorang kepala daerah memiliki kapasitas dan kualitas pribadi dalam menggerakkan bawahannya. Dalam hal ini aspek sosial dan politik lebih dominan daripada aspek administratif. Kepemimpinan dibidang sosial lebih banyak diperoleh dari proses politik yang membawa dirinya menjadi kepala daerah. Kepemimpinan berhubungan erat dengan komunikasi, tujuan komunikasi adalah mencapai kesamaan makna. Pada dasarnya kesamaan makna ini merupakan upaya untuk mempengaruhi karena makna yang dimaksud adalah makna yang dikehendaki oleh satu pihak yang ditujukan pada pihak lain. Kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh pemimpin secara sukarela. Keberhasilan seorang pemimpin dapat diperoleh dari keberhasilannya dalam kegiatan komunikasi. Dia tidak mungkin menjadi pemimpin tanpa punya pengikut. Oleh karena itu, pemimpin haruslah mempunyai kemampuan membina hubungan komunikatif dengan pengikut-pengikutnya. Dia hendaknya mempunyai daya tarik dan kredibilitas. Seorang pemimpin yang juga sebagai komunikator, hendaknya mempunyai daya tarik misalnya daya tarik fisik, busana, suara dan dukungan fisik lainnya serta kesamaan diantara pemimpin sebagai komunikator dengan khalayaknya.
Kredibilitas menurut Rakhmat (1991) adalah seperangkat persepsi khalayak tentang sifat-sifat komunikator, sehingga sesungguhnya kredibilitas tidak melekat dalam diri komunikator. Kredibilitas mencakup dua komponen yaitu keahlian dan dapat dipercaya. Keahlian adalah kesan yang dibentuk oleh khalayak tentang kemampuan komunikator dalam hubungannya dengan topik yang dibicarakan seperti cerdas, mampu, ahli, berpengalaman atau terlatih. Sedangkan kepercayaan adalah kesan khalayak tentang komunikator yang berkaitan dengan wataknya seperti jujur, bermoral, tulus, adil, sopan dan sebagainya.
Faktor homofili atau kebersamaan komunikator dengan khalayak akan mempermudah interaksi yang memberikan efek positif. Menurut Arifin (2008), keakraban atau hubungan baik antara komunikator politik dengan khalayak merupakan hal yang penting dalam proses dan efektivitas komunikasi politik. Keakaraban ini dapat dicapai, jika komunikator dengan khalayak dapat hidup bersama dan bermain bersama. Hal ini dapat terwujud bila antara komunikator dengan khalayaknya banyak memiliki kesamaan, terutama dalam hal nilainilai, pendidikan, status dan sebagainya. Tingkat perbedaan antara komunikator dengan khalayak merupakan masalah paling menonjol dalam komunikasi inovasi atau komunikasi yang menharapkan perubahan atau pembaruan. Untuk mengatasi hal tersebut, komunikator politik harus mempelajari kerangka referensi dan kerangka pengalaman khalayak yang dikenal sebagai filter konseptual dan berusaha menciptakan sebanyak mungkin persamaan. Dalam hal ini komunikator harus memiliki kemampuan empati, yaitu kemampuan menempatkan diri pada posisi diri orang lain. Empati merupakan kepribadian saat seseorang dengan mudah menyesuaikan diri dengan kondisi, situasi dan kepribadian orang lain.
1.3.Komunikasi yang Perlu Dilakukan Pemimpin Daerah
 Nasib rakyat lebih banyak ditentukan oleh pemimpin politik. Karena itu kajian tentang pemimpin politik penting untuk dilakukan. Salah satu kajian yang dapat dilakukan adalah melalui pendekatan komunikasi politik. Komunikasi politik diibaratkan sebagai sirkulasi darah dalam tubuh. Bukan darahnya tapi apa yang terkandung dalam darah itu yang menjadikan sistem politik itu hidup (Alfian, 1993). Komunikasi politik mengalirkan pesan-pesan politik berupa tuntutan, protes dan dukungan (aspirasi dan kepentingan) ke jantung (pusat) pemrosesan sistem politik dan hasil pemoresan itu, dialirkan kembali oleh komunikasi politik. Fagen (1966), mengartikan komunikasi politik sebagai segala komunikasi yang terjadi dalam suatu sistem politik dan antara sistem tersebut dengan lingkungannya. Menurut Dahlan (1999) komunikasi adalah unsur yang esensial dalam demokrasi. Batasan demokrasi banyak ditentukan oleh komunikasi. komunikasi menentukan watak dan mutu demokrasi pada suatu masyarakat. Bachtiar Aly (2010), menyebut komunikasi politik sebagai proses penyampaian pesan politik dari elit politik kepada masyarakat secara timbal balik agar pesan-pesan politik yang disampaikan memperoleh respons yang diharapkanseperti terjadinya proses pengambilan keputusan politik secara demokratis, transparan dan tanggung gugat (akuntabiIitas).
            Elit politik dikenal dengan elit yang memegang kekuasaan politik formal dalam negara. Menurut Suryadi (1993), dalam komunikasi politik terjadi pola hubungan memberi dan menerima, yang berarti bagaimana elit politik menggunakan kekuasaannya kepada mayarakat dan bagaimana masyarakat itu menanggapi serta menerima keinginan keinginan elit politik, begitu juga sebaliknya. Pola hubungan seperti ini tergantung pada ideologi yang melandasi sistem politik negara yang bersangkutan. Jika ideologinya demokratis maka komunikasi politiknya akan demokratis pula. Dalam hal ini, elit politik ketika mempengaruhi atau mengendalikan masyarakat tidak semata-mata mengandalkan kekuasaan formal yang dimilikinya maupun wibawa dan pengaruhnya untuk senantiasa memaksakan kehendak dengan cara yang bertentangan dengan norma atau etika yang berlaku dalam masyarakat.
Elit menerapkan kekuasaannya berdasarkan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut, sehingga masyarakat dapat menerima dan patuh terhadap kekuasaan tersebut. Elit lokal, yaitu para elit yang memerintah di tingkat daerah seperti kepala daerah memegang peranan penting dalam komunikasi politik karena dia adalah pemimpin masyarakat di daerahnya yang harus memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakatnya.
            Kepala daerah dapat juga sebagai penghubung untuk menyerasikan kebijakan pembangunan atau kebijakan politik nasional dengan aspirasi yang lahir dan berkembang dalam masyarakat sehingga menjadi kekuatan actual yang dapat mendorong laju pembangunan. Tugas yang berat ini dapat dilalui oleh kepala daerah tentu saja jika ada keterbukaan, keadilan dan suasana dialogis sehingga terjadi komunikasi yang seimbang antara elit daerah/kepala daerah dengan masyarakat.
1.4.Komunikasi Dialogis
                Bertukar pandangan atau dialog merupakan salah satu bentuk tradisi masyarakat lokal yang masih banyak digunakan seperti di Sumatera Barat, Riau, dan daerah lain. Martin Buber dalam Dahlan (2009) memandang dialog sebagai inti komunikasi. Menurutnya dialog merupakan hubungan Saya-Anda (I-You), yaitu manusia dengan manusia, yang ditandai dengan kebersamaan, keterbukaan hati, kelangsungan, kejujuran, spontanitas, keterusterangan, tidak pura-pura, tidak manipulatif, kerukunan, intensitas dan cinta kasih dalam arti bertanggung jawab kepada orang lain.
 Dialog berbeda dengan komunikasi Saya-Benda (I-It) atau komunikasi monologis yang ditandai dengan cinta diri, penipuan, kepura-puraan, kelicikan, dominasi, eksploitasi dan manipulasi. Dalam menangani berbagai persoalan di daerah, bentuk komunikasi dialogis hendaknya lebih banyak dilakukan untuk memberikan pemahaman tentang suatu masalah kepada masyarakat dan cata-cara yang ditawarkan untuk mengatasi masalah tersebut. Selain itu, bentuk dialogis yang menghasilkan komunikasi dua arah, sangat tepat untuk menjaring aspirasi masyarakat, dan dapat dengan cepat mengartikulasikan aspirasi itu sehingga lebih mudah dipahami oleh pembuat kebijakan publik. Dalam komunikasi politik, dialog mensyaratkan bahwa kepala daerah menempatkan diri dalam posisi pengambil peran yang baik untuk memahami berbagai makna yang terdapat dalam dunia simbolik rakyat, tidak memaksakan “kebenaran” atau pendapatnya sendiri kepada masyarakat. (Mulyana, 2001).







BAB III
PENUTUP
Komunikasi yang dilakukan pemimpin daerah janganlah dianggap sebagai panacea atau obat mujarab dalam mengatasi persoalan-persoalan di daerah. Komunikasi tanpa memperdulikan persoalan-persoalan yang mendasar dalam masyarakat tidak akan memberikan hasil yang diharapkan. Sebagai contoh, terjadinya konflik di berbagai daerah memerlukan perhatian oleh kepala daerah, persoalan konflik yang dipicu oleh kesenjangan ekonomi, kemiskinan hendaknya dapat dicarikan jalan keluarnya. Persoalan konflik yang terjadi sangatlah kompleks karena tidak hanya menyangkut persoalan politik semata, tetapi juga persoalan ekonomi, sosial, dan budaya. Komunikasi yang dilakukan oleh pemimpin daerah dapat membantu atau memberikan kontribusi untuk mempercepat penyelesaian masalahmasalah di daerah.
Dan komunikasi pemerintahan hendaknya dapat menyesuaikan dengan perkembangan pemerintahan yang saat ini berubah, dari government (penyelenggaraan pemerintahan) ke governance. Dalam hal ini terjadi perubahan interaksi dari kekuasaan dan kontrol menjadi pertukaran informasi, komunikasi dan persuasi dengan penyediaan informasi kepada masyarakat untuk dapat mengawal pemerintahan. Dalam mewujudkan tata kelola (governant), kepercayaan merupakan faktor penting. Ketika masyarakat semakin skeptis dengan pemerintahan, maka komunikasi pemerintahan yang berbasis kearifan lokal harus diperkuat untuk menjaga kepercayaan. Komunikasi tanpa memperdulikan persoalan-persoalan yang mendasar dalam masyarakat dan tidak dilakukan berdasarkan kearifan lokal dari daerah tersebut, tidak akan memberikan hasil yang diharapkan. Komunikasi berbasis kearifan lokal yang dilakukan oleh pemimpin daerah dapat membantu atau memberikan kontribusi untuk mempercepat penyelesaian masalah-masalah di daerah.




Daftar Pustaka
Alfian, 1993, Komunikasi Politik dan Sistem Politik Indonesia, Gramedia, Jakarta.
Aly, Bachtiar, 2010, “Komunikasi Politik sebagai Penjuru Penyelesaian Konflik dan Mengoptimalkan Sinergitas Hubungan Pusat dan Daerah, Gramedia, Jakarta.
Arifin, Anwar, 2008, Komunikasi Politik:Paradigma, Teori, Aplikasi, Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Dahlan, M. Alwi, 2009, “Teknologi Informasi dan Demokrasi”. Jurnal ISKI No. 4 Oktober 2009.
Mulyana, Deddy, 2001, “Merancang Peran Baru Humas dalam Pengembangan Otonomi Daerah” dalam Jurnal Komunikasi Mediator Volume 2 Nomor 1 Tahun 2001.
Rakhmat, Jalaluddin, 1991, Psikologi Komunikasi, Remaja Rosdakarya, Jakarta.
Suryadi, Samsu, 1993, ”Elit Politik dalam Komunikasi Politik di Indonesia” dalam Indonesia dan Komunikasi Politik, Gramedia, Jakarta.

0 comments: