LANDASAN TEORI
Dalam penelitian ini menjelaskan
tentang beberapa pendekatan teoritik yang nantinya akan menunjang dalam
analisis data. Beberapa teoritik tersebut adalah komunikasi politik,
sosialisasi politik dan analisis wacana. Teori politik yang digunakan dalam
penelitian ini dikarenakan fokusnya terletak pada pendidikan Politik, Dan merupakan bentuk dari komunikasi politik.
Sedangkan sosialisasi politik berdampak
pada faktor ekonomi politik pada pemilukada 2014 di Aceh Timur ini karena sosialisasi politik merupakan penunjang dalam hal
berkampanye. Dan untuk pendekatan teori analisis wacana adalah untuk
menganalisis data dari media massa. Media massa dalam penelitian ini merupakan
objeknya, sehingga perlu juga adanya teori ini
1. Kajian
Teoritis
a. Tinjauan Mengenai
Partisipasi Politik
1.
Pengertian Partisipasi Politik
Pengertian partisipasi politik menurut Ramlan Surbakti
(1999:54) adalah kegiatan warganegara yang bertujuan untuk mempengaruhi
pengambilan keputusan politik. Partisipasi politik dilakukan orang dalam
posisinya sebagai warganegara, bukan politikus ataupun pegawai negeri. Sifat partisipasi
politik ini adalah sukarela, bukan dimobilisasi oleh negara ataupun partai yang
berkuasa. Ruang bagi partisipasi politik adalah sistem politik. Sistem politik
memiliki pengaruh untuk menuai perbedaan dalam pola partisipasi politik Warga
negaranya. Pola partisipasi politik di negara dengan sistem politik Demokrasi
Liberal tentu berbeda dengan di negara dengan sistem Komunis atau Otoritarian.
Bahkan, di negara-negara dengan sistem politik Demokrasi Liberal juga terdapat
perbedaan, seperti yang ditunjukkan Oscar Garcia Luengo, dalam penelitiannya
mengenai E-Activism: New Media and Political Participation in Europe. Warga
negara di negaranegara Eropa Utara (Swedia, Swiss, Denmark) cenderung lebih
tinggi tingkat partisipasi politiknya ketimbang negara-negara Eropa bagian
selatan (Spanyol, Italia, Portugal, dan Yunani). Dari definisi-definisi di atas
terdapat beberapa kriteria dari pengertian partisipasi politik yaitu:
1. Menyangkut kegiatan-kegiatan yang dapat diamati dan
bukan sikap atau orientasi. Jadi partisipasi politik hanya berhubungan dengan
hal yang objektif dan bukan subjektif.
2. Kegiatan politik warga negara biasa atau orang
perorangan sebagai warga negara biasa yang dilaksanakan secara langsung maupun
tidak langsung (perantara).
3. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mempengaruhi
pengambilan keputusan pemerintah baik berupa bujukan atau dalam bentuk tekanan
bahkan pergolakan terhadap keberadaan figur para pelaku politik dan pemerintah.
4. Kegiatan tersbut diarahkan kepada upaya mempengaruhi
pemerintah tanpa peduli efek yang akan timbul gagal ataupun berhasil.
5. Kegiatan yang dilakukan dapat melalui prosedur yang
wajar dan tanpa kekrasan (konvesional) maupun dengan cara yang diluar prosedur
yang wajar (tidak konvesional) dan berupa kekerasan (violence).
6. Partisipasi politik adalah kegiatan seorang atau
sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan poliitk seperti
memilih pimpinan negara atau upaya-upaya mempengaruhi kebijakan pemerintah
(Rahman, 2007:285).
2.
Bentuk-bentuk Partisipasi
Politik
Jika model partisipasi politik bersumber pada faktor
“kebiasaan” partisipasi politik di suatu zaman, maka bentuk partisipasi politik
mengacu pada wujud nyata kegiatan politik tersebut. Samuel P. Huntington dan
Joan Nelson (1990:67) membagi bentuk-bentuk partisipasi politik menjadi:
a. Kegiatan Pemilihan yaitu kegiatan pemberian suara
dalam pemilihan umum, mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan
bagi calon legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain yang berusaha
mempengaruhi hasil pemilu;
b. Lobby yaitu upaya perorangan atau kelompok
menghubungi pimpinan politik dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka
tentang suatu isu;
c. Kegiatan Organisasi yaitu partisipasi individu ke
dalam organisasi, baik selaku anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi
pengambilan keputusan oleh pemerintah;
d. Contacting yaitu upaya individu atau kelompok dalam
membangun jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi
keputusan mereka, dan
e. Tindakan Kekerasan (violence) yaitu tindakan individu
atau kelompok guna mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara menciptakan
kerugian fisik manusia atau harta benda, termasuk di sini adalah huruhara,
teror, kudeta, pembutuhan politik (assassination), revolusi dan pemberontakan.
Kelima bentuk partisipasi politik menurut Huntington dan Nelson telah menjadi
bentuk klasik dalam studi partisipasi politik. Keduanya tidak membedakan apakah
tindakan individu atau kelompok di tiap bentuk partisipasi politik legal atau
ilegal. Sebab itu, penyuapan, ancaman, pemerasan, dan sejenisnya di tiap bentuk
partisipasi politik adalah masuk ke dalam kajian ini. Klasifikasi bentuk
partisipasi politik Huntington dan Nelson relatif lengkap. Hampir setiap
fenomena bentuk partisipasi politik kontemporer dapat dimasukkan ke dalam
klasifikasi mereka. Namun, Huntington dan 19 Nelson tidak memasukkan
bentuk-bentuk partisipasi politik seperti kegiatan diskusi politik, menikmati
berita politik, atau lainnya yang berlangsung di dalam skala subjektif individu.
3. Faktor-faktor Penyebab Partisipasi Politik
Sebab-sebab adanya partisipasi politik yang luas yaitu :
1) Modernisasi dalam segala bidang kehidupan yang
menyebabkan masyakat masih banyak menuntut untuk ikut dalam kekuasaan politik.
2) Perubahan-perubahan struktur-struktur kelas sosial,
masalah siapa yang berhak berpartisipasi dalam pembuatan keputusan politik
menjadi penting mengakibatkan perubahan dalam pola partisipasi politik.
3) Pengaruh kaum intelektual dan komunikasi masa modern,
ide demokratisasi partisipasi telah meyebar ke bangsa-bangsa baru sebelum
mereka mengembangkan modernisasi dan industrialisasi yang cukup matang.
4) Konflik antar kelompok pemimpin politik, jika timbul
konflik antar elit maka yang dicari adalah dukungan rakyat maka terjadi
perjuangan kelas menengah melawan aristrokrasi sehingga menarik kaum buruh dan
membantu memperluas hak pilih rakyat.
5) Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam uruusan
sosial, ekonomi, dan kebudayaan, maka menyebabkan meluasnya lingkup aktivitas
pemerintah, sehingga sering timbul tuntutan-tuntutan yang terorganisir untuk
ikut serta dalam pembuatan keputusan politik (Myron Weiner yang dikutip Rahman,
2007:286).
Faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya suatu
partisipasi masyarakat adalah tingkat kepercayaan atau trust masyarakat
terhadap para pemimpin bangsa, kesadaran politik dan kepercayaan kepada
pemerintah (sistem politik). Berdasarkan tinggi rendahnya kedua faktor tersebut
maka Paige seperti yang dikutip Ramlan Surbakti (2010:184) membagi partisipasi
politik menjadi empat tipe yaitu :
a.
Aktif, yaitu apabila seseorang
memiliki kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah yang tinggi.
b.
Apatis, yaitu apabila kesadaran
politik dan kepercayaan kepada pemerintah rendah, dan apabila partisipasi
politik cenderung pasif tertekan.
c.
Militian Radikal, yaitu apabila
kesadaran politik tinggi tetapi kepercayaan kepada pemerintah sangat rendah,
dan
d.
Pasif, yaitu apabila kesadaran
politik tinggi tetapi kepercayaan kepada pemerintah sangat tinggi.
Secara umum Tipologi partisipasi adalah sebagai kegiatan
yang dibedakan menjadi :
a. Partisipasi aktif, yaitu partisipasi yang berorientasi
pada proses-proses input dan output. Artinya setiap warga negara secara aktif
mengajukan usul mengenai kebijakan publik yang berlainan dengan kebijakan
pemerintah, mengajukan kritik dan perbaikan untuk merumuskan kebijakan umum,
memilih pemimpin daerah dan sebagainya.
b. Partisipasi Pasif, yaitu partisipasi yang
berorientasi hanya pada output dalam arti hanya menaati peraturan pemerintah,
menerima, dan melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah.
c. Golongan putih (Golput) atau kelompok apatis, karena
menganggap sistem politik yang ada telah menyimpang dari apa yang
dicita-citakan (Rahman, 2007:282).
B. Tinjauan Mengenai Pemilihan Umum
1. Pengertian Pemilu
Salah satu syarat suatu
negara yang menganut paham demokrasi adalah adanya sarana untuk menyalurkan
aspirasi dan memilih pemimpin negara dengan diadakannya pemilihan umum.
Pemilihan umum merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dan
menegakan suatu tatanan politik yang demokratis. Artinya pemilu merupakan
mekanisme demokratis untuk melakukan pergantian elit politik atau pembuat
kebijakan. Dari pemilu ini diharapkan lahirnya lembaga perwakilan dan
pemerintahan yang demokratis. Salah satu fungsinya adalah sebagai alat penegak
atau penyempurna demokrasi dan bukan sebagai tujuan demokrasi. Menurut
Undang-Undang Pemilu No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan umum
bahwa : “Pemilihan umum merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat
dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia negara yang berdasarkan
Pancasila dsebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indinesia Tahun 1945” Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum, Pemilihan Umum merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan
rakyat dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia negara yang
berdasarkan Pancasila sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indinesia Tahun 1945.
Menurut Kristiadi (1996 :
hal 33) pemilihan umum adalah sarana demokrasi untuk membentuk sistem kekuasaan
negara yang pada dasarnya lahir dari bawah menurut kehendak rakyat sehingga
terbentuk kekuasaan negara yang benar-benar memancar kebawah sebagai suatu
kewibawaan yang sesuai dengan keinginan rakyat, oleh rakyat. Berdasarkan
beberapa pengertian di atas maka dapat dinyatakan bahwa Pemilu merupakan sarana
legitimasi bagi sebuah kekuasaan. Artinya pemilu merupakan roh
demokrasi yang betul-betul merupakan sarana pemberian mandat kedaulatan rakyat.
C. Pengaruh Politik Terhadap Perekonomian
Politik adalah kegiatan dalam suatu sistem pembangunan negara melalui pembagian-pembagian
kekuasan atau pendapatan untuk mencapai tujuan yang telah di sepakati dan
melaksanakan tujuan tersebut. Kancah dunia politik di Indonesia sangat
berpengaruh besar terhadap kemajuan ekonomi bangsa ini. Seperti kita ketahui
dengan adanya campur tangan antara dunia politik di pemerintahan akan
menghasilkan suatu perjanjian atau kerjasama dengan Dunia Internasional.
Dalam berbisnis sangatlah penting mempertimbangkan risiko politik dan
pengaruhnya terhadap organisasi. Hal ini patut dipertimbangkan karena perubahan
dalam suatu tindakan maupun kebijakan politik di suatu negara dapat menimbulkan
dampak besar pada sektor keuangan dan perekonomian negara tersebut. Risiko
politik umumnya berkaitan erat dengan pemerintahan serta situasi politik dan keamanan
di suatu negara.
Setiap tindakan dalam organisasi bisnis adalah politik, kecuali
organisasi charity atau sosial. Faktor-faktor tersebut menentukan kelancaran
berlangsungnya suatu bisnis. Oleh karena itu, jika situasi politik mendukung,
maka bisnis secara umum akan berjalan dengan lancar. Dari segi pasar saham,
situasi politik yang kondusif akan membuat harga saham naik. Sebaliknya, jika
situasi politik tidak menentu, maka akan menimbulkan unsur ketidakpastian dalam
bisnis.
Dalam konteks ini, kinerja sistem ekonomi-politik sudah berinteraksi
satu sama lain, yang menyebabkan setiap peristiwa ekonomi-politik tidak lagi
dibatasi oleh batas-batas tertentu Sebagai contoh, IMF, atau Bank Dunia, atau
bahkan para investor asing mempertimbangkan peristiwa politik nasional dan
lebih merefleksikan kompromi-kompromi antara kekuatan politik nasional dan
kekuatan-kekuatan internasional.
Tiap pembentukan pola bisnis juga senantiasa berkait erat dengan politik. Budaya politik merupakan serangkaian keyakinan atau sikap yang memberikan pengaruh terhadap kebijakan dan administrasi publik di suatu negara, termasuk di dalamnya pola yang berkaitan dengan kebijakan ekonomi atau perilaku bisnis.
Tiap pembentukan pola bisnis juga senantiasa berkait erat dengan politik. Budaya politik merupakan serangkaian keyakinan atau sikap yang memberikan pengaruh terhadap kebijakan dan administrasi publik di suatu negara, termasuk di dalamnya pola yang berkaitan dengan kebijakan ekonomi atau perilaku bisnis.
Terdapat politik yang dirancang untuk menjauhkan campur tangan
pemerintah dalam bidang perekonomian/bisnis. Sistemnya disebut sistem liberal
dan politiknya demokratis. Ada politik yang bersifat intervensionis secara
penuh dengan dukungan pemerintahan yang bersih. Ada pula politik yang cenderung
mengarahkan agar pemerintah terlibat atau ikut campur tangan dalam bidang
ekonomi bisnis.
0 comments:
Post a Comment