PERSOALAN LINGKUNGAN HIDUP STUDY
KASUS DI KOTA LHOKSEUMAWE
DI TINJAU DARI TEORI
EVIRONMENTALISME
DI SUSUN
OLEH :
MUHAMMAD AZZIKRA
ABSARAK :
Lingkungan hidup didefenisikan sebagai kesatuan ruang dengan semua
benda, daya keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya. Lingkungan mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Lingkungan juga membentuk dan terbentuk
oleh lingkungan hidupnya. Hubungan antara manusia dengan lingkungan hidupnya
adalah sirkuler. Interaksi antara manusia dengan lingkungan hidupnya bersifat
kompleks, karena pada umumnya dalam lingkungan hidup itu terdapat banyak unsur.
Pengaruh terhadap suatu unsur akan merambat pada unsur lain.
1. Latar Belakang
Sebanyak 542 kepala keluarga masyarakat yang digusur
saat didirikan PT Arun tahun 1974 hingga kini belum mendapat pemukiman baru,
disamping itu PT Arun kembali memberikan sedikit percikan CSR melalui udara [H2S]
untuk dihirup bersama oleh warga sekitar sebagai hadiah ulang tahun perusahaan
itu, kenyataan pencemaran lingkungan selalu dapat terbantahkan walaupun ada
warga yang menjadi korban, maklum mereka banyak uang. Setelah lembaga swadaya
masyarakat peduli lingkungan yang tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarat
Sipil [FKMS] Lhokseumawe dan Aceh Utara pernah mendesak DPRA 27 April
2010 agar segera membentuk pansus untuk menyelidiki dugaan pencemaran yang
dilakukan PT Arun pada 22-23 April 2009 hasilnya LSM harus gigit jari, pasalnya
desakan FKMS selama ini untuk penyelesaian salah alamat, dan warga melalui
perangkat desakan diberi uang meugang beberapa ratus ribu selesai, tak ada
gugat menggugat lagi. Juru Bicara FKMS, Safwani, dalam konfrensi pers, Selasa
27 April 2012 menjelaskan, pascaterjadi kebocoran H2S sekitar setahun lalu, PT
Arun terkesan mengabaikan tanggung jawab terhadap para korban dan masyarakat
lingkungan. Buktinya, warga dan FKMS telah berulang kali memanggil pihak PT
Arun untuk membahas masalah itu. Namun, mereka tak pernah datang.
Karena itu, sudah sepantasnya tuntutan masyarakat
kawasan PT Arun ditampung DPRA dengan membentuk pansus. Selain itu, FKMS juga
mendesak DPRA untuk mendorong pemerintah pusat agar melakukan audit lingkungan
hidup terhadap PT Arun, mengingat tingginya resiko yang akan dialami oleh
masyarakat sekitar atas keberadaan perusahaan tersebut. Setiap kali kejadian
yang menimpa masyarakat, Wakil Presiden Direktur PT Arun, Fuad Bukhari
menyatakan pihaknya hanya akan bertanggung jawab bila kasus tersebut bersumber
dari pabrik Arun. Penduduk Blang Panyang yang menjadi korban gas beracun dari
kilang PT Arun meminta pemerintah pusat segera menutup operasional proyek vital
tersebut. Kata mereka, PT Arun tidak ada manfaatnya, malah membawa malapetaka
bagi penduduk selingkungannya. Mereka meminta agar PT Arun ditutup. PT.
Arun tidak pernah memberikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat di
gampong-gampong selingkungan perusahaan join venture tersebut. PT Arun juga
tidak pernah menyosialisasi terkait dampak negatif keberadaan perusahaan itu
terhadap lingkungan. Yang paling menyakitkan, saat terjadi keracunan itu, pihak
PT Arun tidak menangani secara layak para korban. Kantong-kantong kemiskinan
itu tampak jelas di luar pagar komplek perumahan mewah yang dihuni karyawan
Arun. Ini sangat tidak adil, warga lingkungan tidak hanya menjadi penonton,
tapi dibiarkan sengsara dengan bau busuk gas oleh Arun. PT Arun harus peduli
enduduk selingkungannya atau biar kami yang urus PT Arun dan pengurus kini
silakan angkat kaki saja dari perusahaan itu.
Dana community devolepment (CD/CSR) yang dikucurkan PT
Arun terhadap warga lingkungan, disinyalir jauh lebih kecil dengan nilai biaya
tamasya karyawan perusahaan tersebut ke luar negeri. Ketidakadilan itu harus
segera dihentikan, pihak Arun jangan lagi membodohi publik dengan pernyataannya
yang tidak berdasar. Berikan perhatian maksimal kepada masyarakat, atau angkat
kaki dari Aceh. Namun sebaiknya ditutup saja PT Arun karena meng¬ganggu penduduk.
Di luar negeri, pabrik Doly pengolah-suling gas dibangun di tengah laut, tapi
PT Arun dibangun di lingkungan penduduk, betapa bahayanya, Zulkifli alias Doly,
Caleg terpilih dari Partai Aceh sebagai anggota DPRA 2009-2014, yang juga
mantan representatif GAM untuk Kantor AAM Perwakilan Aceh Utara dan
Lhokseumawe. Lelaki ini juga punya jejaring dengan beberapa media luar
negeri.
Masyarakat harus mengorganisasikan kritiknya ke PT
Arun agar mereka bisa mendapatkan hak-haknya, terutama hak kesehatan dan
kesejahteraan akibat eksplorasi dan polusi yang telah mereka terima. Semua LSM
seputar Lhokseumawe harus mengorganisasikan tujuan masyarakat agar advokasi
berhasil dan tuntutan masyarakat diterima. Harus dipikirkan bahwa PT Arun-Exxon
Mobil adalah korporasi dunia, yang hanya peduli pada tuntutan yang tepat dan
kuat, Teuku Kemal Fasya, Antropolog Aceh. Telah lama penduduk selingkungan PT
Arun mengeluh tentang bau busuk dari perusahaan gas itu, namun sebelum
peristiwa memalukan pada 22 April, PT Arun selalu berkilah bahwa bau bocoran
gas tidak berbahaya dan Pemko Lhokseumawe mendukungnya. Inilah yang
membuat sebagian masyarakat agak benci pada Pemerintah Kota Lhokseumawe dan PT
Arun. Entah sampai kapan. Hanya niat baik dari pengurus PT Arun yang bisa menyelesaikan
drama yang telah lama ini, namun apakah niat baik itu masih ada di hati
pengurus PT Arun? Sekali lagi entahlah.
Peristiwa itu terjadi pada Rabu 22 April. Ratusan
penduduk Blang Panyang yang berupa gampong selingkungan perusahaan penyedot gas
tersebut hoyong, mual-mual, muntah. Mereka mabuk setelah terhirup semacam H2S.
Anehnya PT Arun yang elegan dan eksklusif merasa belum kehilangan reputasinya
sebagai perusahaan ramah lingkungan karena penduduk sekitarnya keracunan
setelah menghirup sulvur dari kilang Arun. Selain di Blang Panyang, di
puluhan gampong lain di lingkungan PT Arun pun sering dihasiahi bau busuk itu,
namun selalu ditangkis bahwa itu tidak berbahaya. Begitulah kisah di
gampong-kampong sana. Yang lebih paham soal ini, tentunya penduduk di
lingkungan PT Arun. Saat itu Humas PT Arun, Roby Sulaiman, saat ditemui
di depan rumah sakit itu sekitar pukul 17.20 WIB, mengatakan begitu mengetahui
sejumlah warga Blang Panyang mengalami muntah-muntah, pihaknya langsung
mengirim petugas kesehatan dan petugas bidang lingkungan ke gampong itu.
Penduduk yang pening dan muntah itu diangkut ke rumah sakit untuk
diobservasi.
Ditanya terkait kasus serupa yang sudah sering
terjadi, saat itu Roby Sulaiman menyatakan perlu pendalaman secara teknis untuk
mengetahui penyebabnya. Terkait early warning system bagi warga lingkungan
khususnya Gampong Blang Panyang, Roby mengatakan kurang mengetahui hal itu.
Terkait antisipasi ke depan, kata dia, pihaknya harus mengetahui dahulu
penyebab kejadian tersebut. Walikota Lhokseumawe Munir Usman, saat itu
mengatakan pihaknya membentuk tim khusus untuk menyelidiki kasus tersebut. Tim
khusus di bawah koordinator Bidang Lingkungan Hidup dari Badan Lingkungan Hidup
dan Kebersihan (BLHK) Kota Lhokseumawe terus bekerja untuk mengetahui penyebab
warga Blang Panyang muntah-muntah.
Sementara, Wakil Presiden Direktur PT Arun, Fuad
Bukhari menyatakan pihaknya akan bertanggung jawab bila kasus tersebut
bersumber dari pabrik Arun. Itu terjadi kemarin-kemarin. Penduduk Blang Panyang
yang menjadi korban gas beracun dari kilang PT Arun meminta pemerintah pusat
segera menutup operasional proyek vital tersebut. Kata mereka, PT Arun tidak
ada manfaatnya, malah membawa malapetaka bagi penduduk selingkungannya. Mereka
meminta agar PT Arun ditutup. PT. Arun tidak pernah memberikan penyuluhan
kesehatan kepada masyarakat di gampong-gampong selingkungan perusahaan join
venture tersebut. PT Arun juga tidak pernah menyosialisasi terkait dampak
negatif keberadaan perusahaan itu terhadap lingkungan. Yang paling menyakitkan,
saat terjadi keracunan itu, pihak PT Arun tidak menangani secara layak para
korban. Menurut masyarakat di sana, tiga ratusan warga Blang Panyang yang
mual-mual dan muntah mendadak hanya dirawat seadanya oleh paramedis RS milik PT
Arun. Mereka para korban cuma diberikan obat antasit, parasetamol dan
asaminamat. Hanya beberapa orang yang diopname dan dirawat di ruangan, itu pun
setelah terjadi adu mulut.
Koordinator LBH Banda Aceh Pos Lhokseumawe, Zulfikar
SH mengatakan, pihaknya bersama kalangan NGO lokal di Lhokseumawe yang peduli
terhadap kemanusiaan mengadvokasi kasus keracunan tersebut. Saat itu Pemda
memang harus tidak pro-aktif menyidSik, hanya menerima mentah-mentah pernyataan
pihak PT Arun yang membela diri. Begitulah yang terjadi sejak beberapa tahun
lalu. Zulnazri, ahli kimia dari Unimal Lhokseumawe, saat itu menduga bahwa ada
kebocoran gas beracun di kilang Arun sehingga mengakibatkan warga lingkungan
keracunan. Sinyalirnya, kalau bau yang dirasakan warga Blang Panyang seperti
bau kentut, maka itu kemungkinan besar mereka terhirup H2S. Jadi, gas beracun
yang mengikat dengan hemoglobin sehingga sirkulasi darah tidak lancar. Selama
ini diduga pihak Arun tidak mengontrol udara amibient di sekitar kilangnya
secara kontinyu. Kontrol tersebut seharusnya harus dilakukan setiap saat
sehingga tidak menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan. Polres Lhokseumawe
saat itu diback-up tim Polda Aceh terus menyelidi kasus keracunan warga Blang
Panyang yang diduga akibat gas beracun dari kilang PT Arun. Sedangkan Forum
Masyarakat Sipil meminta perusahaan penyedot gas alam cair itu bertanggung
jawab atas keracunan tersebut. Sementara para korban keracunan meminta kilang
pengolahan gas PT Arun ditutup. Polisi memang telah tangani kasus itu dan semoga
sampai tuntas. Pihak PT Arun harus diproses sesuai hukum yang berlaku untuk
mempertanggungjawabkan kesalahannya.
Bukan Kasus Pertama
Safwani, juru bicara Forum Masyarakat Sipil
Lhokseumawe saat itu mengatakan PT Arun harus bertanggung jawab terhadap
keracunan penduduk. Keracunan yang terjadi akibat kelalaian pihak Arun,
kelalaian yang telah menyebabkan kerusakan lingkungan dan korban manusia. Kasus
keracunan tersebut bukan yang pertama terjadi. Kejadian yang sama akan
terulang lagi, keberadaan kilang pengolahan gas Arun yang berdekatan dengan
pemukiman warga juga berpotensi menimbulkan bencana industri karena kegagalan
teknologi. Terkait hal itu, Forum Masyarakat Sipil yang merupakan gabungan LSM
Sahara, LPL-Ha, Bytra, Limid, LBH Pos Lhokseumawe, Jingki, Sepakat, Tani
Bahari, PB-HAM Aceh Utara, JKMA Pase, dan MaTA Aceh, menyatakan PT Arun harus
menyediakan jaminan kesehatan jangka panjang bagi warga yang beresiko mengalami
gangguan kesehatan; Arun harus membuat sistem peringatan dini untuk mempersiapkan
masyarakat atas berbagai resiko yang terjadi.
PT Arun harus menyediakan berbagai fasilitas bagi
warga lingkungan seperti masker untuk menghadapi berbagai kemungkinan yang
dikhawatirkan akan terjadi lagi. Motto 'utamakan keselamatan' tidak hanya
penting bagi karyawan dan pekerja, tapi masyarakat sekitar juga harus
diperhatikan keselamatannya; sesuai UU perseroan terbatas, Arun berkewajiban
melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Dana tanggung jawab sosial atau corporate social
responsibility/CSR yang dikelola Arun harus seluruhnya digunakan untuk
kepentingan masyarakat yang mengalami dampak negatif keberadaan perusahaan itu
dan dikelola secara transparan. Dana tersebut tidak boleh lagi dialokasikan
untuk kepentingan pejabat daerah atau pihak-pihak lain, juga tidak boleh untuk
membiayai penelitian keracunan tersebut. PT Arun wajib mengkaji kembali
Amdal," kata Safwani. Penelitian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Daerah (Bapedalda) Aceh menyebutkan lepasnya gas berbahaya H2S di PT Arun,
Lhokseumawe, ke udara karena tidak berfungsinya alat pembakaran gas H2S selama
delapan menit.
"Hasil temuan sementara ditemukan gas H2S
terdapat dalam gas alam sebanyak 1,3 persen. Jika H2S itu bereaksi dengan
udara, maka akan terbentuk S02 (Sulfur Dioksida) yang sangat berbahaya bagi
manusia," kata Kepala Bapedalda Aceh Husaini Syamaun, Rabu 29 April 2009.
Menurutnya saat proses pembakaran yang terjadi tanggal 22 April 2009 lalu, pada
pukul 08.20 WIB, api Incinerator di unit 29 mati, sehingga proses pembakaran
tidak dapat berlangsung.
Sebelum dibakar di api Incinerator unit 29, H2S dapat
diubah menjadi pendataan direaksikan dengan Malton Sulfur, namun tidak semua
H2S mampu diubah menjadi Sulfur padatan, sehingga masih ada H2S yang tersisa
dan perlu dibakar dalam unit 29. "Nah pembakaran di api Incinerator unit
29 ini tidak dapat berlangsung, akibat mati," kata Husaini. Sesuai dengan
prosedur, kata Husaini, maka gas H2S dialirkan ke menara pembakaran Plestrek
(menara yang mengeluarkan api yang dapat dilihat), tetapi ketika gas H2S
dimasukkan dalam plestrek hanya sebagian gas H2S yang dapat terbakar, sebagian
lagi lepas ke udara. Gas H2S yang lepas ke udara inilah yang menyebabkan bau
dan sangat berbahaya bagi manusia yang tercium bau itu. Sebab sesuai dengan
peraturan pemerintah, Sulfur Dioksida yang aman dikandung dalam udara bebas
hanya sebesar 1000 ppm/m3.
Kata Husaini, sesuai dengan dokumen Amdal PT Arun
diperbolehkan untuk melarikan gas H2S ke Plestrek maksimal tiga jam, bila lebih
akan berbahaya. Tetapi kejadian pada saat itu hanya berlangsung selama delapan
menit. Selama delapan menit itu, apakah PT Arun melepaskan gas H2S terlalu
banyak ke udara, sangat sulit kita deteksi karena peristiwanya telah berlalu.
Gas berbahaya bagi kesehatan manusia itu yang terlepas ke udara kemungkinan
terlalu banyak bisa saja. Managemen PT. Arun segera bermusyawarah dengan
masyarakat lingkungan untuk membahas solusi antisipasi ancaman pencemaran udara
dan darat yang berpotensi terus bermunculan akibat operasional pengolahan gas
alam cair. Kata Zulkifli alias Doly, politisi Partai Aceh, Sabtu 2 Mai
2009, sebelum korban di pihak masyarakat lingkungan terus berjatuhan akibat
pencemaran lingkungan, PT. Arun harus segera memanggil aparat gampong, Tuha
Peut, dan elemen lainnya, untuk membahas solusi antisipasi ke depan. PT Arun
harus lebih punya nurani dan rasa kemanusiaan terkait kondisi tersebut.
Doly yang menetap di Gampong Paloh Dayah Kecamatan
Muara Satu, salah satu gampong lingkungan kilang Arun yang sering dibikin
pusing dan mual dengan H2S PT Arun, menyebutkan paskainsiden keracunan warga
Blang Panyang hingga kini masyarakat setempat masih dibalut trauma yang amat
mendalam. "Kehidupan warga Blang Panyang dan Gampong lingkungan
lainnya sudah tidak menentu, mereka merasakan was-was dengan ancaman pencemaran
udara. Pihak Arun harus bertanggung jawab terkait hal ini," kata Doly yang
dipastikan berhasil meraih kursi DPRA dari Partai Aceh.
Apabila manajemen Arun tidak merespon keluhan warga
lingkungan, lanjut Doly, perusahaan tersebut diminta segera angkat kaki dari
lokasi itu. Karena, kata dia, masyarakat lingkungan sudah amat menderita dengan
keberadaan Arun. "Kuala Mamplam Gampong Ujong Blang dangkal, tanaman
palawija warga Paloh dayah dan Paloh Punti terkena penyakit aneh, warga Blang
Panyang keracunan, itu semua dampak dari gas beracun Arun. Dan, ancaman gas
beracun merkuri, yang menurut para ahli juga berada di sekitar kilang Arun.
Padahal, sebelum kehadiran perusahaan itu, tidak ada dampak buruk yang demikian
terhadap warga," kata Doly.
Kata Doly, Salah satu agenda yang akan diprioritaskan
anggota DPRA dari Partai Aceh nantinya membahas persoalan yang terjadi di
lingkungan PT. Arun. Karena selama ini perhatian perusahaan tersebut kepada
lingkungan amat minim. Entah di mana rasa persaudaraan dan nurani kemanusiaan
pengurus PT Arun.
Alat Pembakaran Gas H2S Arun Tak Berfungsi
Hasil penelitian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Daerah (Bapedalda) Aceh menyebutkan lepasnya gas berbahaya H2S di PT Arun,
Lhokseumawe, ke udara karena tidak berfungsinya alat pembakaran gas H2S selama
delapan menit. "Hasil temuan sementara ditemukan gas H2S terdapat
dalam gas alam sebanyak 1,3 persen. Jika H2S itu bereaksi dengan udara, maka
akan terbentuk S02 (Sulfur Dioksida) yang sangat berbahaya bagi manusia,"
kata Kepala Bapedalda Aceh Husaini Syamaun, Rabu 29 April 2009. Menurutnya saat
proses pembakaran yang terjadi tanggal 22 April 2009 lalu, pada pukul 08.20
WIB, api Incinerator di unit 29 mati, sehingga proses pembakaran tidak dapat
berlangsung. Sebelum dibakar di api Incinerator unit 29, H2S dapat diubah
menjadi pendataan direaksikan dengan Malton Sulfur, namun tidak semua H2S mampu
diubah menjadi Sulfur padatan, sehingga masih ada H2S yang tersisa dan perlu
dibakar dalam unit 29. "Nah pembakaran di api Incinerator unit 29 ini
tidak dapat berlangsung, akibat mati," kata Husaini.
Sesuai dengan prosedur, kata Husaini, maka gas H2S
dialirkan ke menara pembakaran Plestrek (menara yang mengeluarkan api yang
dapat dilihat), tetapi ketika gas H2S dimasukkan dalam plestrek hanya sebagian
gas H2S yang dapat terbakar, sebagian lagi lepas ke udara. Gas H2S yang lepas
ke udara inilah yang menyebabkan bau dan sangat berbahaya bagi manusia yang
tercium bau itu. Sebab sesuai dengan peraturan pemerintah, Sulfur Dioksida yang
aman dikandung dalam udara bebas hanya sebesar 1000 ppm/m3.
Kata Husaini, sesuai dengan dokumen Amdal PT Arun
diperbolehkan untuk melarikan gas H2S ke Plestrek maksimal tiga jam, bila lebih
akan berbahaya. Tetapi kejadian pada saat itu hanya berlangsung selama delapan
menit. Selama delapan menit itu, apakah PT Arun melepaskan gas H2S terlalu
banyak ke udara, sangat sulit kita deteksi karena peristiwanya telah berlalu.
Gas berbahaya bagi kesehatan manusia itu yang terlepas ke udara kemungkinan
terlalu banyak bisa saja. Managemen PT. Arun segera bermusyawarah dengan
masyarakat lingkungan untuk membahas solusi antisipasi ancaman pencemaran udara
dan darat yang berpotensi terus bermunculan akibat operasional pengolahan gas
alam cair.
Kata Zulkifli alias Doly, politisi Partai Aceh, Sabtu
2 Mai 2009, sebelum korban di pihak masyarakat lingkungan terus berjatuhan
akibat pencemaran lingkungan, PT. Arun harus segera memanggil aparat gampong,
Tuha Peut, dan elemen lainnya, untuk membahas solusi antisipasi ke depan. PT
Arun harus lebih punya nurani dan rasa kemanusiaan terkait kondisi
tersebut. Doly yang menetap di Gampong Paloh Dayah Kecamatan Muara Satu,
salah satu gampong lingkungan kilang Arun yang sering dibikin pusing dan mual dengan
H2S PT Arun, menyebutkan paskainsiden keracunan warga Blang Panyang hingga kini
masyarakat setempat masih dibalut trauma yang amat mendalam. "Kehidupan
warga Blang Panyang dan Gampong lingkungan lainnya sudah tidak menentu, mereka
merasakan was-was dengan ancaman pencemaran udara. Pihak Arun harus bertanggung
jawab terkait hal ini," kata Doly yang dipastikan berhasil meraih kursi
DPRA dari Partai Aceh. Apabila manajemen Arun tidak merespon keluhan warga
lingkungan, lanjut Doly, perusahaan tersebut diminta segera angkat kaki dari
lokasi itu.
Karena, kata dia, masyarakat lingkungan sudah amat
menderita dengan keberadaan Arun. "Kuala Mamplam Gampong Ujong Blang
dangkal, tanaman palawija warga Paloh dayah dan Paloh Punti terkena penyakit
aneh, warga Blang Panyang keracunan, itu semua dampak dari gas beracun Arun.
Dan, ancaman gas beracun merkuri, yang menurut para ahli juga berada di sekitar
kilang Arun. Padahal, sebelum kehadiran perusahaan itu, tidak ada dampak buruk
yang demikian terhadap warga," kata Doly. Kata Doly, Salah satu agenda
yang akan diprioritaskan anggota DPRA dari Partai Aceh nantinya membahas
persoalan yang terjadi di lingkungan PT. Arun. Karena selama ini perhatian
perusahaan tersebut kepada lingkungan amat minim. Entah di mana rasa persaudaraan
dan nurani kemanusiaan pengurus PT Arun.
Terus jaga lingkungan
Secara terpisah Presiden Direktur PT Arun, Fauzi Husen
mengatakan pihaknya terus berupaya meningkatkan ketaatan perusahaan dalam
menyelamatakn lingkungan. “Sejak tahun 1978 mulai beroperasi di Aceh,
Alhamdulillah perusahaan yang bermarkas di Blang Lancang Lhokseumawe, berhasil
melakukan penyelamatan lingkungan,” katanya pada penyerahan Sertifikat
ISO-14001 di Gedung Multi Guna PT Arun Batuphat, kemarin. Atas
keberhasilan itu, tambahnya, perusahaan itu telah menerima 15 pedang
penghormatan standar Internasional dan yang paling terakhir adalah menerima
ISO-14001. “Pengharagaan ini didapat setelah bertahun-tahun berhasil
mempertahankan penyelamatan lingkungan. Semua itu atas kerjakeras, kejelian,
ketulusan kerja, berkat bantuan masyarakat lingkungan juga dan kedisiplinan
dalam melaksanakan tugas,” ujar Fauzi. Ia berharap staf dan karyawan PT Arun
mempertahankan penghargaan tersebut.
Penghargan ISO-14001 tersebut diserahkan oleh Country
Manager PT Lyoid’s Register Quality Assurance, Irfan Fahmi, yang disaksikan
ratusan staf PT Arun dan pejabat Bidang lingkungan baik dari Aceh maupun dari
Jakarta. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh menganggap PT Arun tidak pantas
mendapatkan penghargaan ISO 14001 sebagai perusahaan dengan manajemen
lingkungan terbaik. PT Arun masih melakukan pencemaran yang merusak lingkungan
sekitar dan membahayakan kesehatan masyarakat. Walhi Aceh juga sepakat dengan
tuntutan Forum Komunikasi Masyarakat Sipil (FKMS) yang mendesak DPR Aceh
membentuk Pansus untuk untuk menyelidiki dugaan pencemaran lingkungan.Jangankan
ganti rugi, diminta datang menghadiri pertemuan dengan masyarakat saja, mereka
tidak datang, ujar Direktur Eksekutif Walhi Aceh, T.M. Zulfikar. Bahkan sampai
hari ini PT Arun tidak bersedia memenuhi tuntutan ganti rugi masyarakat sekitar
Arun. Pemerintah Indonesia dan Aceh juga diminta untuk serius menyikapi
persoalan PT Arun ini karena sudah terjadi bukan hanya sekali tetapi berulang
kali. PT Arun seperti diketahui, hari Senin 26 April 2010 menerima
penghargaan ISO-14001 yang dikeluarkan oleh International for Standar
Organization. Penghargaan ini berarti PT Arun dianggap telah mencegah
pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas perusahaan.
Mana buktinya Arun telah mencegah pencemaran
lingkungan, kebocoran gas H2S tahun lalu malah merupakan bukti bahwa mereka
tidak dapat mencegah pencemaran lingkungan, kecam T.M Zulfikar. Kebocoran gas
H2S terjadi pada Rabu dini hari tanggal 22 April tahun 2009 lalu. Dalam
kejadian ini ratusan masyarakat dari desa sekitar pabrik yaitu Desa Blang
Panyang, Mukim Paloh Timu, Kota Lhokseumawe keracunan gas yang bisa menyebabkan
kematian tersebut. Ratusan warga yang terkulai lemas dan muntah-muntah. Namun
celakanya, tuntutan ganti rugi dari masyarakat kepada Arun tidak pernah
dihiraukan. Perusahaan penghasil gas alam terbesar tersebut hanya memberikan
obat pereda sakit seperti Antasida Doen Suspensi, Spasmal Metamizole sodium
serta Papaverine hydrochloride, yang menurut masyarakat sama sekali tidak
manjur.
Walhi menganggap PT Arun sebagai perusahaan raksasa
wajib memberikan tuntutan masyarakat, bukan sekedar pengobatan sederhana.
Jangan merasa telah mengobati kemudian kewajiban terhadap masyarakat selesai,
kata T.M Zulfikar. Persoalan lingkungan bukanlah sekedar merawat pabrik dan
menjalankan berbagai prosedur baku. Lebih dari itu, lingkungan adalah alam dan
manusia yang berada di sekitar pabrik (lingkungan sosial), bukan hanya
lingkungan fisik dan biologis semata. Jika pabrik tidak dapat mengelola
lingkungan dengan baik maka perusahaan tersebut sama sekali tidak layak
mendapat ISO apapun. Sepertinya pemberian ISO cuma untuk menciptakan opini
publik baru bahwa PT Arun peduli lingkungan. Padahal tuntutan masyarakat sama sekali
belum mereka penuhi, kata T.M. Zulfikar. Teknik mengalihkan isu atau
menciptakan opini baru memang sering digunakan oleh perusahaan multinasional
perusak lingkungan. Dengan dana besar yang mereka miliki mereka bisa
menjalankan public relation yang baik.
Pencemaran yang dilakukan PT Arun sudah berjalan
rutin, masyarakat sepanjang tahun mencium bau busuk dari H2S. Jadi berhentilah
berbohong dan penuhi tuntutan masyarakat, tukas TM. Zulfikar. Di kawasan pabrik
PT Arun ada tiga arah angin dalam setiap harinya. Pada pagi hari, angin bertiup
ke arah Desa Blang Mangat, siang hingga sore angin bertiup ke arah Desa Banda
Masen, baru pada malam hari angin bertiup ke arah laut. Karena itu, jika
ada pencemaran udara yang diduga berasal dari PT Arun, maka warga yang kena
imbasnya, antara lain, Blang Mangat, Ujong Blang, Ulee Jalan, Banda Masen, Hagu
Barat Laut, dan Hagu Teungoh. Dokumen Amdal yang dimiliki PT Arun harus
ditinjau kembali, agar mereka bisa merancang usaha pengelolaan lingkungan yang
lebih baik. “pue serifikat ISO dan puluhan nobel pedang, Untuk membunuh warga?
Suruh kembalikan aja sertifikat itu, hana male” desak pegiat LSM dalam diskusi
di JKMA, Selasa 24 April 2012, sore.
Dalam diskusi tersebut juga membahas soal 70% sampah organik dan 30% non organik yang dibakar di TPA PT Arun Rancong di Gampong Tanjung Arun kecamatan Blangtuphat Timur, Kota Lhokseumawe, melanggar undang undang nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah. Lemahnya pengetahuan pengelola PT Arun dalam mengelola sampah sehingga ditumpuk begitu saja di TPA dan dibakar. Akibat tumpukan sampah tersebut mengeluarkan aroma tak sedap tercium kemana-mana dan menimbulkan penyakit.
0 comments:
Post a Comment